Etiologi Krisis Adrenal
Etiologi krisis adrenal adalah kegagalan atau insufisiensi adrenal yang mendadak. Krisis adrenal dapat dipicu oleh penghentian mendadak penggunaan kortikosteroid, sepsis, maupun trauma fisik yang parah.[1-3]
Insufisiensi Adrenal
Insufisiensi adrenal merupakan kondisi kurangnya produksi kortisol, sehingga pasien membutuhkan terapi pengganti hormon. Etiologi insufisiensi adrenal dapat dikelompokkan menjadi primer, sekunder, dan tersier atau glucocorticoid-induced.[2,3]
Insufisiensi Adrenal Primer
Pada insufisiensi adrenal primer, atau penyakit Addison, kelenjar adrenal terlibat langsung, umumnya oleh proses autoimun yang bersifat destruktif atau innate error steroidogenesis yang mengakibatkan defisiensi glukokortikoid dan mineralokortikoid.[2,3]
Insufisiensi Adrenal Sekunder
Pada insufisiensi adrenal sekunder, terjadi insufisiensi hormon adrenokortikotropik (ACTH) di pituitari. Penyebab umum insufisiensi adrenal sekunder meliputi tumor pada kelenjar pituitari, gangguan vaskular pada kelenjar pituitari atau hipotalamus, trauma kepala, serta infeksi atau inflamasi pada otak.[2,3]
Insufisiensi Adrenal Tersier
Insufisiensi adrenal tersier dapat disebabkan oleh supresi pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH) akibat penggunaan steroid eksogen jangka panjang.[2,3]
Faktor Risiko
Pasien dengan insufisiensi adrenal yang mendapat terapi penggantian glukokortikoid berisiko mengalami krisis adrenal saat mengalami infeksi akut atau stres fisik yang besar, terutama jika ada ketidaksesuaian antara dosis glukokortikoid yang diberikan dan kebutuhan glukokortikoid yang meningkat. Pasien dengan insufisiensi adrenal primer, yang juga kekurangan mineralokortikoid, berisiko lebih tinggi mengalami krisis adrenal yang lebih berat dibandingkan dengan pasien dengan insufisiensi adrenal sekunder.
Faktor risiko lain termasuk adanya penyebab yang memicu secara langsung pada kelenjar adrenal atau hipofisis, seperti infark atau perdarahan, penghentian mendadak penggunaan kortikosteroid, penyakit kanker yang mempengaruhi kelenjar adrenal, atau penggunaan obat-obat yang memengaruhi metabolisme kortisol. Faktor lain yang dapat memicu krisis adrenal meliputi infeksi, operasi, prosedur dental, dan riwayat krisis adrenal sebelumnya.[3]
Insufisiensi Adrenal Primer
Berbagai studi retrospektif melaporkan bahwa pasien insufisiensi adrenal primer lebih berisiko mengalami krisis adrenal dibandingkan pasien insufisiensi adrenal sekunder. Hal ini disebabkan pasien insufisiensi adrenal primer memerlukan terapi pengganti glukokortikoid dan mineralokortikoid, sehingga ketika krisis terjadi, kegagalan sirkulasi lebih signifikan dibandingkan jika hanya terdapat defisiensi glukokortikoid saja.
Di samping itu, sebagian pasien insufisiensi adrenal sekunder masih memiliki sekresi kortisol residual, sedangkan pasien insufisiensi adrenal primer benar-benar tidak mensekresikan glukokortikoid. Sebagian pasien insufisiensi adrenal primer juga memiliki penyakit autoimun, yang merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya krisis adrenal.[1,2]
Insufisiensi Adrenal Dengan Autoimun
Beberapa studi melaporkan bahwa kombinasi diabetes mellitus tipe 1 dan insufisiensi adrenal primer meningkatkan risiko terjadinya krisis adrenal. Mekanisme penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga akibat sulitnya menangani kedua penyakit tersebut secara bersamaan.
Misalignment antara terapi insulin dan terapi pengganti glukokortikoid tidak hanya dapat menyebabkan krisis adrenal, melainkan juga hipoglikemia, hiperglikemia, dan ketoasidosis diabetik. Kejadian infeksi pada pasien kombinasi insufisiensi adrenal dan diabetes mellitus tipe 1 juga lebih tinggi dibandingkan kelompok insufisiensi adrenal saja, menyebabkan angka rawat inap yang lebih tinggi.[2,4]
Kombinasi penyakit Hashimoto dan insufisiensi adrenal juga meningkatkan risiko terjadinya krisis adrenal. Salah satu faktor penyebabnya adalah over replacement levothyroxine ketika kebutuhan glukokortikoid meningkat, yang merupakan faktor pemicu krisis adrenal.[2]
Penyakit autoimun non-endokrin yang meningkatkan risiko terjadinya krisis adrenal adalah penyakit Celiac dan kolitis ulseratif. Pada kombinasi insufisiensi adrenal dan salah satu dari kedua penyakit tersebut, absorpsi hydrocortisone di saluran cerna terganggu, sehingga rentan terjadi krisis adrenal.[2,4]
Pasca Terapi Sindrom Cushing
Pasien dengan riwayat adrenalektomi bilateral akibat sindrom Cushing berisiko mengalami krisis adrenal karena tidak adanya sekresi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Pada pasien yang mendapatkan terapi sindrom Cushing lain, seperti pembedahan transsfenoidal atau radioterapi pada, risiko krisis adrenal tergantung pada sekresi glukokortikoid residual masing-masing individu.[2]
Pasien yang Menggunakan Mitotane
Pasien yang mendapat mitotane sebagai terapi adjuvan karsinoma adrenokortikal metastatik juga rentan mengalami krisis adrenal. Selain merupakan obat adrenostatik yang dapat menyebabkan nekrosis adrenal, mitotane juga menginduksi enzim CYP3A4, sehingga meningkatkan metabolisme hydrocortisone.[2,5]
Pasien Lansia Dengan Multimorbiditas dan Insufisiensi Adrenal
Pasien lansia dengan multimorbiditas dan insufisiensi adrenal juga memerlukan perhatian khusus, mengingat mortalitas berkaitan dengan krisis adrenal meningkat signifikan seiring bertambahnya usia.
Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya krisis adrenal pada pasien lansia. Salah satunya adalah meningkatnya prevalensi komorbid, terutama frekuensi infeksi bakteri yang dapat memicu krisis adrenal. Selain itu, gejala klinis insufisiensi adrenal pada lansia dapat keliru dikaitkan dengan penyakit lain, efek samping obat, atau efek penuaan.[2]
Insufisiensi Adrenal Tersier
Masalah utama terkait insufisiensi adrenal tersier adalah kurangnya awareness dokter terhadap kondisi tersebut pada pasien pengguna steroid eksogen jangka panjang. Karena itu, kelompok pasien tersebut berisiko mengalami krisis adrenal pada kondisi stres.[2]
Pasien Hamil Dengan Insufisiensi Adrenal
Pasien hamil dengan insufisiensi adrenal lebih berisiko mengalami krisis adrenal. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan sulitnya mendiagnosis insufisiensi adrenal awitan baru pada kehamilan.
Selain itu, kehamilan juga dapat dianggap sebagai kondisi hiperkortisolisme, dan dihubungkan dengan peningkatan signifikan corticosteroid-binding globulin dan konsentrasi kortisol serum total. Pada trimester ketiga, konsentrasi kortisol bebas meningkat, sehingga pasien membutuhkan dosis hydrocortisone lebih tinggi. Pada pasien insufisiensi adrenal sekunder, dosis fludrocortisone juga perlu ditingkatkan di trimester ketiga, karena progesteron serum memiliki efek anti-mineralokortikoid.[2,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Brenda Desy Romadhon