Diagnosis Rambut Rontok
Diagnosis rambut rontok dimulai dari anamnesis yang terarah meliputi awitan gejala, pola kebotakan, riwayat komorbid, konsumsi obat sebelumnya, serta adakah kebiasaan mencabut rambut.
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui pemeriksaan umum yakni pemeriksaan rambut dan kulit secara menyeluruh maupun jarak dekat dengan bantuan dermatoskopi, dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus.[2,3]
Diagnosis dari rambut rontok bertujuan untuk mengetahui tipe dan penyebab yang mendasari kerontokan sehingga terapi dapat dilakukan secara tepat.[2]
Anamnesis
Anamnesis rambut rontok yang baik dapat memberikan gambaran kerontokan yang dapat menunjang diagnosis. Hal yang perlu diperhatikan saat anamnesis meliputi:
- Awitan gejala dapat membedakan gejala rambut rontok yang dialami bersifat kongenital atau didapat (acquired disorder)
- Lokasi kerontokan perlu ditanyakan untuk menentukan pola kerontokan apakah bersifat difus, fokal atau patchy
- Bila memungkinkan, tanyakan perkiraan banyaknya helai rambut yang rontok, karena kerontokan 50-150 helai per hari masih dianggap normal
- Gejala yang dialami selain kerontokan seperti pruritus dapat ditemukan pada dermatitis seboroik dengan alopesia androgenetik
- Riwayat konsumsi obat atau kemoterapi serta riwayat penyakit seperti lupus, infeksi, hipo atau hipertiroid, gangguan jiwa atau ansietas, gangguan hormon juga perlu ditanyakan untuk menilai etiologi serta tipe kerontokan
- Riwayat kerontokan dari keluarga
- Pola hidup seperti diet, pola perawatan rambut sehari-hari serta kebiasaan menarik rambut dapat menggambarkan faktor resiko dari kerontokan[1,3,16]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh dan pemeriksaan jarak dekat terlebih dahulu, diikuti dengan pemeriksaan khusus lainnya seperti hair pull test, hair card test, dan tug test.[1]
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan inspeksi pada rambut dan kulit kepala dilakukan secara bertahap yaitu melalui pemeriksaan secara menyeluruh hingga pemeriksaan close-up atau jarak dekat dengan bantuan dermatoskopi.
Pastikan pasien berada dalam posisi duduk tegak, dan pemeriksa harus bisa melihat kondisi kepala secara menyeluruh. Apabila pasien menggunakan topi, jepitan rambut atau extension rambut, sebaiknya diminta untuk dilepas terlebih dahulu.[1,3]
Pemeriksaan Menyeluruh:
Pada pemeriksaan secara menyeluruh, dilakukan inspeksi menyeluruh pada kulit kepala pasien. Apabila kulit kepala pasien tampak jelas, maka sudah dapat disimpulkan bahwa densitas rambut berkurang sebanyak 50%.
Gunakan ujung jari untuk melakukan goresan sagital pada rambut dimulai dari bagian garis rambut sisi frontal ke arah crown lalu kemudian dari oksiput ke arah crown. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan pattern dan distribusi dari rambut rontok.[1]
Pemeriksaan Jarak Dekat:
Pada pemeriksaan jarak dekat, pemeriksa dapat menggunakan kaca pembesar atau dermatoskop. Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan jarak dekat adalah kondisi batang rambut, rambut yang rusak, follicular markings yang khas pada tipe nonscarring, eritema pada kulit, depigmentasi, atrofi, krusta, telangiektasis, dan flakes.[1]
Selain dengan pemeriksaan menggunakan dermatoskop, dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan lampu Woods untuk membantu dalam mencari tanda-tanda infeksi jamur.[3,16]
Pemeriksaan Khusus
Pada pemeriksaan khusus terdapat beberapa macam tes yang bisa dilakukan yakni seperti seperti hair pull test dan hair card test.[1,3]
Hair Pull Test:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan secara perlahan menggenggam sebanyak 40-60 helai rambut dengan menggunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah, kemudian secara lembut tarik keatas atau menjauhi kepala, ulangi proses ini pada 4 bagian kepala yaitu area frontal, oksiput, dan bitemporal.
Positif pull test jika 4-6 helai rambut ikut tercabut. Hasil positif hair pull test terjadi pada kondisi telogen effluvium, anagen effluvium, alopesia androgenetik, dan alopesia areata.[1,2]
Hair Card Test:
Pada pemeriksaan hair card test dibutuhkan kertas berukuran 8 x 12 cm, pada 1 sisi berwarna putih, dan sisi lainnya berwarna hitam. Letakkan kertas di kulit kepala, berlawanan dengan batang rambut.
Dari pemeriksaan ini bisa dilihat karakteristik dari rambut pasien, apakah rambut rusak atau bisa dilihat apakah ada rambut baru yang bertumbuh.[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding rambut rontok ditentukan berdasarkan dua kategori utama yakni rambut rontok tipe scarring dan non-scarring. Pada tipe scarring, folikel rambut rusak secara permanen.[2] Kerontokan tipe non-scarring lebih sering ditemui dan bersifat reversibel.
Rambut Rontok Tipe Scarring
Pada rambut rontok tipe scarring, terbagi menjadi 3 kategori yakni sebagai berikut.[1,2]
Tinea Kapitis:
Tinea kapitis disebabkan oleh infeksi dermatofit pada batang rambut dan folikel paling sering terjadi pada anak-anak. Pola kerontokan ini berupa patchy hair loss dengan atau tanpa scaling.
Alopesia Mucinosa:
Alopesia mucinosa disebabkan oleh penumpukan materi musinosa pada folikel rambut dan kelenjar sebasea, sehingga memicu proses inflamasi yang menghambat pertumbuhan rambut. Tampak papul dan nodul multipel yang menginfiltrasi kulit kepala, berwarna seperti warna kulit.
Alopesia Neoplastika:
Alopesia neoplastika disebabkan oleh metastasis kutaneus dan infiltrasi oleh sel kanker pada rambut kepala, melalui jalur hematogen, yang berasal dari organ primer seperti payudara, paru-paru dan genitourinary. Tanda klinis tipe kerontokan ini dapat berupa lesi tunggal atau multipel, berbentuk patch, nodule atau plaque.[14]
Rambut Rontok Tipe Non-Scarring (Reversibel)
Sedangkan rambut rontok tipe non-scarring terbagi menjadi 6 kategori yakni sebagai berikut.[2]
Alopesia Areata:
Alopesia areata diduga berkaitan dengan penyakit autoimun. Rambut rontok tidak terbatas pada rambut, melainkan bisa terjadi pada area tubuh lainnya seperti wajah, trunkus, dan ekstremitas tubuh.
Bila kebotakan terjadi di seluruh area kepala maka disebut sebagai alopesia totalis. Pada kebotakan yang terjadi pada seluruh area tubuh, disebut sebagai alopesia universalis.[2]
Tipe ini memiliki pola kerontokan jenis patchy hair loss, rambut pendek-pendek dan tipis (velus), bintik kuning atau hitam pada kulit kepala, dan batang rambut yang rusak.[11]
Alopesia Androgenetik:
Alopesia androgenetik merupakan rambut rontok yang disebabkan oleh gangguan hormon androgen. Pada laki-laki, penipisan terjadi di area temporal dan frontal dengan sisa rambut terbatas pada area oksiput.
Sedangkan pada wanita atau yang disebut tau female pattern hair loss (FPHL), rambut rontok berpola difusa pada area vertex atau sentral kepala dengan sisa rambut pada area garis frontalis.[1-3]
Telogen Effluvium:
Pada telogen effluvium, terjadi perubahan siklus rambut dari fase anagen langsung ke telogen disebabkan oleh penyakit hipo atau hipertiroid, stress, hamil, diet, gizi buruk.
Kondisi ini juga diduga disebabkan obat-obatan seperti allopurinol, metoprolol, dan amphetamine.
Pola kerontokan tipe telogen effluvium berupa difus, khas membentuk gumpalan saat rambut disisir atau saat mandi.[2,5]
Alopesia Traumatik:
Alopesia traumatik disebabkan oleh penarikan paksa pada rambut yang sering terjadi pada pasien anak. Tipe kerontokan ini juga meliputi trikotilomania yakni kebiasaan suka mencabuti rambut
Kerontokan terjadi pada area yang sering mendapat tekanan atau tarikan, biasanya di area perbatasan kulit kepala atau area frontoparietal kepala.[6]
Anagen Effluvium:
Anagen effluvium disebabkan oleh obat kemoterapi, dimana terjadinya kerontokan rambut pada fase anagen. Pada tipe ini, pola kerontokan berjenis difusa, muncul terutama setelah ada riwayat kemoterapi.[1,2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya diperlukan jika dicurigai adanya penyakit penyerta yang mendasari, terutama apabila terjadi diffuse hair loss atau alopesia androgenetik.
Pemeriksaan penunjang meliputi darah lengkap, hormon seperti tiroid, testosterone, estrogen, panel besi, hingga autoantibodi. Pemeriksaan tersebut mungkin diperlukan dalam mencari etiologi dari penyakit sistemik seperti autoimun, hipotiroid, gangguan hormonal, hingga anemia defisiensi besi.[2]
Apabila dicurigai adanya infeksi jamur, maka pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) bisa dilakukan. Pada kasus keganasan, pemeriksaan pencitraan seperti X-ray dan MRI bisa dilakukan untuk menentukan stadium dari penyakit.
Apabila terdapat fasilitas memadai, pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa dilakukan adalah biopsi kulit yang bertujuan untuk membedakan tipe rambut rontok. Namun karena sifatnya invasif pemeriksaan ini jarang dilakukan.[2]