Penatalaksanaan Parut Hipertrofik
Tata laksana parut hipertrofik dilakukan dengan berbagai metode, tetapi belum ada terapi standar baku yang dapat diterapkan bagi setiap pasien. Algoritme tata laksana parut hipertrofik berdasarkan Updated International Clinical Recommendation on Scar Management (UICRSM) dapat dilihat di Gambar 1.[3]
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Parut Hipertrofik Berdasarkan UICRSM.[3]
a) Pulsed dye laser (PDL) lebih dipilih dibandingkan laser ablatif fraksional.
b) Dosis kortikosteroid bervariasi tergantung area tubuh.
c) Bleomisin atau mitomisin C intralesi, laser, dan cryotherapy.
d) Perawatan luka akut lebih diprioritaskan daripada pencegahan ataupun manajemen parut.
e) Untuk parut pasca luka bakar, terapi adjuvan mencakup terapi konservatif (misalnya masase parut dan fisioterapi), revisi bedah, atau terapi laser[1,7,8]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis parut hipertrofik antara lain kortikosteroid, 5-FU, verapamil, bleomisin, toksin botulinum, antihistamin, avotermin, asam retinoat, dan tamoxifen. Terapi lain untuk parut hipertrofik yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut antara lain tacrolimus, doxorubicin, dan epidermal growth factor(EGF).[1-3,5,7,8]
Kortikosteroid
Kortikosteroid memiliki efek antiinflamasi dan antialergi yang kuat dan bertahan lama. Triamcinolone acetonide adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan untuk terapi parut hipertrofik.
Mekanisme kerja triamcinolone adalah mengurangi mediator proinflamasi, mengurangi sintesis kolagen dan glikosaminoglikan, menghambat kecepatan pertumbuhan fibroblas, dan menghambat inhibitor kolagenase. Mekanisme lain yang diduga adalah menginduksi vasokonstriksi dengan berikatan pada reseptor glukokortikoid.[2,3,5,7,8]
Konsentrasi triamcinolone acetonide yang direkomendasikan adalah 10-40 mg/mL, diinjeksikan 1-2 kali sebulan hingga parut mendatar. Efek samping injeksi kortikosteroid adalah perubahan pigmentasi (hipo atau hiperpigmentasi), atrofi jaringan, telangiectasia, dan nekrosis aseptik kepala femur.[2,3,5,7,8]
UICRSM merekomendasikan kortikosteroid intralesi sebagai adjuvan bila parut gagal membaik setelah 2 bulan terapi silikon, atau bila parut parah, atau disertai gatal. Kortikosteroid juga tersedia dalam bentuk tape, plester, dan salep. Efektivitas kortikosteroid dapat meningkat bila dikombinasikan dengan terapi lain seperti 5-fluorouracil dan pulsed dye laser(PDL).[5,7]
5-Fluorouracil (5-FU)
5-FU mengganggu replikasi DNA dalam sel yang membelah dengan menghambat sintesis pirimidin timidin dan berkompetisi dengan urasil. 5-FU juga bersifat anti angiogenesis, anti proliferasi fibroblas, dan anti ekspresi kolagen tipe I.
Metode aplikasi yang direkomendasikan adalah injeksi intralesi. Parut yang di injeksi 5-FU intralesi konsentrasi 50 mg/mL setiap minggu selama 12 minggu menunjukkan pengurangan ukuran.[5]
UICRSM merekomendasikan 5-FU sebagai terapi lini kedua untuk parut hipertrofik yang tidak merespon terhadap silikon dan injeksi steroid. 5-FU memiliki manfaat menyerupai triamcinolone dengan efek samping yang lebih sedikit.
Beberapa studi acak terkontrol menunjukkan bahwa 5-FU paling efektif digunakan dalam terapi kombinasi bersama kortikosteroid intralesi dan PDL. 5-FU dikontraindikasikan pada pasien hamil, anemia, leukopenia, trombositopenia, supresi sumsum tulang, dan infeksi. 5-FU memiliki risiko efek samping berupa nyeri, perasaan terbakar, hiperpigmentasi, dan ulserasi.[5,7,8]
Verapamil
Verapamil meregulasi keseimbangan remodeling fibroblas dan matriks ekstraseluler dengan meningkatkan sintesis prokolagenase. Kelompok studi yang menerima terapi verapamil intralesi dengan efek samping lebih sedikit. Verapamil juga dapat digunakan sebagai terapi pasca eksisi.[3]
Bleomycin
Bleomycin bekerja dengan mengurangi TGF-β1 untuk menginduksi apoptosis dan menghambat sintesis kolagen. Belum ada studi yang membuktikan keunggulan efektivitas bleomisin dibandingkan metode lain.
Bleomisin diberikan melalui injeksi intralesi konsentrasi 1,5 IU/mL dengan interval bulanan sebanyak 2-6 sesi. Efek samping bleomisin antara lain nyeri lokasi injeksi, ulserasi, krusta, atrofi, dan hiperpigmentasi. Tidak ada efek samping sistemik yang dilaporkan dengan pemberian subkutan dosis kecil.[2,3,5]
Toksin Botulinum
Toksin botulinum adalah neurotoksin poten dari Clostridium botulinum. Toksin ini menghambat transmisi neuromuskular. Dengan mengurangi tegangan otot, siklus fibroblas dihentikan pada kondisi nonproliferatif dan ekspresi TGF-β1 dipengaruhi. Toksin botulinum diberikan melalui injeksi intralesi sebanyak 70-140 U.
Terapi diberikan dalam 3 sesi berjarak 1-3 bulan selama 3-9 bulan. Hasil terapi menunjukkan hasil yang baik dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi serta perbaikan dalam hal nyeri, gatal, dan konsistensi parut. Meskipun demikian, studi lain masih menunjukkan hasil yang inkonsisten. Terapi ini juga dibatasi oleh biayanya yang tinggi.[2,5]
Antihistamin
Obat golongan ntihistamin seperti cetirizin dapat ditambahkan dalam regimen terapi untuk mengurangi pruritus.[1]
Tacrolimus
Tacrolimus adalah imunosupresan yang dapat menekan proliferasi dan migrasi fibroblas serta produksi kolagen. Studi oleh Berman menunjukkan perbaikan klinis pada parut yang ditata laksana dengan salep tacrolimus 0,1% 2 kali sehari selama 12 minggu.[2]
Avotermin
Avotermin adalah rekombinan TGF-β3 manusia. Injeksi avotermin intradermal menghasilkan perbaikan penampilan dan ukuran parut dibandingkan kelompok plasebo. Analisis histologis menampakkan susunan kolagen yang lebih beraturan. Efek samping avotermin mencakup eritema dan edema.[2]
Asam Retinoat
Asam retinoat mengurangi produksi kolagen oleh fibroblas. Asam retinoat digunakan dengan sediaan 0,05% setiap malam selama 12 minggu menunjukkan efek perbaikan klinis pada uji klinis. Dermatitis kontak iritan merupakan efek samping potensial dari terapi ini.[2]
Tamoxifen
Tamoxifen adalah obat untuk terapi kanker payudara yang memiliki potensi efek antifibrotik. Studi pada parut hipertrofik menggunakan tamoxifen sitrat 0,1% menunjukkan perbaikan parut. Aplikasi klinis membutuhkan studi lebih lanjut.[2]
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis parut hipertrofik antara lain silikon, laser, tekanan, ekstrak bawang, cryotherapy, masase, hidrokoloid, fat graft, dan stem cell.[1-3,5,7-9]
Silikon
Silikon merupakan terapi lini pertama untuk parut hipertrofik. Sediaan silikon dapat berupa lembaran atau disebut juga sheet, atau dalam bentuk gel. Silikon sebaiknya digunakan 12–24 jam sehari selama 2 bulan. Silikon lebih dipilih karena faktor ketersediaan, biaya, dan minimnya efek samping.
Faktor yang membatasi penggunaan silikon adalah compliance pasien. Gel lebih sering dipilih karena kemudahan penggunaannya dibandingkan sheet. Silikon sheet menunjukkan perbaikan dalam ketebalan parut dan warna.[2,7]
Terapi Laser
Terapi laser sebaiknya dimulai sesegera mungkin bila eritema mulai timbul pada parut traumatik atau luka bakar. Terapi dapat dimulai setelah penyembuhan luka selesai dan kontraktur dapat disingkirkan.
Laser bekerja dengan merusak pembuluh darah sehingga membatasi sitokin inflamasi yang mencapai parut. Terapi laser efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping bila mengenai jaringan normal. Efek samping tersebut mencakup hiperpigmentasi, hipopigmentasi, melepuh, dan purpura setelah tindakan.[1,3,5]
Jenis laser yang umum digunakan sebagai terapi parut hipertrofik adalah PDL, IPL (intense pulsed light), laser CO2 terfraksinasi, dan YAG. Jenis yang direkomendasikan adalah PDL 585-nm, dengan jumlah studi pendukung lebih banyak daripada jenis laser lain.
Laser PDL diberikan 6-7,5 J/cm2 (spot 7 mm) atau 4,5-5,5 J/cm2 (spot 10 mm) sebanyak 2-6 sesi. Jenis laser lain yang banyak digunakan adalah Nd:YAG 1064-nm 14 J/cm2 (spot 5 mm) diulang setiap 3-4 minggu. Studi pada terapi laser ablatif fraksional masih menunjukkan hasil yang inkonsisten.[3,5,7]
Terapi Tekanan
Mekanisme kerja terapi tekanan adalah kompresi mekanik yang menginduksi hipoksia dan meregulasi MMP, sehingga mengurangi sintesis kolagen. Tekanan juga memberikan efek penipisan kulit dan mengurangi penempelan serabut kolagen.
Aktivasi mekanoreseptor akibat tekanan juga menginduksi apoptosis. Berdasarkan UICRSM, terapi tekanan memegang peranan sebagai terapi sekunder untuk parut moderat hingga parah. Terapi tekanan kurang efektif bila digunakan sendiri.[7,8]
Terapi tekanan dapat menggunakan kancing, anting tekanan, atau verband. Pressure garment dikenakan minimal 23 jam sehari selama 6-24 bulan dengan tekanan 20–40 mmHg. Terapi demikian sering menimbulkan masalah kenyamanan pada pasien. Efek samping lain mencakup ruam, erosi kulit, gatal, bengkak, deformitas tulang, dan bau.[2,8]
Ekstrak Bawang
Ekstrak bawang tidak menunjukkan perbedaan dengan petrolatum pelembab standar pada studi acak terkontrol. Efektivitas ekstrak bawang lebih rendah daripada silikon. Kombinasi ekstrak bawang dengan triamcinolone menunjukkan efek positif terhadap nyeri, gatal, dan elevasi parut.[2,7]
Cryotherapy
Cryotherapy telah digunakan sebagai terapi parut hipertrofik sebagai modalitas tunggal maupun kombinasi dengan metode lain, seperti injeksi kortikosteroid. Mekanisme kerja cryotherapy adalah nekrosis jaringan akibat kerusakan vaskuler. Metode aplikasi cryotherapy mencakup semprotan, kontak, atau jarum intralesi atau cryoprobe. Metode terakhir menunjukkan hasil paling optimal dengan reepitelisasi cepat.[5]
Cryoprobe intralesi juga mengkonsentrasikan suhu dingin dalam parut sehingga meminimalisasi pengaruh terhadap kulit sehat sekitar parut. Jenis sel yang berbeda memiliki sensitivitas berbeda terhadap suhu dingin, yaitu -4 hingga -7 derajat C untuk melanosit dan -30 hingga -35 derajat C untuk fibroblas. Karena itu, terapi ini dapat menyebabkan hipopigmentasi signifikan. Efek samping lain mencakup lepuh, nyeri lokal, dan hiperpigmentasi.[2]
Masase dan Hidrokoloid
Masase dan hidrokoloid dapat ditambahkan dalam regimen terapi untuk mengurangi pruritus. Masase dapat dilakukan secara manual atau mekanik seperti tekanan udara, pancuran. Terapi masase juga meningkatkan range of motion dan mengurangi kegelisahan pasien. Namun bukti terkait terapi ini lemah dan terbatas.[1,9]
Fat Graft Autolog atau Lipotransfer
Fat graft autolog atau lipotransfer ke dalam atau ke bawah luka menunjukkan efektivitas dengan efek samping minimal. Mekanisme kerja diduga melalui stem cell mesenkimal yang dibawa oleh jaringan lemak. Lemak diproses untuk membuang lipid dan sel darah kemudian diinjeksikan. Injeksi dapat dilakukan tiap 8-12 minggu dan diulang hingga 4 kali.[5,9]
Terapi Stem Cell Mesenkimal (MSC)
Terapi stem cell mesenkimal (MSC) untuk parut hipertrofik bekerja melalui efek imunomodulasi, antiinflamasi, dan antifibrosis. Metode aplikasi dan dosis yang digunakan bervariasi. MSC dapat diberikan melalui injeksi sistemik, injeksi lokal (intralesi, intradermal, atau subkutan), atau scaffold jaringan. Studi klinis jangka panjang masih diperlukan sebelum modalitas ini dapat diaplikasikan secara klinis.[5]
Pembedahan
Parut hipertrofik biasanya beregresi spontan atau merespon terapi konservatif, sehingga jarang membutuhkan revisi bedah. Terapi bedah efektif mengatasi gejala dengan cepat, tetapi memiliki risiko rekurensi. Revisi bedah direkomendasikan UICRSM bila setelah 12 bulan terapi konservatif tanpa perbaikan, atau bila pasien mengalami mobilitas sendi yang berkurang akibat kontraktur.[1,3,5,7]
Eksisi dan penutupan langsung dapat dilakukan pada parut kecil. Z-plasty atau W-plasty efektif mengurangi tegangan. S-plasty juga dapat digunakan untuk parut hipertrofik linear. Parut yang lebih lebar mungkin membutuhkan skin graft atau flap.
Metode lain yang dapat dipertimbangkan untuk menutup defek adalah ekspansi jaringan dan substitut dermal. Pembedahan selalu diupayakan untuk ditutup dengan tegangan yang minimal, untuk meminimalisasi inflamasi dan risiko rekurensi. Terapi bedah dapat dikombinasikan dengan terapi adjuvant, seperti kortikosteroid intralesi atau 5-FU, untuk menghindari rekurensi.[1,3,5,7,9]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri