Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik
Penatalaksanaan dermatitis seboroik dimodifikasi berdasarkan usia pasien dan tingkat keparahan penyakit. Pilihan terapi farmakologis dapat berupa antifungal, kortikosteroid, keratolitik, dan emolien topikal, sedangkan intervensi nonfarmakologis dapat berupa edukasi untuk menghindari faktor pencetus seperti iritasi kulit.[1,2,13,14]
Perawatan yang dilakukan utamanya bertujuan untuk menghilangkan tanda klinis yang terlihat secara nyata, menghilangkan gejala yang mengganggu seperti gatal, dan mempertahankan remisi dalam jangka waktu yang lama. Parameter keberhasilan terapi adalah perbaikan gejala, tingkat kekambuhan, perubahan jumlah koloni Malassezia, kepuasan pasien, dan akseptabilitas kosmetik dari terapi.[1]
Karena mekanisme patogenik utama adalah aktivitas Malassezia, terapi yang paling umum digunakan adalah antifungal topikal dan antiinflamasi. Formulasi terapi baiknya mengandung komponen antifungal, keratolitik, antipruritus, dan antiinflamasi seperti kortikosteroid topikal dan inhibitor kalsineurin. Rotasi terapi terbukti lebih efektif dan lebih aman daripada monoterapi.[1,2]
Medikamentosa untuk Dermatitis Seboroik pada Orang Dewasa
Pilihan terapi medikamentosa disesuaikan dengan derajat keparahan, yakni dermatitis seboroik gejala ringan atau dermatitis seboroik gejala sedang-berat.
Gejala Ringan
Pada lesi kulit kepala yang ringan, obat lini pertama yang dapat dipilih adalah sampo ketoconazole 1–2%, sampo selenium sulfide 2,5%, sampo zinc pyrithione 1–2%, atau sampo asam salisilat 3%. Sementara itu, obat lini kedua bisa berupa losio hidrokortison 0,1%, salep alclometasone 0,05%, atau krim desonide 0,05%.
Pada lesi selain di kulit kepala, obat lini pertama dapat berupa krim ketoconazole 2%. Sementara itu, terapi lini kedua dapat berupa kombinasi antara krim ketoconazole 2% dan salep hidrokortison 1%.[13-17]
Gejala Sedang-Berat
Pada lesi kulit kepala yang sedang-berat, terapi lini pertama adalah kombinasi antara sampo ketoconazole 1–2% dan losio hidrokortison 0,1% atau krim desonide 0,05%.
Pada lesi sedang-berat selain kulit kepala, obat lini pertama adalah krim ketoconazole 2% yang dipadu dengan krim desonide 0,05% atau salep alclometasone 0,05%.[15,16]
Medikamentosa untuk Dermatitis Seboroik pada Bayi
Pada bayi, pilihan terapi medikamentosa disesuaikan dengan lokasi dermatitis seboroik, yakni di kulit kepala atau di kulit lain.
Lesi di Kulit Kepala
Untuk lesi di kulit kepala, obat lini pertama adalah emolien (white petroleum jelly) untuk penggunaan sehari-hari atau sampo ketoconazole 1–2% sebanyak 2–3 kali per minggu. Sementara itu, terapi lini kedua adalah krim hidrokortison 1% sebanyak 1 kali per hari selama total 7 hari.[15-17]
Lesi Selain di Kulit Kepala
Untuk lesi di bagian kulit yang lain, terapi lini pertama adalah emolien (white petroleum jelly) untuk penggunaan sehari-hari atau krim ketoconazole 2% sebanyak 1 kali per hari selama total 7 hari. Terapi lini kedua adalah krim hidrokortison 1% sebanyak 1 kali per hari selama total 7 hari.[15-17]
Pertimbangan Khusus saat Pemberian Medikamentosa
Kortikosteroid topikal potensi lemah seperti hidrokortison, desonide, dan mometasone furoate menunjukkan respons yang efektif untuk dermatitis seboroik fasial. Namun, penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan penipisan kulit dan telangiektasis. Efek samping tersebut harus dipantau secara ketat.[1,2,13,14]
Terapi oral dapat dipertimbangkan pada kasus yang berat, refrakter, atau tidak responsif terhadap terapi topikal. Opsi terapi oral adalah itrakonazol, flukonazol, dan terbinafine. Sebelum memberikan terapi oral, pastikan pasien tidak memiliki kontraindikasi seperti gangguan fungsi hati, jantung, atau ginjal.[1,2,13,14]
Terapi sistemik seperti isotretinoin oral dosis rendah hanya dibutuhkan pada lesi yang luas, berat, dan tidak responsif terhadap pengobatan topikal. Terapi dengan isotretinoin oral memiliki efek samping mukokutan yang signifikan.[1]
Intervensi Nonmedikamentosa untuk Dermatitis Seboroik
Pasien harus diberikan informasi bahwa dermatitis seboroik merupakan suatu kondisi kulit yang kronis dan berulang, sehingga memerlukan tindakan preventif. Pasien harus menghindari pencetus gejala dan iritasi dengan cara menghindari garukan berlebihan dan menghindari preparat keratolitik yang terlalu poten.[2,14]
Penulisan pertama oleh: dr. Athieqah Asy Syahidah