Diagnosis Hiperbilirubinemia
Diagnosis hiperbilirubinemia berdasarkan klinis jaundice atau ikterus disertai kadar bilirubin serum >3 mg/dL. Diagnosis juga harus meliputi identifikasi penyebab, apakah intrahepatik atau ekstrahepatik, karena tata laksana dilakukan berdasarkan etiologinya.
Anamnesis
Pasien dapat datang tanpa keluhan, atau dengan keluhan seperti perubahan warna kulit menjadi kekuningan, gatal, nyeri perut, nyeri sendi, dan perubahan pada urin dan feses. Pada anamnesis, perlu ditanyakan onset ikterus.
Pada pasien ikterus onset akut, dapat dicurigai kemungkinan penyebab akut seperti hepatitis atau obstruksi traktus biliaris. Proses yang kronik dapat ditemukan pada pasien sirosis hepatis atau obstruksi kronik traktus biliaris. Pasien juga seringkali mengalami keluhan nyeri area anatomi hepar atau sistem bilier.[3,13–15]
Berikut adalah riwayat–riwayat yang perlu ditanyakan dalam mengevaluasi pasien dengan hiperbilirubinemia:
- Onset
- Nyeri (karakteristik, lokasi, penjalaran)
- Demam
- Penurunan berat badan
- Riwayat bepergian
- Riwayat penggunaan alkohol, konsumsi makanan, dan obat–obatan
- Riwayat penggunaan jarum suntik
- Riwayat penyakit hepar, seperti hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C; serta riwayat penyakit herediter, termasuk anemia sel sabit, thalassemia, defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (defisiensi G6PD)[3,13-15]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada hiperbilirubinemia meliputi pemeriksaan kondisi umum, tanda–tanda vital, pemeriksaan fisik abdomen, dan pemeriksaan neurologi yang berkaitan dengan ensefalopati.
Status nutrisi pasien penting karena wasting dapat terjadi pada pasien dengan kanker atau sirosis hepatis. Peningkatan kadar bilirubin paling awal dapat dideteksi pada sklera, dimana sklera akan tampak ikterik pada kadar bilirubin serum 3 mg/dL. Dengan peningkatan bilirubin serum yang semakin tinggi, dapat dilakukan pemeriksaan pada bagian bawah lidah, dan akhirnya kulit.[3,13–15]
Pembesaran limfonodus supraklavikula kiri atau limfonodus periumbilikal dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan keganasan abdominal. Pada pemeriksaan fisik abdomen, dilakukan evaluasi adanya hepatomegali, splenomegali, nyeri kuadran kanan atas, dan ascites. Murphy’s sign dapat ditemukan pada kolesistitis.
Pemeriksaan fisik lain dilakukan untuk mengevaluasi tanda–tanda penyakit hepar kronik, yaitu spider angiomata, kontraktur Dupuytren, ginekomastia, hematoma, dan eritema palmar. Hiperbilirubinemia juga menyebabkan perubahan warna urin menjadi seperti teh.[3,13–15]
Diagnosis Banding
Dalam mendiagnosis hiperbilirubinemia, yang perlu dilakukan adalah mencari penyebab peningkatan kadar bilirubin, apakah hiperbilirubinemia berasal dari produksi bilirubin yang berlebih, gangguan konjugasi, atau gangguan ekskresi bilirubin.[14]
Diagram 1. Diagnosis Banding Hiperbilirubinemia. Sumber: Alomedika, 2023[9,24,25]
Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dapat disebabkan karena produksi berlebih, gangguan uptake, atau gangguan konjugasi. Peningkatan bilirubin terkonjugasi disebabkan oleh penurunan ekskresi bilirubin. Perlu diperhatikan juga berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium apakah hiperbilirubinemia terisolasi atau disertai perubahan hasil laboratorium lainnya yang berkaitan dengan hepar.[14]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hiperbilirubinemia terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat mengarahkan penyebab hiperbilirubinemia pada pola kolestatik atau intrahepatik. Bila hasilnya mengarah pada kelainan kolestatik, langkah selanjutnya adalah menentukan apakah kolestasis terjadi secara intrahepatik atau ekstrahepatik.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk menemukan dilatasi traktus biliaris, yang menandakan adanya proses ekstrahepatik. Pemeriksaan menggunakan CT scan, magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP), endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), dan endoscopic ultrasound (EUS) lebih akurat dibandingkan ultrasonografi untuk menilai koledokolitiasis distal dan caput pankreas.[2,14]
Bila penyebab ekstrahepatik telah disingkirkan, penyebab intrahepatik perlu dipertimbangkan. Penyebab intrahepatik sulit didagnosis hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan obstruksi intrahepatik dapat mengalami keluhan gatal dan cepat lelah, selain ikterus. Evaluasi laboratorium terkait penyebab intahepatik seperti pemeriksaan serologi hepatitis B dan C, ataupun anti–mitochondrial antibody (AMA) untuk mendiagnosis primary biliary cirrhosis (PBC).[14]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dalam mengevaluasi hiperbilirubinemia terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), alkali fosfatase (ALP), gamma glutamyl–transferase (GGT), waktu protrombin (PT), international normalized ratio (INR), hemostasis, albumin, dan protein. Selain itu, pertimbangkan pula pemeriksaan serologi hepatitis, antimitochondrial antibody (AMA), IgG4, dan biopsi hepar.[1,2,14]
Bilirubin Serum:
Kadar referensi bilirubin serum total pada dewasa adalah 0,3–1,0 mg/dL. Kadar bilirubin indirek adalah 0,2–0,8 mg/dL dan bilirubin direk adalah 0,1–0,3 mg/dL. Pola peningkatan kadar bilirubin baik total, direk, ataupun indirek dapat membantu mendiagnosis penyebab hiperbilirubinemia.[16]
Fungsi Hepar:
Pemeriksaan fungsi hepar terdiri dari pemeriksaan ALT, AST, ALP, dan GGT. Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan penyebab hiperbilirubinemia.
- Bila penyebab hiperbilirubinemia adalah gangguan hepatoseluler, maka ALT dan AST akan meningkat secara tidak proporsional dengan ALP
- Bila perbandingan AST/ALT adalah 2:1, kemungkinan terjadi penyakit hati terkait alkohol
- Bila nilai AST dan ALT berkisar 1000, penyebab kerusakan hepatoseluler dapat terjadi akibat toksin, obat–obatan, iskemia, atau viral
- Peningkatan ALP yang tidak proporsional dengan ALT dan AST menandakan adanya proses kolestatik
- Peningkatan ALP juga mungkin terjadi pada kondisi penyakit pada parenkim hepar, proses patologis pada tulang, ginjal, usus, dan plasenta
- Peningkatan GGT terutama ditemukan pada obstruksi bilier, dan dapat juga ditemukan pada kondisi seperti kelainan pankreas, infark miokard, penyakit ginjal, dan diabetes mellitus[1,2,14]
Konfirmasi obstruksi bilier dapat dilakukan dengan pemeriksaan GGT, bila ALP sudah meningkat, untuk menyingkirkan penyakit lainnya yang menyebabkan peningkatan ALP. Kadar GGT serum yang rendah dibandingkan dengan keparahan kolestasis dapat ditemukan pada kondisi yang diturunkan seperti progressive familial intrahepatic cholestasis (PFIC) dan kelainan sintesis asam empedu.
Kadar ALT, AST, ALP yang normal pada pasien dengan hiperbilirubinemia menandakan adanya penyebab prehepatik, kelainan darah, proses konjugasi, atau defek ekskresi hepatik. Pada pasien dengan sirosis hepatis, jumlah parenkim hepar normal berkurang, sehingga mungkin tidak terdapat peningkatan enzim hepar.[1,2,14]
Fungsi Sintesis Hepar:
Fungsi sintesis hepar dapat diukur dengan pemeriksaan albumin dan PT. Albumin secara normal disintesis oleh hepar sebanyak 15 g/hari. Penurunan produksi albumin dapat terjadi pada gangguan fungsi hepar, toksin, atau stres. Hipoalbuminemia menggambarkan kondisi kronis, seperti kanker atau sirosis.
Waktu protrombin (PT) mengukur konversi protrombin menjadi trombin menggunakan faktor koagulasi II, V, VII, dan X yang disintesis hepar. Pada gangguan hepar, produksi faktor koagulasi menurun, sehingga PT memanjang.
Perpanjangan PT juga dapat menggambarkan defisiensi vitamin K karena ikterus yang lama, malabsorbsi vitamin K, dan koagulasi intravaskular diseminata. Bila waktu protrombin tidak mengalami perbaikan dengan pemberian vitamin K, maka kemungkinan penyebabnya adalah cedera hepatoseluler.[2,14,15]
Pemeriksaan Radiologi:
Pemeriksaan radiologi pada hiperbilirubinemia terutama dilakukan untuk mengevaluasi pola kolestatik. Pola kolestatik dapat dibedakan menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik. Pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan ultrasonografi untuk mengevaluasi dilatasi bilier.
Ultrasonografi memiliki keterbatasan seperti penurunan sensitivitas pada pasien obesitas dan adanya gas pada usus. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan baku emas untuk mendiagnosis sumber kolestasis ekstrahepatik, namun magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) lebih aman dan noninvasif dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik.[14]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli