Diagnosis Herpes Simpleks
Diagnosis herpes simpleks dicurigai pada pasien dengan ve keluhan lesi berupa vesikel berkelompok yang berada di dasar yang eritem yang kemudian menjadi pustula, erosi, serta ulserasi di bagian vesikel yang pecah. Sebelum lesi muncul, umumnya pasien mengalami gejala prodromal seperti malaise, anoreksia, demam dan limfadenopati.
Pemeriksaan penunjang seperti tes Tzank ataupun PCR dapat dipertimbangkan untuk mengkonfirmasi diagnosis pada kasus dimana lesi atipikal.[3,12]
Anamnesis
Gejala akan muncul antara tiga hari sampai satu minggu setelah terpajan herpes simplex virus (HSV). Pasien umumnya akan mengalami gejala prodromal khas virus, seperti malaise, anoreksia, demam, limfadenopati, nyeri yang terlokalisasi, rasa terbakar, atau berdenyut sebelum munculnya lesi.
Pasien kemudian akan mengeluhkan timbulnya vesikel berkelompok yang berada di dasar yang eritem. Vesikel tersebut kemudian akan menjadi pustula, erosi, dan ulserasi di bagian vesikel yang pecah. Dalam 2 sampai 6 minggu, lesi akan ditutupi oleh krusta dan gejala akan menghilang.
Infeksi Rekuren
Pada herpes simpleks rekuren, gejala biasanya lebih ringan. Reaktivasi umumnya bergantung pada imunitas tubuh, walaupun kekerapan reaktivasi akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Beberapa faktor fisiologis dan lingkungan yang dapat merangsang terjadinya reaktivasi virus adalah demam, paparan sinar Ultraviolet, menstruasi, stress, atau trauma. Pada herpes orolabialis, umumnya infeksi rekuren akan menyerang daerah vermillion border dari bibir.[3,12]
Herpes Genitalis
Pada herpes genitalis manifestasi klinis yang dapat digali dari anamnesa antara lain adalah sindrom klasik berupa munculnya sekelompok papul eritema bilateral, vesikel ataupun ulkus pada genitalia eksterna, perianal, ataupun bokong pasien yang muncul dalam 4-7 hari setelah pajanan seksual. Sindrom klasik ini hanya muncul pada 10–25% kasus infeksi primer.
Pasien umumnya mengeluhkan nyeri genitalia dan rasa gatal. 80% kasus pada wanita melaporkan adanya disuria. Gejala konstitusional, seperti demam, nyeri kepala, myalgia, dan malaise juga sering menjadi penyerta.[13,14]
Setelah 2-3 minggu, lesi baru akan muncul dan lesi lama berubah menjadi pustula yang kemudian bergabung menjadi ulkus, berkeropeng, lalu sembuh. Lesi pada bagian mukosa genital bisa saja membentuk ulkus tanpa pembentukan vesikel sebelumnya. Presentasi atipikal dari HSV tipe 2 dapat berupa erosi kecil dan fisura, serta disuria atau uretritis, tanpa timbulnya lesi kulit.[13]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada orolabial herpes akan menunjukkan adanya cold sore atau lepuhan demam berupa vesikel yang muncul berkelompok di atas daerah yang eritem. Lesi ini akan terasa sangat nyeri. Lesi HSV-1 memiliki predileksi di daerah mulut dan bibir.
Pada herpes genitalis, gambaran vesikel yang nyeri ataupun lesi bentuk ulkus mungkin akan tampak mirip dengan chancroid ataupun sifilis. Selain itu, dapat pula ditemukan limfadenopati inguinal. Lesi pada saluran uretra, bisa saja memberikan keluhan berupa retensi urin transien pada wanita.[4,14]
Diagnosis Banding
Herpes simpleks perlu dibedakan dengan penyakit tangan kaki mulut atau hand, foot, and mouth disease, sifilis, serta chancroid.
Penyakit Tangan, Kaki, Mulut
Pada penyakit tangan kaki mulut, gejala yang timbul bersifat eruptif. Lesi dapat muncul di regio oral berupa stomatitis, namun juga dapat mengenai ekstremitas. Pasien biasanya anak-anak di bawah usia 5 tahun. Penyakit ini bersifat swasirna pada individu imunokompeten.
Sifilis
Pada sifilis, gejala yang pertama timbul adalah chancre yang akan menghilang sendiri. Setelah itu, akan muncul lesi berbentuk polimorfik yang tidak gatal, sering kali disertai pembesaran kelenjar getah bening generalisata.
Chancroid
Pada chancroid akan didapatkan ulkus genitalia yang sangat nyeri, berbatas tegas, tanpa indurasi, dengan eksudat berwarna kekuningan atau abu-abu. Lesi ini akan mudah berdarah jika dikerok.[2,3,15]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis herpes simpleks dapat ditegakkan secara klinis. Pada keadaan sulit untuk menentukan diagnosis suatu lesi atau ulkus pada genitalia disebabkan oleh infeksi HSV atau bukan, bisa dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang.
Kultur
HSV dapat dikonfirmasi dengan baik melalui isolasi virus. Hasil bisa didapatkan setelah inokulasi selama 48 jam. Pewarnaan imunofluoresensi dari jaringan kultur sel dapat digunakan untuk membedakan HSV tipe 1 dan 2.[2]
Tes Tzank
Karakteristik perubahan sitologi yang disebabkan oleh HSV dapat kita amati melalui tes Tzank. Akan tetapi prosedur ini tidak dapat membedakan HSV tipe 1 dan 2. Multinucleated giant cells dan sel epitel yang mengandung eosinophilic intranuclear inclusion bodies menandakan adanya infeksi HSV.[2]
Polymerase Chain Reaction
Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa adanya HSV DNA pada spesimen melalui metode polymerase chain reaction (PCR). PCR lebih sensitif daripada kultur dan lebih dipilih untuk mendeteksi infeksi HSV di sistem saraf pusat dan okuler.[2]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi sering dilakukan, tetapi manfaatnya secara klinis terbatas. Pemeriksaan serologi yang positif tidak dapat menentukan apakah infeksi bersifat akut atau tidak.[2]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri