Epidemiologi Abses Perianal
Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi abses perianal diketahui sebesar 8–23 per 100.000 orang. Abses perianal merupakan jenis abses anorektal yang paling sering ditemukan.[4,8]
Global
Secara global, insidensi abses perianal dilaporkan berkisar antara 8–23 per 100.000 orang. Insidensi per tahun abses perianal di Inggris adalah 40 per 100.000 orang. Data dari Swedia menyebutkan bahwa insidensi abses perianal adalah sebesar 16,1 per 100.000 orang.
Abses perianal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 2:1 atau bahkan 3:1, dengan rata-rata usia 40 tahun. Abses perianal berjumlah 60% dari seluruh kasus abses anorektal.
Abses perianal juga cukup banyak ditemukan pada anak-anak, dengan perkiraan insidensi sebanyak 0,5–4,3%. Sama seperti pasien dewasa, abses perianal juga memiliki predominasi pada bayi laki-laki.[3,4,8]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi abses perianal secara nasional di Indonesia.
Mortalitas
Abses perianal sendiri jarang menyebabkan mortalitas, terutama jika dilakukan tata laksana adekuat, misalnya dengan drainase. Namun, abses perianal dapat berlanjut menjadi necrotizing soft tissue infection yang berhubungan dengan 50% mortalitas jika tidak ditangani dengan baik.
Selain itu, pada pasien dengan gangguan sistem imun, misalnya akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) atau Crohn’s disease, abses perianal dapat berkembang menjadi gangren Fournier yang dapat berakibat fatal. Hal ini terutama terjadi bila diagnosis abses perianal terlambat, sehingga tidak mendapatkan tata laksana segera.
Abses perianal juga dapat mengakibatkan morbiditas yang bermakna. Sekitar 37% pasien abses perianal dapat mengalami fistula anal kronis atau sepsis berulang. Fistula anal dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia alvi maupun konstipasi akibat defekasi yang nyeri.[2,4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra