Panduan E-Prescription Tinea Cruris
Panduan e-prescription untuk tinea cruris ini dapat digunakan oleh Dokter Umum saat hendak memberikan terapi medikamentosa secara online.
Tinea cruris, atau dikenal pula dengan jock itch, adalah dermatofitosis pada area inguinal atau lipat paha. Area ini merupakan area yang lembap dan berkeringat sehingga menjadi area predileksi pada tinea cruris. Tinea cruris umumnya ditemukan pada usia dewasa muda dan dewasa.[1]
Etiologi tinea cruris yang sering ditemukan adalah Trichophyton rubrum. Faktor risiko terkait tinea cruris adalah mereka yang banyak berkeringat, atlet olahraga kontak fisik seperti boxing, higiene buruk, menggunakan baju yang tidak menyerap keringat, serta kondisi klinis tertentu seperti diabetes mellitus dan kondisi imunokompromais lainnya.
Dermatofitosis umumnya menyerang lapisan keratin di stratum korneum karena memerlukan keratin untuk bertahan hidup. Maka dari itu, kondisi ini memberikan manifestasi klinis khas, yaitu plak annular eritema dengan central healing dan lesi satelit, disertai pruritus.[1–3]
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala khas pada tinea cruris adalah plak annular, yang berwarna kemerahan dengan skuama halus di atasnya disertai tepi yang lebih tinggi dan central healing. Tepi lesi lebih aktif dan ukuran dapat meningkat secara sentrifugal dan asimetris.
Pada area sekitar plak, dapat ditemukan vesikel atau papul yang disebut sebagai lesi satelit. Apabila jumlah lesi >1, lesi tersebut dalam perjalanan penyakitnya membesar dan dapat berkonfluens. Pruritus merupakan keluhan utama pada tinea cruris.
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat pekerjaan, keringat berlebihan dan kebiasaan menggunakan pakaian oklusif. Riwayat diabetes mellitus, imunokompromais, serta penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal juga perlu ditanyakan. Riwayat penggunaan kortikosteroid dan obat imunosupresan lainnya juga perlu ditanyakan.[1,3]
Peringatan
Hal yang perlu diperhatikan pada tinea cruris terutama terkait efek samping antifungal. Pada penggunaan antifungal topikal, seperti clotrimazole, efek samping yang dilaporkan adalah iritasi, rasa terbakar, dan urtikaria. Terbinafine lebih dipilih daripada golongan azole karena efek samping yang lebih minimal, durasi terapi yang lebih singkat, serta tidak memerlukan sitokrom p450 untuk metabolisme.[1,4]
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, penyesuaian dosis dan pilihan antifungal sistemik harus diperhatikan. Terbinafine diekskresikan di ginjal, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Itraconazole tidak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Kortikosteroid tidak direkomendasikan sebagai tata laksana dermatofitosis karena memperkuat membran plasma dermatofita, sehingga memfasilitasi infeksi primer menjadi semakin berat dan antifungal yang diberikan menjadi kurang efektif.[1,5]
Terapi Suportif
Pasien perlu diedukasi untuk tidak menggunakan pakaian ketat, dan disarankan untuk menggunakan pakaian berbahan katun dan tidak oklusif. Minta pasien untuk mengganti pakaian apabila pakaian yang dikenakan basah, misalnya karena berkeringat. Edukasi pasien untuk menjaga area tubuh, terutama area lesi agar tetap kering.
Pasien dapat disarankan untuk menggunakan bedak absorben maupun deodoran untuk mengurangi kelembaban, terutama pada area lipatan. Edukasi pasien untuk tidak saling meminjamkan pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan.[1,5,6]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa definitif untuk tinea cruris adalah antifungal golongan allylamine maupun golongan azol. Pemberian antihistamin dapat dipertimbangkan untuk mengurangi gejala, seperti gatal.
Antifungal
Antifungal yang disarankan untuk tata laksana definitif tinea cruris adalah golongan allylamine, seperti terbinafine, atau golongan azol, misalnya itraconazole. Umumnya pada tinea cruris lebih disarankan antifungal topikal. Akan tetapi, antifungal sistemik dapat dipertimbangkan bila:
- Lesi ekstensif maupun cenderung rekalsitran
- Lesi melibatkan lebih dari 1 area
- Pasien dengan imunokompromais
- Pasien yang tidak memberikan respon pada terapi antifungal topikal[1,3,5,6]
Antifungal Topikal:
Antifungal topikal yang direkomendasikan untuk tinea cruris dapat dipilih salah satu di bawah ini.
Terbinafine cream 2 kali sehari selama 2 minggu
- Clotrimazole 1% cream 2 kali sehari selama 4–6 minggu
- Miconazole 1% cream 2 kali sehari selama 4–6 minggu[1,3,5]
Pastikan bahwa jumlah cream topikal yang diresepkan cukup untuk digunakan oleh pasien sesuai dengan resep.
Antifungal Sistemik:
Rekomendasi antifungal sistemik untuk tinea cruris pada pasien dewasa dapat dipilih salah satu di bawah ini:
- Terbinafine 250 mg peroral (PO) 1 kali sehari selama 2–3 minggu
Itraconazole 100 mg PO 1 kali sehari selama 1–2 minggu[1,5]
Durasi terapi dapat memanjang menjadi 4 minggu pada kasus rekalsitran. Griseofulvin dan fluconazole sudah tidak banyak digunakan untuk tinea cruris, karena durasi terapi yang lebih lama dan potensi hepatotoksisitas yang lebih besar.[1,5]
Antihistamin
Antihistamin dapat direkomendasikan untuk mengurangi keluhan gatal pada tinea cruris. Antihistamin yang dipilih adalah generasi kedua, seperti cetirizine dan loratadine dengan dosis 10 mg per hari yang diberikan sesuai gejala.[7,8]
Penggunaan pada Kehamilan
Antifungal sistemik yang dapat direkomendasikan untuk ibu hamil adalah terbinafine (kategori B menurut FDA). Itraconazole masuk dalam kategori C menurut FDA. Penggunaan itraconazole pada trimester pertama berhubungan dengan peningkatan risiko abortus dan berat badan lahir rendah.[5,9,10]