Diagnosis Hipoglikemia
Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa plasma. Seseorang dapat dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa plasma di bawah 70 g/dl.[1,2]
Anamnesis
Pasien dengan hipoglikemia bisa tidak menunjukkan gejala dan hipoglikemia terdiagnosis secara tidak sengaja saat melakukan pengukuran gula darah. Apabila bergejala, keluhan biasanya akan membaik dengan konsumsi karbohidrat. Riwayat terapi dan komorbiditas pasien juga perlu ditanyakan. Hipoglikemia paling banyak berkaitan dengan diabetes melitus tipe 1 (T1DM) dan tipe 2 (T2DM).[1,2,4]
Keluhan
Keluhan pasien hipoglikemia dapat berupa sulit berkonsentrasi, lelah, pusing, gemetar, pucat, keringat dingin, dan jantung berdebar. Gejala umumnya membaik ketika pasien mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat.[1,2,4]
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit penyerta akan membantu mempersempit diagnosis banding terhadap penyebab hipoglikemia dan mengarahkan pada metode diagnostik yang tepat. Penyakit penyerta yang dapat menimbulkan hipoglikemia antara lain adanya penyakit kritis, defisiensi hormon, maupun adanya suatu tumor padat non sel beta.
Penyakit Kronik:
Penyakit kronik penyerta yang dapat menjadi penyebab hipoglikemia antara lain gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit hati kronik. Penyebab hipoglikemia pada gagal jantung belum diketahui secara pasti. Pada gagal ginjal hipoglikemia disebabkan oleh penurunan bersihan insulin dari tubuh serta penurunan mobilisasi prekursor glukoneogenesis. Di sisi lain, jejas hepatoseluler akut dan masif secara bermakna menurunkan kemampuan glukoneogenesis di hati.[1,2,4]
Defisiensi Hormon:
Pada kecurigaan defisiensi hormon pertumbuhan dan kortisol, anamnesis perlu diarahkan pada riwayat puasa yang lama. Hal ini disebabkan oleh peran kedua hormon tersebut dalam mekanisme pertahanan terhadap hipoglikemia akibat puasa berkepanjangan.[1,2,4]
Neoplasma:
Beberapa tumor mesenkimal dan epitelial seperti hepatoma, tumor lambung, dan sarkoma dapat pula menyebabkan hipoglikemia. Tumor ini biasanya berukuran besar (> 10 cm) dan menimbulkan gejala akibat desakan pada ruang intraabdomen serta hipoglikemia. Selain itu, peningkatan produksi pro-IGF II (insulin-like growth factor II) dan IGF-I oleh sel tumor dapat berkontribusi pada kejadian hipoglikemia, khususnya pada kondisi puasa.
Hiperinsulinisme:
Sementara itu, pada individu yang datang dengan kecurigaan hipoglikemia tanpa riwayat masalah kesehatan sebelumnya, kemungkinan hiperinsulinisme akibat insulin eksogen dan obat sekretagog insulin perlu dipikirkan. Hiperinsulinisme endogen sangat langka terjadi dan dapat disebabkan oleh insulinoma, sindrom hipoglikemia non-insulinoma, dan autoimunitas terhadap insulin.[1,2,4]
Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien hipoglikemia antara lain berupa tanda neurogenik seperti tremor, palpitasi, diaforesis dan parestesia.[1,4]
Pada bayi dan anak, gambaran pemeriksaan fisik yang ditemukan akan bergantung pada etiologi. Contohnya hepatomegali dapat ditemukan pada hipoglikemia terkait glycogen storage disease, sedangkan kejang dapat terjadi pada hereditary fructose intolerance. Vomitus dan katarak bisa ditemukan pada hipoglikemia akibat galactosemia. Perawakan pendek bisa tampak pada hipoglikemia akibat growth hormone deficiency.[5]
Tanda Adrenergik
Tanda adrenergik pada hipoglikemia mencakup palpitasi, tremor, dan ansietas akibat peningkatan norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin dan epinefrin juga dapat berkontribusi pada munculnya takikardia dan peningkatan tekanan darah sistolik saat istirahat pada pasien yang mengalami hipoglikemia. Namun, takikardia dan peningkatan tekanan darah sistolik mungkin tidak terjadi apabila pasien memiliki riwayat hipoglikemia episodik.[1,2,4]
Tanda Kolinergik
Sementara itu, aktivasi sistem kolinergik dapat menimbulkan peningkatan produksi keringat dan parestesia. Tanda fisik muncul akibat efek penurunan suplai glukosa ke sistem saraf pusat. Hal ini dapat bervariasi namun mencakup obtundasi, amnesia, pandangan buram, diplopia, disartria, kejang, bahkan hilangnya kesadaran.[1,2,4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding diarahkan pada penyebab dasar hipoglikemia. Apabila pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat hipoglikemia maupun penyakit penyerta yang berkaitan dengan hipoglikemia, maka kemungkinan diagnosis bandingnya mencakup hipoglikemia insidental dan hipoglikemia akibat hiperinsulinisme eksogen.[4-7]
Hipoglikemia Insidental
Hipoglikemia insidental biasanya terjadi akibat perubahan regimen terapi yang tidak diketahui sebelumnya. Sebagai contoh, penggantian sulfonilurea menjadi obat diabetes oral golongan lain. Hipoglikemia insidental juga bisa terjadi akibat kesalahan dalam pemberian dosis insulin.[4-7]
Hiperinsulinemia Eksogen
Hiperinsulinisme eksogen biasanya terjadi pada pasien yang mendapat pemberian insulin atau sekretagog insulin tanpa adanya riwayat diabetes.[4-7]
Penyakit Lain yang Mendasari
Di sisi lain, pada individu dengan penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, gagal jantung, maupun defisiensi hormon, diagnosis banding penyebab hipoglikemia biasanya lebih sulit diidentifikasi. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya kaitan antara satu penyakit dengan entitas penyakit lainnya yang membuat identifikasi penyebab hipoglikemia menjadi kompleks.
Sebagai contoh, agak sulit membedakan penyebab pasti hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (T2DM) disertai komorbiditas berupa gagal ginjal kronik yang mendapat terapi insulin. Namun, secara umum, obat dan senyawa lain yang berpengaruh pada metabolisme glukosa merupakan penyebab tersering hipoglikemia.[4-7]
Diagnosis Banding pada Bayi dan Anak
Berbeda dengan orang dewasa, diagnosis banding penyebab hipoglikemia pada bayi dan anak-anak umumnya merupakan suatu defek pada satu atau lebih mekanisme pertahanan terhadap penurunan glukosa darah akibat puasa. Defek glikogenolisis biasanya ditandai oleh kenaikan kadar keton dan asidosis metabolik. Gangguan glukoneogenesis sangat mungkin disertai peningkatan kadar asam lemak bebas, kadar keton, kadar laktat, dan asidosis metabolik.
Kelainan oksidasi asam lemak berkaitan dengan peningkatan asam lemak bebas serta hipoglikemia hipoketotik non-asidosis. Defisiensi hormon pertumbuhan dan kortisol berhubungan dengan kadar hormon pertumbuhan dan kortisol yang rendah pada saat hipoglikemia.[4-7]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama pada hipoglikemia adalah pemeriksaan laboratorium kadar glukosa plasma. Pemeriksaan lain dapat bermanfaat mengidentifikasi etiologi hipoglikemia.
Pemeriksaan Kadar Glukosa
Pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan hipoglikemia adalah kondisi glukosa plasma di bawah 70 mg/dl. Kadar glukosa darah < 54 mg/dL menggambarkan suatu hipoglikemia yang bermakna secara klinis. Apabila hipoglikemia disertai dengan suatu gangguan kognitif berat yang memerlukan bantuan orang lain untuk pemulihan gejala, maka ini dikenal dengan sebutan hipoglikemia berat.
Tabel. 1 Klasifikasi Hipoglikemia
Derajat hipoglikemia | Kriteria kadar glukosa darah | Deskripsi |
Ambang waspada hipoglikemia (Level 1) | ≤ 70 mg/dl | Nilai ambang cukup rendah untuk memulai pemberian karbohidrat kerja cepat dan penyesuaian dosis terapi penurun glukosa |
Hipoglikemia klinis signifikan (Level 2) | < 54 mg/dl | Nilai ambang cukup rendah untuk mengindikasikan suatu hipoglikemia serius |
Hipoglikemia berat (Level 3) | Tidak ada ambang batas khusus | Hipoglikemia yang berkaitan dengan gangguan kognitif berat yang memerlukan pertolongan orang lain untuk pemulihan |
Sumber: dr. Reren, Alomedika, 2023.[1,6,7]
Periode terbaik melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah adalah ketika gejala hipoglikemia mulai muncul pada pasien. Jika kadar glukosa darah rendah dan gejala membaik ketika kadar glukosa meningkat pasca pemberian tata laksana, hal tersebut mengkonfirmasi hipoglikemia sebagai penyebab gejala yang ada. Namun, jika penyebab hipoglikemia masih belum jelas, pemeriksaan penunjang lain diperlukan.[2-7]
Pemeriksaan Laboratorium Lain
Selain kadar glukosa, pemeriksaan laboratorium yang penting dilakukan pada pasien hipoglikemia apabila etiologinya belum pasti antara lain adalah pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan C-peptide.
Secara klinis, apabila ditemukan kadar C-peptide rendah sedangkan kadar insulin tinggi, maka pasien tersebut sedang menerima insulin eksogen. Peningkatan kadar C-peptide bersama dengan peningkatan insulin dapat ditemukan pada pasien yang sedang mengonsumsi agen sekretagog seperti sulfonilurea karena agen tersebut bekerja dengan menstimulasi sekresi insulin endogen.[1,4]
Pencitraan
Apabila kemungkinan insulin eksogen sebagai etiologi dapat disingkirkan, maka perlu dicari penyebab hiperinsulinemia endogen yang terjadi. Disinilah pentingnya pemeriksaan abdominal computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging untuk mencari risiko adanya tumor pankreas atau insulinoma.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita