Diagnosis Dermatitis Seboroik
Diagnosis dermatitis seboroik umumnya bisa ditegakkan secara klinis lewat anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Namun, pada kasus yang tampilan klinisnya tidak khas, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang seperti biopsi kulit atau kultur jamur untuk menyingkirkan diagnosis banding.[1,2,13]
Anamnesis
Pasien dermatitis seboroik datang dengan keluhan ruam kulit atau luka dengan rasa gatal hingga terbakar. Keluhan biasanya hilang timbul (intermiten). Keluhan dirasakan pada lokasi yang memiliki banyak kelenjar sebasea, seperti kulit kepala dan wajah. Dermatitis seboroik pada bayi biasanya asimtomatik tetapi sering disertai dermatitis atopi. Pada orang dewasa, keluhan gatal lebih sering dikeluhkan.[1,2,13]
Pasien juga mengeluhkan adanya sisik putih halus atau kerak kekuningan ketika lesi digaruk. Bentuk dermatitis seboroik yang paling ringan adalah varian noninflamasi yang biasa disebut sebagai pityriasis kapitis atau sicca. Bila terdapat keluhan yang dicurigai sebagai dermatitis seboroik parah yang muncul secara tiba-tiba, maka waspada dan lakukan anamnesis mendalam serta skrining HIV-AIDS.[1,2,13]
Gejala dermatitis seboroik muncul secara intermiten, dengan fase aktif berupa sisik atau terkelupasnya stratum korneum, rasa terbakar, atau rasa gatal, yang lalu hilang bergantian dengan fase inaktif. Fase aktif sering muncul saat musim dingin dan awal musim semi, sedangkan remisi tersering pada musim panas. Gejala yang muncul pada fase aktif dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi sekunder pada daerah lipatan paha dan kelopak mata [1,2,13]
Saat melakukan anamnesis, gali riwayat dermatitis yang lain, terutama dermatitis atopi pada bayi. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan autoimun perlu diperhatikan. Catat juga bila pasien memiliki obat yang rutin dikonsumsi karena beberapa obat bisa menginduksi atau memperparah dermatitis seboroik. Riwayat nutrisi dapat digali untuk mengetahui pola makan pasien karena pola diet juga diduga berhubungan dengan terjadinya dermatitis seboroik.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis dermatitis seboroik biasanya bisa ditegakkan secara klinis saat pemeriksaan fisik. Distribusi lesi merupakan gambaran klinis terpenting dari dermatitis seboroik, yakni predileksi pada daerah yang kaya kelenjar sebasea seperti kulit kepala dan wajah.[1,2]
Pada bayi, dermatitis seboroik dapat muncul pada kulit kepala, wajah, retroaurikular, lipatan tubuh, dan badan. Lesi generalisata sangat jarang terjadi pada bayi. Cradle cap merupakan manifestasi klinis yang paling umum terjadi. Pada bayi, dermatitis seboroik sering disertai adanya dermatitis atopi.[1,2,13]
Pada dewasa, dermatitis seboroik muncul berupa bercak eritema, dengan sisik yang lebar, berminyak, ataupun kering. Lesi terdapat pada area yang kaya sebum seperti muka (87,7%), kulit kepala (70,3%), tubuh bagian atas (26,8%), ekstremitas bawah (2,3%), dan ekstremitas atas (1,3%). Pruritus kadang dapat muncul terutama pada dermatitis di daerah kulit kepala.[1,2,13]
Pada bayi, dermatitis seboroik dapat bersifat asimtomatik dan dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, pada orang dewasa, kondisi ini cenderung kronis dan mudah kambuh. Jika terjadi komplikasi akibat infeksi sekunder bakteri, gambaran dapat berupa lesi kemerahan, eksudat, dan iritasi lokal yang semakin meningkat.[1,2,13]
Pada penderita supresi imun, dermatitis seboroik dapat muncul dengan gambaran lesi yang lebih luas dan intens, juga sulit disembuhkan dengan pengobatan. Dermatitis seboroik berat yang terjadi secara tiba-tiba dapat dicurigai sebagai manifestasi klinis awal pada penderita HIV/AIDS.[1,2,13]
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit kulit seperti bentuk dermatitis lain maupun psoriasis.[1,13]
Psoriasis
Lesi psoriasis tampak sebagai plak tebal kemerahan berbatas tegas yang dilapisi sisik berwarna keperakan. Pasien biasanya memiliki riwayat keluarga dengan psoriasis dan mungkin mengalami arthritis (10% pasien). Lesi biasanya melibatkan area ekstensor, palmar, plantar, kuku dan ekstensor. Psoriasis jarang terjadi pada anak-anak.[1,13]
Tinea Kapitis dan Tinea Korporis
Tinea kapitis dan tinea korporis merupakan infeksi jamur pada kulit kepala atau badan. Lesi tampak memiliki tepi aktif dan meninggi serta tertutupi oleh sisik. Lesi juga tampak memiliki central healing (bagian tengah lesi nampak normal). Pada anak, tinea kapitis bisa tampak sebagai gambaran black dots (batang rambut patah). Pemeriksaan KOH dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis tinea kapitis atau korporis.[1,13]
Rosacea
Rosacea terjadi pada area wajah, yakni berupa lesi papulopustul dan telangiektasis pada area malar, hidung, dan perioral dengan sedikit deskuamasi. Kulit eritema dan mengalami erupsi edematous berulang.[1,13]
Lupus Eritematosus Sistemik atau SLE
SLE fase akut bisa menunjukkan gambaran “butterfly rash” di area wajah. Pasien bisa mengalami fotosensitivitas. Dokter dapat melakukan pemeriksaan histologi dan serologi seperti ANA (antinuclear antibodies) untuk konfirmasi diagnosis.[1,13]
Dermatitis Atopi dan Dermatitis Kontak Alergi
Pada kasus dermatitis kontak alergi (DKA), inflamasi pada kulit muncul setelah kontak dengan substansi asing yang menyebabkan reaksi alergi tipe lambat. Sementara itu, pada kasus dermatitis atopi, keluarga pasien biasanya memiliki riwayat atopi.[1,13]
Tinea Versikolor
Pada tinea versikolor, lesi petaloid muncul pada batang tubuh dan bisa tampak sedikit eritema. Infeksi kulit ini disebabkan oleh Malassezia.[1,13]
Pemfigus Foliaceus
Lesi tampak eritem, bersisik, tererosi dengan rasa nyeri, dan berkrusta. Lesi pertama muncul pada wajah, diikuti lesi pada dada dan punggung.[1,13]
Pityriasis Rosea
Pityriasis rosea diawali dengan adanya herald patch (satu buah bercak bulat atau oval yang bersisik dengan tepi yang meninggi). Ada “Christmas-tree-distribution” dari papul-papul berwarna pink kekuningan di area tubuh dan ekstremitas proksimal.[1,13]
Sifilis Sekunder
Pada kasus sifilis sekunder, ada plak bersisik dan berwarna tembaga pada telapak tangan dan kaki. Lesi bisa disertai gejala flu-like syndrome dan adenopati general.[1,13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya hanya diperlukan bila manifestasi klinis dermatitis seboroik tidak khas dan ada kesulitan penegakan diagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan dengan tepat.
Biopsi kulit dapat dilakukan untuk menyingkirkan beberapa diagnosis banding, seperti psoriasis, dermatitis atopi, dan rosacea. Prosedur ini terutama dianjurkan bagi pasien yang mengalami exfoliative erythroderma.[1,2,13]
Gambaran histologi biasanya tidak spesifik. Pada fase akut, inflamasi terdapat pada area perifolikular dan perivaskular. Spongiosis dan hiperplasia psoriaform juga sering terlihat. Gambaran klasik seperti parakeratosis “bahu” dengan parakeratosis sekeliling pembukaan folikular juga bisa ditemukan. Neutrofil bisa terlihat pada pinggiran kerak.
Pada fase kronis, gambaran mirip dengan psoriasis, tetapi psoriasis dapat dibedakan dengan adanya akantosis regular, rete ridge yang menipis, eksositosis, parakeratosis, dan tidak adanya spongiosis.[1]
Kultur jamur dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tinea kapitis, walaupun pada orang dewasa jarang terjadi tinea kapitis. Pada pasien yang mengalami dermatitis seboroik yang parah dengan onset tiba-tiba, tes HIV perlu dipertimbangkan.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah