Etiologi Inkontinensia Alvi
Etiologi inkontinensia alvi berkaitan dengan disfungsi sfingter anal, gangguan sensasi pada rektum, serta penurunan kapasitas dan compliance rektum. Selain itu, adanya perubahan pada waktu transit kolon, konsistensi feses, faktor kognitif, maupun faktor neurologis juga berpengaruh.[4]
Dokter perlu membedakan inkontinensia dan pseudo-incontinence. Proses terjadinya pseudo-incontinence berkaitan dengan kebersihan anal yang buruk, prolaps hemoroid interna, fistula anal, impaksi fekal, penyalahgunaan obat pencahar, diare infeksius, penyakit dermatologis perianal, atau neoplasma anorektal.[6]
Trauma
Trauma obstetri dapat berperan dalam proses terjadinya inkontinensia alvi pada wanita. Persalinan pervaginam dapat merusak dasar panggul dan menyebabkan robeknya sfingter anal, yang meningkatkan risiko inkontinensia alvi. Trauma obstetri juga dapat terjadi akibat penggunaan forsep, trauma saraf pudendal, dan tindakan episiotomi yang mediolateral.[2,4]
Beberapa trauma lain yang menyebabkan gangguan sfingter dan kerusakan persarafan dasar panggul adalah trauma penetrasi, laserasi perineum, fraktur pelvis, cedera spinal, penyisipan benda asing, serta trauma akibat kekerasan seksual.[4]
Iatrogenik
Tindakan operasi pada sfingter anal atau struktur di sekitarnya dapat menyebabkan inkontinensia alvi, misalnya operasi anorektal, operasi kolorektal, hemoroidektomi, fistulotomi, lateral internal sphincterotomy, dan low anterior resection (LAR).[2,4]
Umumnya, inkontinensia alvi akibat operasi hemoroidektomi terjadi karena cedera pada sfingter anal internal atau eksternal. Sementara itu, pada operasi LAR (terutama setelah radiasi), inkontinensia alvi disebabkan oleh hilangnya reservoir rektal yang kemudian mengurangi kapasitas rektum untuk menahan volume feses yang sesuai.[4]
Selain itu, radiasi pada pelvis seperti dalam kasus proktosigmoiditis juga menyebabkan inkontinensia alvi derajat berat karena berkurangnya kapasitas rektum, fungsi sfingter anal, serta sensitivitas mukosa rektum dan neuropati.[4]
Neurogenik
Inkontinensia alvi pada gangguan neurologis terjadi karena gangguan kontrol sfingter anal, berkurangnya atau tidak adanya sensibilitas anorektal, atau adanya abnormalitas refleks anorektal. Contohnya adalah pada kasus diabetes mellitus, multiple sclerosis, stroke, dan trauma medulla spinalis.[4,5]
Kongenital
Inkontinensia kongenital terjadi pada individu dengan anomali anorektal seperti penyakit Hirschsprung, atresia ani, spina bifida, meningocele, atau myelomeningocele. Riwayat pembedahan pada kelainan kongenital dapat meningkatkan risiko inkontinensia selama masa kanak-kanak atau di kemudian hari.[4]
Penyakit Anorektal dan Kolorektal
Penyakit anorektal maupun kolorektal seperti hemoroid, fisura, fistula, prolaps rektum, inflammatory bowel disease, irritable bowel syndrome, keganasan, infeksi, inflamasi anorektal kronis, colitis, dan proktitis merupakan faktor risiko inkontinensia alvi.[4,6]
Idiopatik
Inkontinensia alvi idiopatik umumnya terjadi pada lansia. Suatu hipotesis menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh denervasi otot dasar panggul akibat cedera peregangan di saraf pudendal dan sakral secara berkepanjangan serta ketegangan saat defekasi (anismus).[2,5]
Faktor Risiko
Prevalensi rata-rata inkontinensia alvi adalah 8%. Prevalensi meningkat dari 2,6% pada usia 20–29 tahun menjadi 15% pada usia ≥70 tahun.[2]
Usia
Pasien lansia memiliki risiko tinggi untuk mengalami inkontinensia alvi, yang dikaitkan dengan status kesehatan yang buruk dan faktor risiko lain seperti imobilitas.[2,7]
Suatu penelitian melibatkan wanita sehat dengan usia rata-rata 51 tahun dalam tes manometri anorektal. Penelitian ini melaporkan adanya penurunan tekanan maksimal anus saat relaksasi dan kontraksi yang berkaitan dengan pertambahan usia, terlepas dari status paritas.[3]
Pertambahan usia juga dikaitkan dengan konduksi saraf pudendus yang lebih lambat, penurunan perineum saat istirahat, dan penurunan fungsi sensorik anorektal.[3]
Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki prevalensi inkontinensia alvi lebih tinggi daripada laki-laki. Trauma obstetri adalah faktor risikonya.[7]
Persalinan pervaginam merupakan faktor predisposisi yang paling umum karena dapat menyebabkan gangguan sfingter anal internal maupun eksternal. Selain itu, persalinan pervaginam bisa menyebabkan kerusakan pada saraf pudendal melalui peregangan berlebihan dan/atau kompresi serta iskemia berkepanjangan.[2,7]
Penghuni Panti Jompo
Insiden inkontinensia alvi pada lansia penghuni panti jompo adalah 10–50%.[8]
Faktor Risiko Lain
Beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko inkontinensia alvi adalah buruknya kesehatan, kurangnya aktivitas fisik, adanya penyakit kronis, kurangnya konsumsi serat dan air, serta adanya faktor psikologis seperti depresi dan dementia yang mengganggu mobilitas.[2,5,8-10]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur