Pendahuluan Impetigo
Impetigo adalah infeksi kulit piogenik yang umumnya disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Impetigo bersifat menular dan paling banyak terjadi pada anak usia 2–5 tahun.[1,2]
Berdasarkan proses terjadinya, impetigo dapat dibagi menjadi dua, yakni impetigo primer yang disebabkan invasi langsung bakteri pada kulit normal, dan impetigo sekunder yang terjadi karena adanya penyakit kulit lain yang mengganggu integritas struktur kulit, misalnya skabies dan dermatitis atopik.[1]
Berdasarkan jenis lesi kulit, impetigo dapat dibagi menjadi impetigo bulosa dan nonbulosa. Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh S.aureus, dan ditandai dengan bula yang predileksinya daerah lipatan, seperti ketiak dan inguinal. Pada impetigo non-bulosa, lesi kulit yang timbul awalnya adalah vesikel yang mudah pecah, kemudian lesi akan mengering dan meninggalkan plak berwarna keemasan.[2,3]
Impetigo dapat didiagnosis secara klinis, melalui anamnesis untuk mengetahui riwayat timbulnya lesi dan faktor risiko, serta melalui pemeriksaan fisik, misalnya honey colored crust pada impetigo non-bulosa, dan adanya bula atau kolaret pada impetigo bulosa. Pemeriksaan penunjang berupa kultur dapat berguna untuk mengidentifikasi organisme, jika dicurigai terjadi resistensi antibiotik.[2]
Antibiotik topikal, seperti mupirocin dan asam fusidat, adalah tata laksana pilihan pada impetigo. Antibiotik sistemik, misalnya klindamisin dan eritromisin, dapat diberikan pada manifestasi yang lebih luas atau infeksi yang berat.[2]
Edukasi pada pasien impetigo ditekankan terhadap higienitas diri dan menghindari kontak dengan orang lain untuk mencegah penularan. Pasien sebaiknya tidak menyentuh lesi kulit, dan mencuci tangan dengan air dan sabun jika menyentuh lesi. Pasien juga tidak boleh menggunakan barang-barang pribadi, seperti handuk dan pakaian, bersama dengan orang lain. Anak-anak sebaiknya tidak masuk sekolah hingga telah diberikan antibiotik selama 24–48 jam.[4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra