Penatalaksanaan Moluskum Kontagiosum
Penatalaksanaan moluskum kontagiosum pada individu imunokompeten sangat jarang diperlukan karena penyakit bersifat self-limiting dan dapat mengalami resolusi spontan dalam waktu 6-12 bulan. Tinjauan Cochrane tahun 2017 menyatakan bahwa tata laksana tidak diperlukan, dan bukti ilmiah terkait intervensi destruktif dan agen topikal masih sangat rendah.[1,2,5,7,13,15]
Tata laksana moluskum kontagiosum biasanya hanya diberikan pada pasien dewasa yang aktif secara seksual untuk mencegah penularan penyakit lebih luas dan pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV agar dapat menekan progresi keparahan penyakit. Terkadang tata laksana dilakukan atas permintaan pasien karena alasan kosmetik.[1,2,5,7,13,15]
Terapi Mekanis
Tata laksana mekanis adalah tata laksana lini pertama moluskum kontagiosum. Metode destruktif yang dapat digunakan adalah dengan kuret, cryotherapy, atau laser. Kuret merupakan metode yang paling efektif pada lesi dengan jumlah sedikit pada satu daerah anatomis.[1,2,5]
Penggunaannya tidak disarankan pada penderita imunokompromais karena luka akibat tindakan dapat menimbulkan infeksi sekunder, dan meningkatkan risiko penyebaran lesi ke seluruh tubuh. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri, pigmentasi kulit, dan eritema.[1,2,5]
Terapi Kimiawi
Semua agen topikal kimia bertujuan untuk merangsang reaksi inflamasi sehingga mempercepat resolusi. Studi mengenai efikasi agen topikal kimia pada moluskum kontagiosum masih sedikit sehingga penggunaannya perlu menimbang kelebihan dan kekurangannya, terutama efek samping yang ditimbulkan.[2,5,14]
Kantaridin
Pada anak-anak yang takut dengan tindakan kuret atau nyeri yang dihasilkan, agen topikal kimia seperti kantaridin 0,9% dapat digunakan. Pengolesan kantaridin pada lesi bertujuan membentuk lepuhan yang akan menghilangkan lesi.[2,5,17]
Kantaridin dioleskan pada pada lesi selama 4 jam kemudian dibilas dan salep antibiotik dioleskan pada lesi untuk mencegah infeksi sekunder. Terapi ini dapat diulang setelah 3-4 minggu bila lesi masih bertahan. Aplikasi kantaridin dilakukan oleh dokter.[2,5,17]
Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri ringan, rasa terbakar, lepuhan, hiperpigmentasi dan hipopigmentasi pascainflamasi.[2,5,17]
Podophyllin
Podophyllin merupakan agen antimitotik yang tersedia dalam bentuk resin 10%-25% dan krim 0,3% atau 0,5%. Podophyllin dapat dioleskan 2 kali sehari selama 3 hari pertama dan diobservasi dalam 1 minggu pemakaian. Bila lesi belum hilang, terapi dengan frekuensi pengolesan yang sama dilanjutkan selama 3 minggu.[1,2,5]
Podophyllin tidak boleh diberikan pada anak-anak dan dikontraindikasikan pada wanita hamil. Efek samping yang dapat terjadi adalah eritema, rasa terbakar, gatal, dan erosi.[1,2,5]
Lainnya
Selain kantaridin dan podophyllin, agen topikal kimia lain yang dapat digunakan adalah krim asam retinoid 0,5%, krim benzoil peroksida (BPO) 10%, larutan kalium hidroksida (KOH) 5-10%, gel asam salisilat 12%, fenol 10%, dan asam trikloroasetat 10%.[1,5,13]
Penggunaan krim retinoid seperti dan BPO dilakukan 2 kali sehari selama 4 minggu, tetapi modalitas ini dapat menimbulkan dermatitis ringan. Penggunaan larutan KOH sendiri dengan konsentrasi 10% dilaporkan menimbulkan efek serius pada penelitian sementara pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan depigmentasi.[1,5,13]
Asam salisilat merupakan agen keratolitik yang sering digunakan pada tata laksana moluskum kontagiosum namun dilaporkan menimbulkan efek samping seperti iritasi lokal dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai pembersihan lesi.[1,2,5]
Modulator Imun
Modulator imun merangsang respons imun terhadap infeksi molluscum contagiosum virus (MCV). Imiquimod merupakan imunomodulator topikal yang bekerja dengan menstimulasi sistem imun adaptif dan innate sehingga menyebabkan pelepasan sitokin dan meningkatkan maturasi sel Langerhans. Imiquimod 5% tersedia dalam bentuk krim yang dioleskan selama 8 jam per hari sebanyak 3-5 kali per minggu dengan durasi pemberian hingga 16 minggu.[1,2,13]
Selain imiquimod, zat lain yang termasuk dalam modulator sistem imun dan dapat digunakan untuk penatalaksanaan moluskum kontagiosum, antara lain tretinoin, interferon alfa atau beta, dan simetidin.[1,2,13]
Antivirus
Antivirus diberikan pada pasien imunokompromais dengan lesi besar dan sulit diterapi dengan regimen lainnya. Antivirus yang banyak digunakan adalah cidofovir yang bekerja sebagai analog deoksisitidin monofosfat. Cidofovir tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 1% dan 3%, serta cairan intravena, namun pemberian intravena berisiko menimbulkan efek nefrotoksisitas.[1]
Krim cidofovir 3% diberikan 1 kali setiap hari, 5 hari per minggu selama total 8 minggu. Jika digunakan cidofovir 1% dapat diberikan 1 kali per hari, selama 5 hari per minggu, dengan lama pemberian 2 minggu, dan diulangi setelah 1 bulan jika perlu.[1]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja