Patofisiologi Inkontinensia Alvi
Patofisiologi inkontinensia alvi melibatkan disfungsi sfingter anal, berkurangnya rectal compliance, atau adanya gangguan sensasi di rektum. Patofisiologi inkontinensia alvi merupakan proses kompleks yang dipengaruhi berbagai faktor. Untuk mempertahankan kontinensia feses, interaksi berbagai sistem organ dan saraf diperlukan.[1,2]
Disfungsi Sfingter Anal
Sfingter anal terdiri dari sfingter anal internal (IAS) dan sfingter anal eksternal (EAS). IAS dipersarafi oleh sistem saraf enterik yang berperan dalam relaksasi dan dimediasi oleh saraf parasimpatis (refleks inhibisi rektoanal), sehingga memungkinkan reseptor sensorik anal untuk membantu membedakan feses padat atau cair dari gas.[3]
Sementara itu, EAS dipersarafi oleh saraf pudendus serta saraf motorik dan sensorik dari S2, S3, dan S4, yang berperan untuk kontraksi dan pertahanan kontinensia selama peningkatan tekanan intraabdominal (refleks kontraktil rektoanal).[1,3]
Penurunan tekanan sfingter anal merupakan salah satu dasar terjadinya inkontinensia alvi, yang bisa disebabkan oleh trauma anal, trauma persalinan pervaginam dengan berbagai faktor risiko, serta gangguan neurologis seperti pada pasien diabetes atau cedera spinal.[2]
Rectal Compliance
Rektum sebagai reservoir feses dapat menampung volume hingga 300 ml tanpa ada peningkatan tekanan. Jika volume melampaui batas tersebut, keinginan untuk defekasi akan muncul.[1,2]
Berkurangnya rectal compliance menyebabkan peningkatan frekuensi dan urgency pergerakan usus karena kemampuan rektum untuk menampung feses berkurang. Hal ini menyebabkan inkontinensia alvi walaupun fungsi sfingter anal normal. Proktitis ulseratif dan proktitis radiasi merupakan gangguan yang sering berkaitan dengan penurunan rectal compliance.[1,2]
Gangguan Sensasi pada Rektum
Penurunan sensasi anorektal berkontribusi terhadap terjadinya inkontinensia alvi pada sebagian besar individu. Beberapa kondisi yang berkaitan dengan gangguan sensasi anorektal adalah diabetes mellitus, multiple sclerosis, dementia, meningomyelocele, dan cedera spinal.[1-3]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur