Epidemiologi Hiperbilirubinemia
Data epidemiologi menunjukkan bahwa hiperbilirubinemia pada orang dewasa sering ditemukan pada sirosis hepatis dan penyakit kantung empedu. Sebanyak 20% bayi mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupan. Pria memiliki prevalensi sirosis alkoholik, nonalkoholik, hepatitis B kronik, keganasan pankreas, sclerosing cholangitis yang lebih tinggi. Sementara itu, wanita memiliki prevalensi batu empedu, primary biliary cirrhosis dan kanker kantung empedu yang lebih tinggi.[2]
Global
Pada tahun 2017, sirosis hepatis menyebabkan 1,32 juta kematian di seluruh dunia. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan 676.000 kematian pada 1980.[10]
Di Amerika Serikat, jumlah orang dewasa dengan penyakit hepar adalah 4,5 juta, dengan persentase 1,8%. Faktor–faktor risiko yang meningkatkan prevalensi antara lain adalah infeksi virus hepatitis dan alkohol.
Di seluruh dunia, 257 juta orang mengalami hepatitis B kronik pada 2015, dengan prevalensi tertinggi di Asia dan Afrika (8%). 71 Juta orang terinfeksi virus hepatitis C pada tahun 2015. Prevalensi sirosis hepatis akibat alkohol juga meningkat 16,1%.[10]
Indonesia
Data epidemiologi hiperbilirubinemia di Indonesia masih belum banyak ditemukan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Prevalensi hepatitis tertinggi terdapat pada usia 45–54 tahun dan 65–74 tahun.[11]
Mortalitas
Mortalitas hiperbilirubinemia berkaitan dengan etiologinya. Penyakit hati kronis dan kanker hepar merupakan etiologi yang banyak menyebabkan kematian. Penyakit hati kronis menyebabkan kematian lebih dari 1 juta orang pada tahun 2010, sekitar 1,95% dari populasi global. Kanker hepar menyebabkan 752 ribu kematian dan hepatitis akut menyebabkan 307 ribu kematian pada tahun 2010.[12]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli