Penatalaksanaan Abses Perianal
Penatalaksanaan standar abses perianal adalah insisi dan drainase. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal, maupun di ruang operasi dengan anestesi umum. Rawat inap dan antibiotik mungkin diperlukan bagi pasien yang rentan mengalami infeksi, misalnya penyandang diabetes atau penderita human immunodeficiency virus (HIV).[13]
Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase dapat dilakukan di poliklinik, ruang gawat darurat, atau ruang operasi. Tindakan dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan lidocaine 1% yang diinjeksikan ke jaringan sekitar abses. Semprotan etil klorida dapat diberikan untuk mengurangi nyeri infiltrasi.
Jika diberikan anestesi umum, maka selama prosedur dilakukan dokter juga dapat melakukan penelusuran abses dengan sigmoidoskopi rigid. Hal tersebut dapat bermanfaat untuk menemukan penyebab lain dari abses, misalnya Crohn’s disease, termasuk proktitis, striktur, ulkus, fisura ani, atau adanya fistula.
Insisi krusiatum dilakukan sedekat mungkin dengan anus, untuk mencegah pembentukan fistula ani. Dokter akan melakukan palpasi untuk memastikan tidak ada septum atau kantung abses lain yang terlewatkan. Untuk memastikan drainase yang adekuat dan mencegah penyembuhan luka prematur, lakukan eksisi membentuk skin flap. Drainase dilakukan secara eksternal untuk sebagian besar kasus. Namun, terkadang dilakukan drainase internal melalui kanal anal untuk abses yang terletak lebih dalam.[2,3]
Tata Laksana Postoperatif
Tujuan tata laksana postoperatif adalah agar kavitas abses dapat sembuh. Manajemen kavitas abses dalam dilakukan dengan internal dressing atau packing atau external dressing. Pantau gejala yang timbul pada pasien, misalnya selulitis, malaise, atau jika terjadi demam pada pasien.
Internal Dressing
Di beberapa negara, seperti Inggris, penggunaan internal dressing setelah tindakan insisi sering ditemui. Internal dressing digunakan untuk membantu menghentikan perdarahan dan diduga berkontribusi dalam penyembuhan abses dan pencegahan terbentuknya fistula. Internal dressing ini diganti secara reguler oleh tenaga medis hingga kavitas abses sembuh.
Internal dressing juga dikenal sebagai packing. Tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk membuktikan jenis packing mana yang lebih baik. Beberapa jenis yang dapat digunakan adalah gauze dalam saline atau paraffin, alginate dressing, hidrokoloid dan foam dressing.
Metaanalisis tahun 2016 yang dipublikasikan di Cochrane menemukan manfaat dari internal dressing dalam hal waktu penyembuhan, derajat nyeri, pembentukan fistula, dan rekurensi abses masih inkonklusif. Keuntungan dan pertimbangan klinis dalam memilih tindakan ini masih memerlukan studi lebih lanjut.[2,14]
External Dressing
Pilihan lainnya adalah penggunaan external dressing. Setelah insisi dan drainase, dilakukan pemasangan drain penrose untuk memastikan drainase adekuat. Drainase yang buruk dapat menyebabkan terbentuknya abses kembali sehingga memerlukan insisi ulang. Drain dihubungkan dengan kasa sebagai external dressing.[2,15]
Medikamentosa
Analgesik, misalnya kombinasi kodein dengan paracetamol, atau obat yang mengandung oxycodone, dapat diberikan untuk meringankan nyeri. Laksatif, misalnya laktulosa, juga dapat diberikan untuk mencegah terjadinya konstipasi. Setelah pasien dipulangkan, pasien disarankan untuk melakukan sitz bath.
Antibiotik tidak rutin diberikan pada pasien abses perianal kecuali pada beberapa kondisi seperti pasien dengan penyakit katup jantung, pasien immunocompromised, misalnya penderita HIV, pasien diabetes, atau adanya komplikasi berupa sepsis atau selulitis. Beberapa pilihan antibiotik yang dapat diberikan, antara lain ampicillin, cefazolin, clindamycin, atau kombinasi ampicillin-sulbactam.[2,4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra