Diagnosis Hipoalbuminemia
Diagnosis hipoalbuminemia ditegakkan melalui pemeriksaan kadar serum albumin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien hipoalbuminemia bersifat kurang spesifik. Kondisi hipoalbuminemia simptomatik maupun asimptomatik. Tujuan dari diagnosis hipoalbuminemia adalah untuk mencari penyebab yang mendasari.
Anamnesis
Pasien hipoalbuminemia dapat tanpa keluhan atau dengan keluhan. Beberapa pasien mengeluhkan adanya pembengkakan/edema pada daerah perut, kaki, maupun wajah. Pasien juga dapat merasa sesak, mudah merasa lelah, serta keluhan sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, kehilangan nafsu makan, serta diare.[6]
Manifestasi klinis pasien hipoalbuminemia sangat bervariasi, tergantung penyakit yang mendasari. Oleh karena itu, perlu ditanyakan onset keluhan dan riwayat penyakit yang berpotensi menyebabkan hipoalbuminemia. Perlu juga untuk melakukan evaluasi pada pola makan dan status gizi pasien. Berikut beberapa hal penting yang perlu ditanyakan untuk mengevaluasi pasien dengan hipoalbuminemia:
- Keluhan demam, sesak, malaise, nausea, vomitus, diare, pembengkakan/edema di daerah perut, kaki, maupun wajah, serta keluhan sistem urinaria seperti kencing berbusa
- Penurunan atau bertambahnya berat badan
- Riwayat penyakit hepar, ginjal, infeksi, dan keganasan
- Riwayat penyakit autoimun seperti celiac disease
- Riwayat trauma seperti luka bakar, serta riwayat operasi dan kondisi pemulihan pasca operasi
- Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan rutin
- Penilaian pola makan dan kebiasaan makan sebagai gambaran tingkat kecukupan zat gizi[6,8,21]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hipoalbuminemia meliputi pemeriksaan kondisi umum, tanda-tanda vital, penilaian status gizi, dan pemeriksaan sesuai tinjauan sistem organ pada penyakit yang mendasari. Penilaian status gizi klinis pasien hipoalbuminemia dapat berupa gizi baik, gizi kurang, maupun gizi buruk.[8]
Beberapa tanda yang mungkin dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien hipoalbuminemia adalah:
- Pemeriksaan kepala: perubahan warna rambut menjadi kuning kemerahan, distribusi rambut tidak merata, dan struktur rambut yang rapuh atau mudah dicabut
- Pemeriksaan wajah: edema periorbital, makroglosia, dan sklera ikterik
- Pemeriksaan toraks: tanda efusi pleura dan kardiomegali
- Pemeriksaan abdomen: hepatosplenomegali dan asites
- Pemeriksaan ekstremitas: pitting edema
- Pemeriksaan muskuloskeletal: atrofi otot dan retardasi pertumbuhan pada anak
- Pemeriksaan integumen: hilangnya lemak subkutan, ruam kulit, xeroderma, palmar eritema, spider angioma, jaundice, dan luka yang sulit sembuh[8,21]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hipoalbuminemia sangat luas, yaitu meliputi semua penyakit penyebab. Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan saat menegakkan diagnosis hipoalbuminemia adalah protein losing enteropathy, chronic liver disease, dan celiac disease.
Protein Losing Enteropathy
Protein-losing enteropathy (PLE) merupakan penyakit kehilangan serum protein yang berlebihan ke dalam usus. Normalnya klirens protein melalui saluran gastrointestinal sekitar 2-15% dari total albumin tubuh. Namun, pada PLE pasien mengalami kehilangan protein sebesar 60% dari total akumulasi albumin. Berbeda dengan hipoalbuminemia, pada PLE kadar albumin serum yang rendah disebabkan oleh kehilangan protein melalui saluran gastrointestinal yang berlebihan, bukan disebabkan penurunan sintesis albumin oleh hepatosit.[22]
Chronic Liver Disease
Chronic liver disease merupakan penyakit dengan proses peradangan kronis, kerusakan dan regenerasi parenkim hepar yang berkelanjutan mengarah ke fibrosis dan sirosis hepatis. Peradangan kronis pada hepar menyebabkan kerusakan progresif fungsi hepar yang meliputi sintesis faktor koagulasi, sintesis protein, dan detoksifikasi zat-zat berbahaya dari produk sisa metabolisme. Berbeda dengan hipoalbuminemia, pada penyakit ini penurunan serum albumin diikuti dengan peningkatan enzim hepar dan parameter koagulasi yang abnormal.[23]
Celiac Disease
Celiac disease merupakan penyakit autoimun kronis yang ditandai dengan adanya malabsorpsi usus halus setelah konsumsi gluten. Diare, penurunan berat badan, dan malaise merupakan manifestasi klinis dari celiac disease. Pada penyakit ini, laju endap darah meningkat dan kondisi hipoalbuminemia tidak disertai dengan edema.[24,25]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hipoalbuminemia ditegakkan melalui pemeriksaan kadar serum albumin dalam darah. Selain itu, pemeriksaan laboratorium juga dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyakit yang mendasari.
Pemeriksaan Serum Albumin
Langkah awal dalam menegakkan diagnosis hipoalbuminemia adalah melalui pemeriksaan kadar serum albumin dalam darah. Nilai normal kadar serum albumin pada orang dewasa berkisar antara 3,5−4,5 g/dL. Klasifikasi hipoalbuminemia berdasarkan hasil pemeriksaan kadar albumin serum dalam darah terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
- Hipoalbuminemia berat dengan albumin serum <2,5 g/dL
- Hipoalbuminemia ringan dengan albumin serum 2,5−3,5 g/dL [1,3,21]
Pemeriksaan Rasio Albumin Kreatinin Urin
Tes rasio albumin kreatinin urin merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk membandingkan jumlah albumin terhadap jumlah kreatinin di dalam urin. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi gangguan ginjal dan mikroalbuminuria serta makroalbuminuria.[5]
Pemeriksaan Laboratorium Lain
Pada pemeriksaan laboratorium lain dapat ditemukan peningkatan enzim hepar, hasil pemeriksaan koagulasi yang abnormal pada sirosis hepar. Penurunan jumlah limfosit dan blood urea nitrogen (BUN) ditemukan pada kondisi malnutrisi. Peningkatan kreatinin, ureum serta hiperlipidemia dapat dijumpai pada sindrom nefrotik. Pemeriksaan kadar C-reactive protein (CRP) darah yang tinggi menandakan sedang berlangsungnya proses inflamasi pada tubuh. [9,15,20,21,23]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi hepar dilakukan untuk mendeteksi sirosis hepar. Pemeriksaan rontgen toraks untuk mendeteksi keadaan inflamasi dan infeksi paru yang menyebabkan hipoalbuminemia, serta kondisi efusi pleura. Sedangkan pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk mendeteksi congestive heart failure. [21,23,26]