Penatalaksanaan Atresia Intestinal
Penatalaksanaan atresia intestinal yang utama adalah pembedahan. Terapi suportif yang penting adalah mengistirahatkan saluran pencernaan dengan puasa, pemasangan selang nasogastrik untuk dekompresi, resusitasi cairan, dan pemberian antibiotik spektrum luas pada kasus perforasi atau ditemuinya tanda infeksi.
Selain itu, manajemen pasca operatif juga penting dilakukan dimana hidrasi intravena dan dekompresi tetap dilanjutkan. Selama perawatan, pasien dirawat di ruangan neonatal intensive care unit (NICU) dalam inkubator untuk termoregulasi dan mencegah hipotermia.
Terapi Suportif dan Persiapan Pembedahan
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi suportif dan persiapan pembedahan dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi hipotermia, hipovolemia, hipoglikemia, dan hipoksemia.
Tata laksana meliputi pemantauan tanda-tanda vital, terutama suhu karena neonatus rentan terhadap hipotermia. Selain itu pasien juga dipuasakan dan dilakukan pemasangan selang nasogastrik dan orogastrik untuk dekompresi dan mencegah aspirasi.
Suction jalan napas berkala juga dilakukan dan bila terdapat indikasi, maka neonatus dapat dilakukan intubasi. Pemasangan jalur intravena (jalur umbilikal dihindari karena meningkatkan risiko infeksi dan letaknya berdekatan dengan insisi) juga dilakukan sebagai akses untuk koreksi gangguan elektrolit dan terapi resusitasi cairan dengan 10-20 cc/kgBB cairan ringer laktat pada pasien untuk mencegah dehidrasi.
Pemasangan akses intravena juga dilakukan untuk pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin, golongan darah, glukosa darah, bilirubin, dan elektrolit. Pada pasien, pemasangan kateter urine dan pemantauan urine output dengan target 1-2 mL/kgBB/jam.
Terapi suportif juga meliputi pemberian vitamin K intramuskular dan antibiotik spektrum luas intravena.[1,5,6]
Pembedahan
Tata laksana definitif atresia intestinal berupa pembedahan, yang ditentukan oleh letak dan tipe atresia.
Atresia Duodenal
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka dengan sayatan supraumbilikal transversal atau laparoskopik. Prosedur standar pada atresia duodenal tipe interrupted adalah duodenoduodenostomi diamond-shaped, sedangkan pada tipe membranous adalah eksisi membran yang mengobstruksi lumen. Selain itu, seluruh bagian usus perlu dievaluasi untuk memeriksa adanya atresia lainnya.[5,6]
Atresia Jejunoileal
Pembedahan dilakukan secara terbuka dengan sayatan supraumbilikal transversal, yang dapat dilihat pada Gambar 3. Dilakukan eksplorasi manual pada sepanjang usus untuk memeriksa adanya kelainan penyerta seperti atresia lain, stenosis, dan/atau malrotasi. Kemudian, larutan garam fisiologis diinjeksikan pada usus bagian distal hingga kolon untuk memastikan patensi usus.[3]
Gambar 3. Teknik Anastomosis pada Atresia Jejunoileal. Keterangan: A) Panah biru menunjukkan garis insisi pada segmen usus proksimal yang berdilatasi, garis hitam menunjukkan insisi tegak lurus dengan usus. B) Panah hitam menunjukkan segmen proksimal setelah insisi. C) Ujung segmen proksimal dan distal setelah insisi. Sumber: Openi, 2016.
Setelah memastikan patensi seluruh bagian usus, rekonstruksi dapat dimulai. Secara umum, rekonstruksi usus dilakukan dengan anastomosis end-to-end atau end-to-side. Segmen usus yang berdilatasi direseksi karena rentan mengalami dismotilitas berat.[3,5]
Gambar 4. Teknik Anastomosis pada Atresia Jejunoileal. Keterangan: A) Diagram menunjukkan jahitan matras horizontal untuk menyatukan kedua segmen. B) Setelah anastomosis lapisan posterior. C) Gambaran usus setelah anastomosis (jarak antar jahitan pada segmen proksimal lebih lebar). D) Setelah anastomosis selesai. Sumber: Openi, 2016.
Atresia Kolon
Umumnya pembedahan dilakukan secara bertahap untuk menghindari perforasi kolon akibat distensi berlebihan. Prosedur awal adalah reseksi bagian yang bermasalah dan kolostomi, lalu prosedur berikutnya dilakukan 6-8 minggu kemudian, berupa anastomosis ileokolik atau kolokolik.[3,17]
Manajemen Pasca Pembedahan
Setelah pembedahan, pasien dirawat di NICU untuk perawatan lebih intensif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen pasca pembedahan adalah sebagai berikut:
- Pemantauan tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan urine output
- Termoregulasi dengan inkubator
Output lambung dipantau ketat dan gantikan volume yang hilang
- Bolus cairan ringer laktat 10-20 ml/kgBB jika diperlukan untuk mempertahankan urine output 1-2 mL/kgBB/jam
- Transfusi darah jika diperlukan
- Pemantauan glukosa darah, hemoglobin, elektrolit, dan bilirubin
- Fototerapi untuk mencegah kernicterus
- Pemberian antibiotik hingga 5 hari pasca pembedahan[1]
Asupan nutrisi enteral dimulai secara bertahap setelah muncul tanda-tanda peristaltik seperti output cairan lambung sedikit dan jernih, abdomen teraba lembut, serta flatus atau defekasi.[1]
Rata-rata dibutuhkan waktu 5-7 hari hingga beberapa bulan sampai pasien dapat menerima asupan nutrisi enteral secara penuh. Jika kembalinya fungsi usus diprediksi lambat, pasien wajib mendapatkan nutrisi parenteral total (TPN). Penyapihan dari TPN dilakukan secara progresif ketika fungsi usus kembali normal.[1]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja