Patofisiologi Parut Hipertrofik
Patofisiologi terbentuknya parut hipertrofik ditandai oleh respon inflamasi yang teramplifikasi, overekspresi sinyal faktor pertumbuhan, dan peningkatan aktivasi fibroblas. Faktor-faktor tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan penumpukan kolagen yang berlebihan dengan proses penghancuran kolagen.
Parut hipertrofik menunjukkan peningkatan produksi kolagen hingga 3 kali lipat. Jaringan parut matur yang normal mengandung kolagen tipe I lebih dominan. Sementara rasio kolagen tipe III:I lebih tinggi pada parut hipertrofik yaitu 6:1.[1-4]
Seperti parut lain, patogenesis parut hipertrofik dimulai dari luka. Luka awal yang mendasari parut patologis dapat disebabkan oleh trauma fisik, insisi bedah, luka bakar, vaksinasi, tindikan, infeksi, bahkan gigitan serangga.
Dasar patofisiologi parut hipertrofik adalah adanya reaksi inflamasi yang berkepanjangan yang meningkatkan aktivitas fibroblas dan menyebabkan produksi matriks ekstraseluler yang berlebihan.
Degranulasi platelet pada fase ini akan melepas dan mengaktivasi transforming growth factor (TGF-β), terutama TGF-β1 dan TGF-β2, platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like growth factor (IGF-1), dan EGF epidermal growth factor (EGF).
Sitokin-sitokin ini berperan sebagai faktor pertumbuhan fibrogenik, agen kemotaktik sel epitel, endotel, neutrofil, makrofag, sel mast, dan fibroblas. Selain itu, fibroblas pada parut hipertrofik menunjukkan resistensi terhadap apoptosis. Kadar protein supresor tumor p53 pada fibroblas parut hipertrofik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan fibroblas keloid maupun normal.[4,5]
Faktor Mekanik
Faktor lain yang memegang peranan penting dalam penyembuhan luka adalah kekuatan mekanik. Dalam proses penyembuhan normal, terdapat kondisi homeostasis tensegrity atau tension dan integritas.
Kondisi homeostasis memungkinkan sel dan matriks ekstraseluler untuk berprogresi melalui fase-fase penyembuhan luka dengan normal. Bila kekuatan mekanik ekstrinsik yang besar atau abnormal, misalnya goresan, tekanan, dan peregangan kulit secara kuat atau repetitif dikenakan pada luka atau parut, maka dapat terjadi disregulasi tensegrity yang dapat berujung pada parut berlebih. Tegangan kulit juga mempengaruhi derajat inflamasi.[6]
Faktor Pertumbuhan dan Sitokin
Pembentukan parut hipertrofik juga diasosiasikan dengan faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin yang terlibat dalam inflamasi, yaitu :
- TGF-β merupakan faktor patogenik kunci. Isoform TGF-β1 dan TGF-β2 mengaktivasi fibroblas dan menstimulasi sintesis kolagen, sementara TGF-β3 mengurangi penumpukan kolagen. Pada parut hipertrofik, ekspresi mRNA TGF-β1 dan TGF-β2 lebih rendah dan TGF-β3 lebih tinggi dibandingkan keloid
- Ekspresi berlebih dari vascular endothelial growth factor (VEGF) berkaitan dengan pembentukan kapiler berlebih, produksi kolagen tipe I, dan peningkatan volume parut
- Peningkatan kadar tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP) yang merupakan inhibitor matrix metalloproteinase (MMP) diasosiasikan dengan pembentukan parut hipertrofik
- Respon Th1 yang diekskpresikan sel T CD4 menghasilkan interferon-γ dan IL-12 (interleukin) yang berkaitan dengan penurunan fibrogenesis, sementara respon Th2 dikaitkan dengan fibrogenesis. IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-13 bersifat pro-fibrosis, sementara IL-10 anti-fibrosis[2-5]
Faktor Matriks Ekstraseluler
Komponen matriks ekstraseluler juga memegang peranan dalam penyembuhan luka dan pembentukan parut hipertrofik. Faktor-faktor ini meliputi :
Produksi fibronektin berlebih
Fibronektin merupakan glikoprotein hasil produksi fibroblas. Disregulasi penyembuhan luka meningkatkan TGF-β1 dan berujung pada peningkatan sintesis fibronektin dan matriks ekstraseluler. Fibronektin pada parut hipertrofik tersebar secara difus di dermis dalam susunan linear atau keriting.
Peningkatan ekspresi integrin α1β1 pada fibroblas parut hipertrofik
Integrin membantu pengikatan kolagen ligan ke MMP, sehingga membantu reepitelialisasi luka dan membentuk parut.
Penurunan Decorin
Penurunan decorin, yaitu protein komponen jaringan ikat dermal yang mengikat kolagen tipe I dan mempengaruhi kerja TGF-β. Decorin bekerja dengan mengikat dan menetralisasi TGF-β sehingga mengurangi stimulasi terhadap sintesis kolagen, fibronektin, dan glikosaminoglikan. Decorin juga menghambat angiogenesis.
Peningkatan Periostin
Peningkatan periostin, yaitu protein matriks ekstraseluler yang diinduksi TGF-β. Periostin berperan dalam patogenesis parut dengan menginduksi angiogenesis, proliferasi dan diferensiasi fibroblas, serta persistensi myofibroblas.
Disregulasi MMP
MMP, yaitu endopeptidase yang berfungsi mengimbangi produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dengan mendegradasi protein matriks ekstraseluler dan mencegah sintesis matriks berlebih. MMP juga mendegradasi kolagen tipe I, II, dan III.
Penurunan Distribusi Fibrillin 1 dan Elastin
Distribusi fibrillin 1 dan elastin menurun signifikan pada parut hipertrofik. Penurunan ekspresi fibrillin 1 parut hipertrofik dan keloid ditemukan baik pada dermis superfisial maupun dalam. Penurunan serupa ditemukan pada kadar elastin di dermis superfisial dan dalam pada parut hipertrofik.
Connexin
Connexin adalah protein yang memegang peranan dalam komunikasi interseluler. Ekspresi connexin-43 dan komunikasi gap junction interseluler lebih rendah pada parut patologis termasuk parut hipertrofik. Diperkirakan hal ini menyebabkan fibroblas tidak menerima sinyal inhibisi dan apoptosis dari sel di sekitarnya.
Penurunan Kadar Decorin
Decorin mengatur penyusunan matriks ekstraseluler. Kadar decorin menurun hingga 75% pada parut hipertrofik.
Penurunan Kadar Hyaluronan
Hyaluronan berfungsi meregulasi penutupan luka dan pembentukan parut. Kadar hyaluronan menurun secara abnormal pada parut patologis. Distribusi hyaluronan pada parut hipertrofik terutama pada dermis papiler, dan menunjukkan kemampuan untuk pulih ke kadar normal seiring dengan waktu.
Penurunan Ekspresi Dermatopontin
Dermatopontin berperan dalam modifikasi fibrillogenesis kolagen dan meningkatkan adhesi sel melalui pengikatan integrin. Parut hipertrofik menunjukkan penurunan ekspresi dermatopontin 2-3 kali lipat.[2,4,5]
Faktor Lain-lain
Faktor-faktor lain juga diasosiasikan dengan patofisiologi parut hipertrofik, yaitu :
- Jumlah sel mast meningkat secara signifikan. Aktivasi sel mast menyebabkan dilepaskannya mediator fibrogenik seperti histamin yang mana dapat memediasi sintesis serabut kolagen, tryptase yang mana merangsang sintesis kolagen tipe I, dan chymase yakni protease yang memotong prokolagen, membantu sintesis fibril, dan mendukung pembentukan parut
- Prostaglandin adalah metabolit asam arakidonat yang dihasilkan oleh kerja cyclooxygenase 1 (COX-1) dan COX-2. Ekspresi COX-1 diinduksi oleh TGF-β, sementara COX-2 oleh TNF α (tumor necrosis factor) α. Parut hipertrofik menunjukkan peningkatan regulasi protein COX-1.
Heat shock protein (HSP) berperan dalam sintesis matriks ekstraseluler. Sebagai contoh, HSP47 berfungsi menstabilisasi prokolagen saat sintesis protein. Disregulasi ekspresi HSP menyebabkan abnormalitas penyembuhan luka
- Peningkatan ekspresi peptida terkait gen kalsitonin dan penghambat aktivator plasminogen berkontribusi dalam pembentukan parut hipertrofik. Seperti halnya keloid, kadar plasminogen activator inhibitor (PAI-1) meningkat pada fibroblas parut hipertrofik
- Peningkatan reactive oxygen species (ROS) pada parut hipertrofik lebih tinggi daripada keloid
Nuclear factor erythroid 2 (Nrf2) meregulasi gen yang terlibat dalam respon protektif terhadap stres oksidatif. Peran Nrf2 pada patofisiologi parut hipertrofik masih diteliti
Nitric oxide (NO) adalah mediator yang berperan dalam memediasi proliferasi keratinosit dan sintesis kolagen pada fibroblas. Fibroblas dari parut hipertrofik menunjukkan kadar NO yang lebih rendah[4]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri