Penatalaksanaan Dermatitis Stasis
Penatalaksanaan pada dermatitis stasis bertujuan untuk memperbaiki insufisiensi vena, edema, inflamasi, lesi kulit, serta penyembuhan ulkus dengan bantuan terapi mekanis, farmakoterapi, dan pembedahan. Terapi bertujuan untuk mengontrol perkembangan penyakit dan memperbaiki kualitas hidup pasien, karena penyakit ini belum dapat disembuhkan.[1,2]
Tata Laksana Mekanik
Tata laksana mekanik meliputi penggunaan kompresi stocking dan elevasi tungkai. Meskipun masih menjadi terapi utama pada kasus inkompetensi vena kronis dan dermatitis stasis tetapi kepatuhan pada pasien terhadap terapi ini masih rendah sehingga hasilnya belum memuaskan. Selain itu, pasien tetap harus menjalani terapi mekanik meskipun gejala sudah membaik.[1,2,4]
Terapi Kompresi
Terapi kompresi dengan stocking atau perban hingga saat ini masih menjadi terapi utama pada penyakit vena. Suatu review sistematis melaporkan bahwa kompresi meningkatkan laju dan kecepatan penyembuhan ulkus serta perbaikan nyeri jika dibandingkan tanpa kompresi. Kompresi dapat memperbaiki keluhan nyeri, bengkak dan stasis kulit.[4]
Sebelum memberikan terapi kompresi pastikan tidak ada gangguan arteri pada pasien, karena dapat meningkatkan risiko klaudikasio dan kerusakan iskemik. Pasien harus diedukasi untuk menggunakan alat kompresi pada pagi hari sebelum bangun dari tempat tidur. Hal ini karena kompresi sebaiknya digunakan saat edema tungkai paling minimal sehingga lebih optimal.[5]
Terapi kompresi memiliki beberapa kesulitan di antaranya yaitu keluhan tidak nyaman akibat tungkai terasa panas, terutama pada daerah dengan cuaca panas dan lembab. Selain itu, kompresi mungkin kurang pas sehingga kompresi berlebihan dan mungkin menyebabkan eksaserbasi gatal, penurunan mobilitas, kesulitan pemakaian terutama pada lansia dan pasien obesitas.[4]
Selain menggunakan stocking dan perban, jika diperlukan, terapi kompresi dapat diberikan menggunakan perban elastis oleh profesional, sepatu boot khusus atau alat kompresi pneumatik. Penggunaan alat-alat ini memerlukan observasi rutin oleh ahli untuk rawat luka dan penggantian perban, sehingga pilihan ini sering menjadi beban bagi pasien karena biaya tinggi dan jadwal kontrol rutin.[4]
Meski terbukti efektif, terapi kompresi memiliki banyak kendala terutama terhadap kepatuhan pasien. Penggunaan berulang alat kompresi pada beberapa pasien dirasa merepotkan. Penggunaan yang kurang tepat karena terburu-buru atau elastisitas perban yang berkurang karena pemakaian berulang juga memengaruhi efektivitas. Karet sintetik pada stocking juga bisa mengakibatkan dermatitis kontak alergi (DKA).[2]
Elevasi Tungkai
Elevasi tungkai bertujuan untuk meningkatkan aliran vena. Terapi ini efektif untuk membantu menurunkan edema dan gejala vena. Meskipun mudah dan efektif tetapi kepatuhan pasien terhadap tindakan ini masih rendah. Elevasi tungkai saat tidur di malam hari menjadi paling efektif karena durasi yang panjang, sehingga pemasangan kompresi sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum turun ranjang.[4]
Medikamentosa
Hingga saat ini belum ada intervensi farmakologi yang spesifik untuk dermatitis stasis. Umumnya medikamentosa yang diberikan pada pasien dermatitis stasis bertujuan untuk menekan inflamasi yang juga ditemui pada kondisi dermatitis kronis lainnya. Pilihan terapi meliputi terapi topikal dan terapi sistemik.
Terapi Topikal
Obat topikal yang diberikan pada kasus ini umumnya merupakan regimen pengobatan eksim, di antaranya adalah kortikosteroid topikal potensi sedang-tinggi dan inhibitor kalsineurin (TCIs) topikal untuk mengurangi inflamasi dan gatal.[4]
Kortikosteroid topikal yang umumnya digunakan yaitu golongan potensi sedang dan tinggi seperti triamcinolone acetonide. Penggunaan secara intermiten dapat membantu mengurangi keluhan pruritus. Namun, penggunaan dalam waktu yang lama berisiko mengakibatkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. Kortikosteroid juga berisiko mengakibatkan sensitisasi kontak.[2,4]
Inhibitor kalsineurin topikal (TCIs) menjadi pilihan lain karena efektivitasnya terhadap dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid. TCIs yang sering digunakan yaitu pimecrolimus dan tacrolimus. TCIs mengakibatkan rasa nyeri terbakar pada area yang dioles serta peringatan terhadap kasus malignansi (limfoma), meskipun tidak ada hubungan sebab-akibat yang terkonfirmasi.[4]
Sebuah inovasi terapi topikal berupa balutan khusus (misalnya Unna boot) yang terbuat dari perban yang mengandung zinc oxide yang bersifat melembabkan. Balutan tersebut bersifat sebagai kompresi non-elastis yang mengandung obat topikal untuk dermatitis stasis. Obat topikal yang telah terkandung pada balutan dapat dikombinasikan dengan obat topikal lain seperti kortikosteroid.[2]
Baru-baru ini crisaborole yang merupakan suatu inhibitor fosfodiesterase 4 topikal disetujui sebagai terapi untuk dermatitis atopik pada beberapa negara. Fosfodiesterase 4 merupakan suatu enzim nonreseptor intraseluler yang memodulasi inflamasi. Peneliti memahami bahwa menghambat proses inflamasi merupakan pendekatan terbaik untuk perbaiki tanda dan gejala dermatitis.[4]
Crisaborole dimetabolisme secara cepat menjadi metabolit inaktif sehingga dinilai mampu mengurangi paparan sistemik dan menurunkan risiko efek samping buruk. Sehingga inhibitor fosfodiesterase topikal dianggap mampu menjadi suatu terapi inhibisi inflamasi yang lebih tepat sasaran dan sekaligus menghindari efek samping yang tidak diinginkan.[2]
Keluhan gatal pada kasus dermatitis stasis tidak dapat berkurang dengan pemberian antihistamin karena mediator inflamasi yang terlibat pada mikrosirkulasi seperti IL-31 tidak responsif terhadap antihistamin, sehingga digunakan kortikosteroid topikal untuk mengurangi keluhan gatal.[1,4]
Semantara untuk pencegahan infeksi, adanya ekskoriasi maupun erosi terbuka harus segera diobati dengan antibiotik topikal seperti basitrasin atau polysporin. Impetigo superfisial harus segera diterapi dengan antibiotik topikal seperti mupirocin atau antibiotik oral yang efektif terhadap spesies Staphylococcus dan Streptococcus seperti dicloxacillin, cephalexin, cefadroxil, dan levofloxacin.[5]
Terapi Sistemik
Di samping itu, pengobatan sistemik berupa obat venoaktif dan antiinflamasi kuat. Obat venoaktif merupakan pilihan terapi untuk kondisi insufisiensi vena kronis. Obat venoaktif dapat diberikan untuk mengurangi edema. Obat ini menurunkan permeabilitas kapiler, meningkatkan tonus vena, menurunkan viskositas darah dan meningkatkan drainase limfa.[2,4]
Obat venoaktif (VAD) sebagian besar merupakan ekstrak flavonoid dari tumbuhan, serta obat sintetis dengan sifat yang sama. Obat venoaktif misalnya flavonoid, saponin, kalsium dobesilat, ekstrak daun red vine dan agen reologik seperti aspirin dan pentoksifilin memengaruhi tegangan dinding vena dan aliran darah. Tabel 2 merangkum obat venoaktif yang tersedia.[6]
Tabel 2. Rangkuman Obat Venoaktif (VAD
Golongan | Zat | Sumber Zat | Tingkat rekomendasi |
Gamma-benzopiron (flavonoid) | ● Diosmin ● MPFF* ● Rutin dan rutoside ● HR* | ● Citrus spp. ● Rutaceae aurantiae ● Sophora japonica ● Eucalyptus spp. | 1 1 1 1 |
Saponin | ● Escin ● Ekstrak ruscus | ● Horse chestnut ● Butcher’s broom | 1 1 |
Ekstrak tumbuhan lain | ● Anthocyanin ● Proanthocyanidin ● Centella asiatica | ● Bilberry ● Pinus, Vitis vinifera ● Centella, Gotukola | 2C 2C - |
Produk sintetik | ● Kalsium dobesilat ● Naftazone | ● Sintetik ● Sintetik | 2 - |
*MPFF: micronized purified flavonoid fraction; HR: 0-(β-Hydroxyethyl)-rutosides (troxerutin).
Sumber: Yun S. 2021.
Pentoksifilin oral sering digunakan dengan atau tanpa kompresi untuk menurunkan keluhan nyeri tungkai dan meningkatkan laju penyembuhan ulkus vena. Pentoksifilin merupakan suatu inhibitor agregasi trombosit yang menurunkan viskositas darah dan memperlancar mikrosirkulasi. Pentoksifilin diketahui efektif sebagai terapi ulkus vena dengan kombinasi terapi kompresi.[2]
Diosmin merupakan suatu glikosida flavon yang diturunkan dari hesperidin flavonoid yang bersumber dari sitrus. Zat ini merupakan flavonoid dengan sifat venotonik, antiinflamasi, antidiabetes, antikanker, dan antioksidan yang banyak diteliti. Diosmin tersedia sebagai micronized purified flavonoid fraction (MPFF), yang mengandung diosmin hingga 90%.[4]
Escin, suatu ekstrak biji tumbuhan horse chestnut yang menstimulasi prostaglandin-F, digunakan untuk meningkatkan gejala insufisiensi vena kronis dalam jangka pendek. Obat venoaktif lainnya, MMPF, menunjukkan potensi yang lebih dari obat venoaktif lainnya dalam menurunkan edema pergelangan kaki.[2]
Hydroxyethylrutoside (HR) dapat digunakan untuk memperbaiki gejala insufisiensi vena kronis, termasuk nyeri, kram, dan rasa berat pada tungkai. HR merupakan suatu campuran standar dari flavonoid semi-sintetik yang diturunkan dari hidroksilasi zat alami rutin. Cara kerja HR yaitu mampu menghambat filtrasi kapiler dengan menurunkan permeabilitas mikrosirkulasi.[2]
Sementara obat antiinflamasi yang secara spesifik menargetkan jalur inflamasi meliputi inhibitor janus kinase (JAK), inhibitor fosfodiesterase 4 (PDE4), dan imunosupresi. Pilihan obat imunosupresi dengan sifat antiinflamasi di antaranya adalah azathioprine, cyclosporin, dan mycophenolate mofetil. Sedangkan delgocitinib, suatu inhibitor JAK, juga diketahui dapat digunakan.[3]
Pembedahan
Terapi bedah dapat dilakukan jika terapi konservatif gagal. Tujuan terapi bedah adalah memperbaiki sebab utama dari refluks vena. Terdapat dua metode utama yaitu metode bedah terbuka dan invasif minimal. Namun, saat ini metode bedah terbuka digantikan dengan prosedur yang lebih minimal invasif.[2,4]
Metode invasif minimal di antaranya adalah endovenous thermal ablation, ambulatory phlebotomy, dan ultrasound-guided foam sclerotherapy. Pada pasien dengan fistula arteriovenous atau inkompetensi perforasi dapat dilakukan ligasi pembuluh darah untuk memperbaiki hipertensi vena yang terjadi.[5]
Prosedur invasif minimal memiliki keuntungan daripada metode bedah terbuka seperti nyeri pascaoperasi lebih rendah, pemulihan lebih cepat, biaya lebih efisien dan efikasi yang lebih baik. Namun, kekambuhan dan risiko komplikasi lebih tinggi.[2,4]
Perubahan warna kulit akibat penumpukan hemosiderin sulit untuk dihilangkan dengan terapi topikal. Beberapa penelitian menunjukkan perbaikan pada warna kulit setelah dilakukan tindakan intense pulsed light (IPL).[5]
Terapi Suportif
Pendekatan suportif yang sering digunakan bersamaan dengan terapi mekanis meliputi perawatan kulit, olahraga, manajemen berat badan, dan diet rendah garam.[4]
Perawatan Kulit
Perawatan kulit pada dermatitis stasis dapat membantu pemulihan dan mencegah perburukan dengan memakai pembersih non-sabun, pemberian preparat pelindung dan pelembab ringan. Direkomendasikan untuk menjaga kelembaban dengan penggunaan preparat emolien untuk mencegah kulit kering yang menyebabkan xerosis.[2]
Manajemen Berat Badan
Manajemen berat badan yang baik dapat menurunkan beban pada tungkai bawah sehingga mengurangi hipertensi vena. Manajemen berat badan dapat dimulai dengan menjaga pola makan yang seimbang dan melakukan olahraga yang tepat.[4]
Olahraga
Olahraga meningkatkan gerakan sendi pergelangan kaki dan menguatkan pompa otot pada area betis, sehingga memperbaiki hemodinamik dan mencegah perburukan penyakit. Penelitian menunjukkan pasien yang patuh mengikuti program olahraga memiliki laju penyembuhan lebih cepat dari pasien yang tidak patuh.[4]
Diet Rendah Garam
Diet rendah garam diharapkan dapat mengurangi retensi cairan dan mengurangi edema pitting pada tungkai bawah.[4]