Patofisiologi Rambut Rontok
Patofisiologi rambut rontok meliputi proses terjadinya gangguan pada siklus pertumbuhan rambut. Selain itu, kerusakan pada batang rambut akibat paparan eksogen dari luar juga mengakibatkan rambut menjadi patah atau rusak.[2]
Fisiologi Siklus Rambut
Siklus pertumbuhan rambut terbagi menjadi 3 fase yakni anagen, katagen, dan telogen. Fase anagen dapat disebut sebagai fase aktif dimana folikel rambut yang berbentuk onion-like bertugas untuk memproduksi serat-serat rambut.[4]
Fase anagen meliputi 90% siklus pertumbuhan rambut yang mana merupakan fase terpanjang dengan durasi fase rata-rata selama 3 tahun. Semakin panjang fase anagen, semakin panjang rambut.[2]
Fase anagen terbagi menjadi 2 fase yaitu proanagen dan metanagen. Pada fase proanagen, folikel rambut memicu sel progenitor rambut berproliferasi dan memulai proses diferensiasi. Selanjutnya pada fase metanagen muncul batang rambut pada permukaan kulit.[4]
Selanjutnya pada fase katagen terjadi proses regresi yang didorong oleh apoptosis pada folikel rambut, dan folikel rambut akan kehilangan seperenam diameternya.[4]
Pada fase katagen ciri khasnya adalah muncul club hair. Club hair adalah rambut yang terkeratinisasi secara sempurna, dengan ciri khas tampak keratinized bulb yang menutupi akar rambut.[4]
Fase yang terakhir adalah fase telogen, pada fase ini folikel rambut mengalami proses dorman, pertumbuhan dari batang rambut sudah tidak terjadi lagi. Pada fase ini rambut akan mengalami proses shedding atau rontok dan kemudian akan kembali ke fase anagen.[4]
Normalnya, rambut akan terlepas 50-100 helai per hari pada fase telogen dan jumlah folikel rambut kepala normalnya sekitar 100.000.[1,5]
Patofisiologi Rambut Rontok
Pada masing-masing fase pertumbuhan rambut dapat terjadi gangguan sehingga menyebabkan kerontokan. Pada fase anagen, apabila terjadi gangguan mitosis dan aktivitas metabolik dari folikel rambut maka akan menyebabkan terjadinya rambut rontok secara difus atau dikenal dengan anagen effluvium.[3]
Gangguan pada fase anagen dapat disebabkan oleh kemoterapi, siklofosfamid, doxorubicin, nitrosourea, obat-obatan lainnya seperti allopurinol, levodopa, tamoxifen, bromokriptin.[3]
Pada fase katagen, apabila muncul club hair secara bersamaan lalu kemudian rontok, maka akan menimbulkan kesan rambut tampak tipis. Gangguan pada fase katagen biasa terjadi pada pasien dengan penyakit hipo/hipertiroid, stress, pasca melahirkan dan defisiensi vitamin.[4,5]
Gangguan pada fase telogen ditandai dengan adanya rambut yang mengalami kerontokan dalam jumlah banyak, terutama 3 – 5 bulan setelah seseorang menghadapi stres baik secara emosional maupun fisiologis.[4,5]
Pengaruh dari faktor eksogen juga dapat menyebabkan batang rambut menjadi patah dan rusak. Batang rambut adalah bagian dari rambut yang terpapar dunia luar, sehingga rentan sekali mengalami kerusakan.[4,5]
Pada kerusakan akibat faktor eksogen, terjadi degenerasi kutikula yang berlanjut ke korteks rambut secara progresif akibat paparan penyebab yang terus-menerus.[5]
Pada alopesia androgenetik, androgen genetik dan hormonal berperan dalam patogenesis. Proses ini dikaitkan dengan efek dihidrotestosteron (DHT) yang menyebabkan folikel rambut di kulit kepala mengecil secara bertahap.[2,6]
Meskipun masih perlu penelitian lebih lanjut, hipotesis yang paling umum dalam terjadinya alopesia areata melibatkan autoimunitas yang diperantarai sel-T.[2]
Pada tinea kapitis, kerontokan rambut disebabkan oleh infeksi dermatofit. Sedangkan pada alopesia mucinosa, kerontokan terjadi akibat infiltrasi kulit kepala dengan limfosit abnormal.[2]