Patofisiologi Tinea Cruris
Patofisiologi tinea cruris mayoritas terjadi pada bagian stratum korneum dan sangat jarang mengenai bagian bawah epidermis. Tinea cruris disebabkan oleh pertumbuhan bagian infeksius dari jamur tersebut yaitu, arthospores atau conidia yang tumbuh pada individu yang terinfeksi. Kemampuan dari jamur ini untuk menginfeksi kulit bergantung pada beberapa faktor seperti sinar ultraviolet, temperatur, kelembapan, serta kemampuan flora normal kulit untuk berkompetisi dengan patogen.
Patogen akan menginvasi stratum korneum, kemudian memproduksi eksoenzim keratinase yang memicu reaksi inflamasi. Infeksi akan terjadi dalam 3 langkah utama, yaitu perlekatan, penetrasi dan respon imun.
Perlekatan
Proses perlekatan dari dermatofit terjadi pada stratum korneum dimana dermatofit akan memproduksi keratinase yang dapat menghidrolisis keratin. Proses ini dipermudah oleh adanya lesi atau trauma pada kulit.
Penetrasi
Bagian jamur yang sudah melekat akan menembus stratum korneum dengan kecepatan yang melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi tersebut akan menghasilkan enzim yang baik bagi pertumbuhan jamur seperti proteinase, enzim musinolitik, dan lipase.
Respon Imun
Respon imun yang akan terjadi adalah respon imun bawaan, dan respon imun adaptif.
Sistem Imun Bawaan
Respon awal dari dermatofitosis dipicu oleh terdeteksinya molekul karbohidrat yang terdapat pada dinding sel yaitu Dectin-1 dan Dectin-2, yang akan mengaktivasi toll-like receptor 2 dan 4 (TLR-2 dan TLR-4). Dectin 1 juga akan memicu produksi dari TNF-α serta IL-17,IL-6, dan IL-10 yang menstimulasi munculnya respon sistem imun adaptif. Selain itu, keratinosit juga akan melepaskan IL-8 akibat adanya antigen dari dermatofit, IL-8 merupakan chemo-attractant kuat neutrofil.
Sistem Imun Adaptif
Respon ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu humoral immunity dan cell mediated immunity. Pada respon imunitas humoral akan terdapat titer dari IgE dan IgG4 yang tinggi pada pasien dengan dermatofitosis kronik. Cell mediated immunity berkorelasi dengan delated type hypersensitivity (DTH). Pertahanan utama dari cell mediated immunity adalah T cell mediated DTH. Respon ini dimediasi oleh sel Th1 dan makrofag, proses ini merupakan mekanisme terakhir yang dapat membasmi dermatofit dengan cara deskuamasi kulit. [3,4]