Diagnosis GERD
Diagnosis gastroesophageal reflux disease atau GERD dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan adanya gejala klasik, seperti heartburn, dan respon terhadap terapi empiris penekan asam. Pasien GERD yang membaik dengan terapi empiris tanpa memiliki tanda bahaya tidak memerlukan pemeriksaan penunjang. Sementara itu, apabila gejala refluks menetap setelah pasien diberikan terapi proton pump inhibitor (PPI), seperti omeprazole, dosis tinggi, maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kemungkinan penyebab lain dan deteksi dini komplikasi.[4,10]
Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa refluks sesekali adalah normal dan dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang sehat, paling sering setelah makan besar. Sebagian besar episode berlangsung singkat dan tidak menyebabkan gejala atau komplikasi yang mengganggu.[22]
Anamnesis
Saat anamnesis perlu ditanyakan mengenai gejala tipikal gastroesophageal reflux disease atau GERD yang meliputi heartburn dan regurgitasi. Heartburn dideskripsikan sebagai rasa terbakar di area substernal yang naik dari epigastrium menuju leher. Sementara itu, regurgitasi adalah naiknya isi lambung ke arah mulut yang dapat disertai rasa asam atau pahit.[2,7,14]
Selain itu, perlu ditanyakan pula gejala atipikal GERD berupa gejala ekstraesofageal, yang meliputi manifestasi pada telinga, hidung, tenggorokan, serta pulmonal. Gejala ekstraesofageal contohnya nyeri dada, batuk, suara serak, laringitis, faringitis, sensasi mengganjal pada tenggorokan, bersendawa, kembung, dan erosi gigi.[2,7,15]
Perlu ditanyakan pula faktor risiko yang mungkin mendasari terjadinya GERD pada pasien seperti gaya hidup, makanan yang dikonsumsi sebelum muncul gejala, pola makan, obat yang dikonsumsi, hamil atau menopause, dan stres psikologis.[2-4,6,7,10,11]
GERD Questionnaire (GERD-Q)
GERD-Q adalah kuesioner yang dikembangkan untuk membantu menegakkan diagnosis GERD dan mengukur respon terapi. Sensitivitas GERD-Q mencapai 65% dan spesifisitas 71%. Kuesioner ini memiliki 6 pertanyaan yang terbagi menjadi 2 kelompok, 4 pertanyaan untuk prediksi positif GERD pada kelompok pertama dan 2 pertanyaan untuk prediksi negatif GERD pada kelompok kedua.
Berikut adalah isi dari GERD-Q:
Apa yang anda rasakan dalam 7 hari terakhir:
- Seberapa sering anda mengalami perasaan terbakar di bagian belakang tulang dada anda (heartburn)?
- 0 hari: 0
- 1 hari: 1
- 2-3 hari: 2
- 4-7 hari: 3
- Seberapa sering anda mengalami naiknya isi lambung ke arah tenggorokan/mulut anda (regurgitasi)?
- 0 hari: 0
- 1 hari: 1
- 2-3 hari: 2
- 4-7 hari: 3
- Seberapa sering anda mengalami nyeri ulu hati?
- 0 hari: 3
- 1 hari: 2
- 2-3 hari: 1
- 4-7 hari: 0
- Seberapa sering anda mengalami mual?
- 0 hari: 3
- 1 hari: 2
- 2-3 hari: 1
- 4-7 hari: 0
- Seberapa sering anda mengalami kesulitan tidur malam oleh karena rasa terbakar di dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut?
- 0 hari: 0
- 1 hari: 1
- 2-3 hari: 2
- 4-7 hari: 3
- Seberapa sering anda meminum obat tambahan untuk rasa terbakar di dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut (regurgitasi), selain yang diberikan oleh dokter anda? (seperti obat maag yang dijual bebas)
- 0 hari: 0
- 1 hari: 1
- 2-3 hari: 2
- 4-7 hari: 3
Cut-off skor GERD-Q adalah 8, artinya bila skor GERD-Q ≥8 maka pasien kemungkinan mengalami GERD. Apabila skor ≤7 maka pasien kemungkinan tidak mengalami GERD.[16]
Gejala Bahaya (Alarm Symptoms)
Saat anamnesis perlu ditanyakan terkait gejala bahaya yang menyertai gejala GERD karena adanya gejala bahaya mengindikasikan keganasan yang mendasari.
Gejala bahaya yang perlu ditanyakan antara lain:
- Kesulitan menelan (disfagia)
- Nyeri saat menelan (odinofagia)
- Kanker gastrointestinal pada kerabat tingkat pertama
- Gejala perdarahan saluran pencernaan (melena, hematemesis, hematochezia, dan perdarahan samar pada feses)
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas atau anoreksia
- Defisiensi anemia
- Rasa cepat kenyang
- Muntah persisten[4,7,17,18]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada GERD tidak menunjukkan hasil yang spesifik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti nyeri epigastrium pada ulkus peptikum dan nyeri abdomen pada penyakit saluran empedu. Selain itu, refluks asam juga dapat memicu bronkospasme yang menyebabkan kekambuhan asthma sehingga pada pemeriksaan fisik menimbulkan wheezing.[2,4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gastroesophageal reflux disease atau GERD antara lain gastritis, infark miokard, ulkus peptikum, dan kanker lambung.
Gastritis
Pasien gastritis dapat mengalami heartburn dan regurgitasi yang menyerupai GERD. Meski demikian, gejala gastritis yang lebih menonjol adalah nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, dan rasa begah. Pemeriksaan endoskopi dapat memastikan diagnosis, dimana akan tampak edema dan eritema pada mukosa lambung.
Iskemia Miokard
Gejala heartburn yang muncul pada GERD mirip dengan nyeri dada pada pasien dengan infark miokard. Pemeriksaan EKG dan enzim jantung dapat membantu membedakan keduanya.
Kanker Esofagus
Pasien GERD yang memiliki tanda bahaya perlu dicurigai sebagai kanker esofagus. Endoskopi dan biopsi dapat memastikan diagnosis.
Ulkus Peptikum
Pada ulkus peptikum, pasien bisa mengalami gejala dispepsia, heartburn, dan regurgitasi yang mirip GERD. Pemeriksaan endoskopi atau barium swallow dapat membantu membedakan keduanya.
Kanker Lambung
Pasien dengan kanker lambung juga bisa menunjukkan gejala mirip GERD, seperti heartburn dan regurgitasi. Endoskopi dan pemeriksaan histopatologi dapat membedakan kedua kondisi ini.[1-4]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada baku emas pemeriksaan penunjang untuk gastroesophageal reflux disease atau GERD. Pasien dengan gejala tipikal berupa heartburn dan regurgitasi dapat dicurigai mengalami GERD dan dapat diberikan terapi empiris berupa proton pump inhibitor (PPI) seperti omeprazole. Pemeriksaan endoskopi, manometri esofageal, dan monitoring pH esofageal diindikasikan bagi pasien yang tidak berespon terhadap terapi empiris, terdapat tanda bahaya, dan pasien yang dicurigai GERD namun memerlukan pemeriksaan pendukung untuk menyingkirkan sebab lain.[2,15]
Uji PPI
Uji PPI diindikasikan bagi pasien dengan gejala tipikal GERD tanpa tanda bahaya. The American College of Gastroenterology (ACG) merekomendasikan pemberian uji terapi empiris PPI selama 8 minggu dengan dosis sekali sehari. Uji PPI jangka pendek menghasilkan sensitivitas 78% dan spesifisitas 54% dalam menegakkan diagnosis GERD. Secara umum, apabila gejala tipikal membaik dengan terapi empiris PPI, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan dan pasien melanjutkan pengobatan PPI.[15,17]
Endoskopi
Endoskopi diindikasikan bagi pasien dengan tanda bahaya dan juga pasien yang tidak berespon terhadap terapi empiris PPI. Endoskopi saluran gastrointestinal bagian atas merupakan pemeriksaan objektif yang umum dilakukan untuk menilai mukosa esofagus. Hasil abnormal pemeriksaan endoskopi meliputi esofagitis erosif, striktur, dan Barrett esofagus. Meski demikian, sebagian besar pasien dengan gejala tipikal GERD memiliki hasil endoskopi normal.[15,17]
Saat dilakukan endoskopi juga diambil sampel biopsi untuk mengetahui adanya adenokarsinoma esofageal ataupun esofagitis eosinofilik.[7,17]
Monitoring pH Esofageal
Monitoring pH esofageal diindikasikan bagi pasien dengan gejala persisten, hasil endoskopi normal, dan pasien yang akan menjalani pembedahan antirefluks. Monitoring ini dapat dilakukan dalam 2 jam secara transnasal atau kateter pH-impedance atau dalam 48 jam dengan kapsul wireless Bravo.[17,19]
Konsensus Lyon mengusulkan agar pemeriksaan monitoring pH esofageal dilakukan dalam keadaan tanpa terapi PPI pada pasien yang belum terbukti GERD (hasil endoskopi menunjukkan tidak ada esofagitis atau esofagitis derajat ringan dan belum pernah menghasilkan uji pH positif) dan pasien yang akan menjalani pembedahan antirefluks. Sementara itu, pada pasien yang terbukti GERD (esofagitis derajat LA C atau D, Barrett’s esofagus segmen panjang, hasil pH-metri sebelumnya abnormal) dilakukan dalam keadaan diberikan PPI dosis ganda.[19]
Manometri Esofageal
Indikasi umum dilakukannya high-resolution manometry (HRM) adalah untuk menempatkan kateter pH-impedance. Selain itu, HRM juga dapat digunakan untuk menilai abnormalitas motilitas serta evaluasi akalasia bagi pasien yang akan menjalani pembedahan antirefluks. Dalam hal penegakkan diagnosis GERD, HRM tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan utama.[15,19]
Barium Esofagografi
Pemeriksaan barium esofagografi tidak diindikasikan untuk menegakkan diagnosis GERD karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah.[15,17]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan