Diagnosis Penyakit Celiac
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis penyakit celiac dapat ditegakkan dengan tes serologi, yaitu tes antibodi anti-tissue transglutaminase (IgA TTG). Namun, konfirmasi diagnosis dengan pemeriksaan baku emas berupa biopsi mukosa duodenum umumnya masih diperlukan setelahnya.
Penyakit celiac bisa menunjukkan manifestasi klinis beragam dan dapat melibatkan satu atau lebih sistem organ. Banyak juga pasien penyakit celiac hanya menunjukkan gejala yang ringan atau bahkan asimtomatik.[15,19]
Anamnesis
Manifestasi klinis penyakit celiac dapat dibedakan menjadi manifestasi intestinal dan ekstraintestinal. Gejala intestinal yang paling umum adalah diare, flatus, nyeri perut, perut terasa kembung, konstipasi, dan muntah. Gejala pada remaja dan orang dewasa umumnya tidak spesifik dan lebih bervariasi sehingga dapat terjadi misdiagnosis.
Pada anak-anak, gejala klinis klasik penyakit celiac adalah distensi abdomen, diare, dan failure to thrive. Sekitar 90% anak mengalami nyeri perut dan 50% anak mengalami penurunan berat badan, diare, lemas, mual, atau muntah.
Gejala ekstraintestinal umumnya disebabkan oleh malabsorbsi kronis di usus halus. Kelelahan, anemia, dermatitis, gejala neurologis seperti kejang dan parestesia, serta gejala hormonal juga dapat dikeluhkan oleh pasien penyakit celiac. Pada anak-anak dan remaja, gejala ekstraintestinal yang mungkin terlihat adalah perkembangan pubertas yang terlambat dan short stature.
Penyakit celiac memiliki faktor risiko genetik yang kuat, sehingga anamnesis tentang riwayat penyakit serupa pada keluarga juga perlu dilakukan. Selain itu, kebiasaan diet yang dikonsumsi juga perlu ditanyakan untuk menilai paparan gluten.[2,3,15,20]
Pemeriksaan Fisik
Pada kebanyakan pasien dengan penyakit celiac, temuan pemeriksaan fisik mungkin tidak spesifik. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan abdomen yang timpanik dan terdistensi. Pada kasus malabsorbsi dapat ditemukan penurunan berat badan, muscle wasting, pucat, dan stomatitis.
Malabsorbsi juga dapat mengganggu fungsi koagulasi darah dan menyebabkan mudah terjadinya memar. Asites juga dapat terlihat pada pasien dengan hipoproteinemia berat. Selain itu, edema perifer, cheilosis, gambaran dermatitis, hipotensi ortostatik, dan osteoporosis dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit celiac.[3,20]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit celiac umumnya berkaitan dengan gejala gastrointestinal, seperti gastroenteritis bakterial, Crohn’s disease, giardiasis, irritable bowel syndrome, intoleransi terhadap makanan lain, atau konsumsi obat-obat tertentu seperti angiotensin receptor blockers (ARB).[2,3,20]
Gastroenteritis Bakterial
Pada pasien dengan gastroenteritis bakterial, umumnya ditemukan gejala saluran cerna yang serupa dengan penyakit celiac. Namun, pasien dengan gastroenteritis bakterial mungkin mengalami demam dan dehidrasi karena diare berat. Umumnya, penyakit ini juga bukan merupakan penyakit kronis seperti penyakit celiac.
Crohn’s Disease
Hal yang membedakan Crohn’s disease dengan penyakit celiac adalah diare pada Crohn’s disease dapat disertai mukus dan darah. Selain itu, keluhan terkait episkleritis, uveitis, stomatitis, cholangitis, nefrolitiasis, arthritis, dan infeksi saluran kemih juga dapat ditemukan pada Crohn’s disease.[21,22]
Irritable Bowel Syndrome
Untuk kasus yang dicurigai sebagai irritable bowel syndrome (IBS), kriteria Rome IV dapat digunakan untuk membantu diagnosis. Kriteria ini mencakup adanya nyeri perut dengan defekasi, perubahan frekuensi defekasi, dan/atau perubahan bentuk feses selama minimal 3 hari dalam 1 bulan selama 3 bulan terakhir.
IBS sering disebut sebagai nyeri perut atau perubahan kebiasaan usus yang tidak memiliki penyebab yang jelas. Selain itu, pemeriksaan abdomen, kulit, oral, dan rektal dapat memberikan hasil yang normal.[23,24]
Giardiasis
Pada giardiasis, pasien umumnya mengalami nyeri perut, flatus, dan diare berair dalam volume banyak dengan bau busuk. Pasien berisiko tinggi mengalami dehidrasi. Pasien umumnya memiliki riwayat konsumsi air yang terkontaminasi.
Penggunaan Obat Tertentu
Diagnosis banding lain dari penyakit celiac adalah riwayat konsumsi obat ARB seperti olmesartan. Beberapa studi menunjukkan terjadinya diare dan penurunan berat badan pada pasien yang mengonsumsi olmesartan. Endoskopi menunjukkan inflamasi mukosa dan atrofi vili usus yang menyerupai gambaran penyakit celiac. Namun, tes serologi antibodi untuk penyakit celiac menunjukkan hasil negatif.[24-26]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk diagnosis penyakit celiac umumnya dimulai dengan pemeriksaan serologis dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologis dari biopsi. Biopsi mukosa duodenum masih merupakan standar baku emas diagnosis penyakit celiac.[2]
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis dapat berupa pemeriksaan antibodi anti-tissue transglutaminase (tTG) dan antibodi anti-endomysial (anti-EmA). Tes anti-EmA memiliki spesifisitas tinggi tetapi memerlukan biaya yang cukup mahal dan memiliki sensitivitas yang lebih rendah daripada pemeriksaan serologis lain.
Tes tTG memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas yang menyerupai pemeriksaan anti-EmA, dengan biaya pemeriksaan yang lebih terjangkau. Oleh karena itu, tes ini sering menjadi metode diagnosis celiac lini pertama. Pemeriksaan antibodi lainnya yaitu deamidated gliadin peptide tidak cukup sensitif dan spesifik. Akan tetapi, pemeriksaan ini cukup sensitif pada populasi anak-anak di bawah usia 18 bulan.
Menurut guideline klinis dan rekomendasi dari berbagai studi, tes diagnostik serologis harus dilakukan pada pasien dengan kondisi sedang konsumsi diet yang mengandung gluten, bukan diet bebas gluten seperti saat sedang tata laksana.[2,7,19,20,27]
Biopsi Duodenum dan Pemeriksaan Histopatologis
Penyakit celiac umumnya melibatkan mukosa usus halus tetapi tidak mencapai lapisan submukosa, muskularis, dan serosa. Endoskopi dan biopsi usus halus merupakan komponen penting dalam penegakkan diagnosis penyakit celiac. Biopsi dilakukan saat pasien mengonsumsi diet yang mengandung gluten selama 2–8 minggu.
Prosedur ini memerlukan minimal 4–6 spesimen untuk memastikan diagnosis yang adekuat. Sistem grading pada penyakit celiac menggunakan klasifikasi Marsh yang menunjukkan tingkat kerusakan mukosa dari limfositosis intraepitelial, hiperplasia kripta, atrofi vili parsial, hingga atrofi vili subtotal atau total.
Pada pasien yang dicurigai kuat mengalami penyakit celiac, biopsi usus dianjurkan meskipun hasil tes serologi negatif. Hal ini dikarenakan ada beberapa kasus penyakit celiac yang memiliki hasil serologi negatif tetapi memiliki hasil biopsi duodenum yang sesuai penyakit celiac.[3,7,20,27]
Pemeriksaan Human Leukocyte Antigen (HLA)
Genotipe HLA spesifik telah dikaitkan dengan penyakit celiac. Beberapa asosiasi medis mengatakan bahwa adanya hasil tes serologi yang positif, hasil HLA typing positif, dan manifestasi klinis yang tipikal dapat mengonfirmasi diagnosis penyakit celiac tanpa biopsi. Namun, mayoritas pedoman yang ada tidak menganjurkan HLA typing sebagai pemeriksaan awal yang rutin.
Pemeriksaan HLA typing dianjurkan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit celiac bila: (1) hasil histopatologi biopsi menunjukkan Marsh 1–2 tetapi hasil serologi negatif; (2) pasien tidak diperiksa untuk penyakit celiac sebelum memulai diet bebas gluten; dan (3) ada hasil yang tidak sesuai antara tes serologi dan tes histopatologi.[2,3]
Pemeriksaan Laboratorium Lain
Pemeriksaan laboratorium pada pasien penyakit celiac dapat menunjukkan masalah elektrolit (hipokalsemia dan hipokalemia) dan tanda malnutrisi seperti hipoalbuminemia atau hipoproteinemia. Selain itu, pasien penyakit celiac juga cenderung menunjukkan hasil anemia karena defisiensi folat, besi, atau vitamin B12 yang disebabkan oleh malabsorbsi usus. Pemeriksaan feses dapat menunjukkan gambaran berminyak dan bau tengik karena malabsorbsi lemak.[2,3]