Diagnosis Anemia Hemolitik
Diagnosis anemia hemolitik sebaiknya dipandu keluhan pasien dan riwayat penyakit keluarga. Pemeriksaan penunjang dapat membantu mencari penyebab hemolisis, misalnya apusan darah tepi dan direct antiglobulin test (DAT). Dari data dasar ini, pemeriksaan penunjang dapat diarahkan lebih spesifik untuk mengonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. [3]
Anamnesis
Gejala anemia hemolitik bervariasi tergantung dari derajat kompensasi anemia, perawatan yang telah dilakukan sebelumnya, dan penyebab yang mendasari anemia hemolitik. Pasien yang mengalami anemia ringan atau telah menderita anemia dalam jangka waktu lama bisa saja asimptomatik karena telah mengalami kompensasi. Jika muncul keluhan, maka dapat berupa pucat, ikterik, pembesaran abdomen akibat splenomegali, rasa cepat lelah, takikardia, dyspnea, angina, dan fatigue. [1,2]
Pasien anemia hemolitik dapat datang dengan keluhan nyeri perut, karena keadaan hemolisis persisten dapat menyebabkan batu empedu Warna kulit dapat berubah menjadi tembaga pada keadaan hemosiderosis, karena kelebihan besi pada pasien yang telah menerima transfusi berkali-kali atau mereka yang mendapat terapi besi secara tidak tepat. Riwayat urin yang berwarna gelap dapat disebabkan oleh hemoglobinuria.
Perlu juga ditanyakan riwayat konsumsi obat yang dapat menyebabkan immune hemolysis. Contoh obat ini misalnya penicillin, quinine, quinidine, dan levodopa. [1,6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak pucat terutama pada konjungtiva dan kuku. Pada pemeriksaan tanda vital, bisa didapatkan takikardia, takipnea, dan terkadang hipotensi karena anoksia dan penurunan volume vaskular. [1,2]
Ikterik dapat muncul karena peningkatan kadar bilirubin indirek akibat hemolisis. Ikterik tidak spesifik mengarahkan pada anemia hemolitik, karena ikterik juga dapat ditemukan pada penyakit hepar dan obstruksi bilier. [1]
Splenomegali dapat ditemukan, tetapi tidak semua anemia hemolitik akan menyebabkan splenomegali, contohnya pada defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Splenomegali kadang tidak jelas pada pemeriksaan fisik, sehingga dapat dilakukan USG atau CT scan abdomen untuk menentukan derajat pembesaran limpa. Ketika mengevaluasi ukuran limpa, sangat penting untuk menghindari tekanan yang tidak perlu agar tidak terjadi ruptur.
Pada pasien dengan anemia sel sabit dapat ditemukan adanya ulkus tungkai. Nyeri perut kuadran kanan atas dapat mengindikasikan adanya cholelithiasis (batu bilirubin) dan penyakit kandung empedu.
Angina dan gejala gagal jantung dapat muncul pada pasien yang mengalami kompensasi kardiovaskular. Pada pasien anemia hemolitik kronik, peningkatan konsumsi cadangan folat tubuh dapat menyebabkan defisiensi folat. Manifestasi klinis defisiensi fosfat antara lain patchy hyperpigmentation, sore tongue, dan gejala gastrointestinal. [1-3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada anemia hemolitik didasarkan pada penyakit yang mendasari terjadi hemolisis. Diagnosis banding dapat dikelompokkan menjadi alloimun, autoimun, hemolisis terinduksi obat, diakibatkan bisa hewan, enzimopati, hemoglobinopati, infeksi, membranopati, penyakit sistemik, dan trauma.
Alloimun
Contoh anemia hemolitik alloimun adalah reaksi transfusi dan penyakit hemolisis pada fetus dan neonatus. Untuk mengidentifikasi penyakit ini dapat dilakukan pemeriksaan direct antiglobulin test (DAT).
Autoimun
Anemia hemolitik autoimun (AHAI) dapat dibagi menjadi dua yaitu AHAI hangat dan dingin. Untuk mengidentifikasi penyakit ini dapat dilakukan pemeriksaan direct antiglobulin test (DAT).
Hemolisis Terinduksi Obat
Contoh anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat adalah pada penyakit drug-induced thrombotic microangiopathy dan drug-induced immune hemolytic anemia. Obat yang dapat menyebabkan misalnya penicillin, quinine, quinidine, dan levodopa.
Bisa Hewan
Hemolisis juga dapat disebabkan bisa hewan, misalnya pada kasus gigitan ular dan gigitan laba-laba jenis tertentu.
Enzimopati
Contoh penyakit enzimopati yang bisa menyebabkan hemolisis adalah defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi piruvat kinase. Mekanisme yang menyebabkan hemolisis adalah mekanisme oksidatif. Penyakit dapat didiagnosis dengan mengukur kadar enzim terkait.
Hemoglobinopati
Penyakit hemoglobinopati yang bisa menyebabkan anemia hemolitik adalah thalassemia dan sickle cell disease. Penyakit ini bisa didiagnosis dengan melakukan elektroforesis.
Infeksi
Contoh infeksi yang menyebabkan hemolisis adalah malaria, trypanosoma, dan babesiosis. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan mengidentifikasi patogen, misalnya melalui apusan darah tepi.
Membranopati
Penyakit membranopati yang dapat menyebabkan hemolisis adalah hereditary spherocytosis, hereditary elliptocytosis, dan paroxysmal nocturnal hemoglobinuria. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan melakukan osmotic fragility test atau eosin-5-maleimide binding.
Penyakit Sistemik
Penyakit sistemik yang bisa menyebabkan anemia hemolisis adalah lupus eritomatosus sistemik, skleroderma, hipersplenisme, dan penyakit hepar.
Trauma
Hemolisis juga bisa disebabkan oleh trauma mekanik, misalnya karena alat endovaskular, stenosis aorta, penggunaan extracorporeal membrane oxygenation, dan malformasi arteriovenosa. [2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk menentukan derajat anemia, dapat dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan indeks sel darah merah terlebih dulu. Jika dicurigai hemolisis disebabkan oleh defisiensi enzim, dapat dilakukan pemeriksaan laktat dehidrogenase. Apusan darah tepi dapat digunakan untuk mengidentifikasi parasit malaria atau bentuk sel darah merah yang abnormal. [2]
Hitung Darah Lengkap
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi anemia, pansitopenia, dan infeksi. Trombosit umumnya normal pada kebanyakan kasus anemia hemolitik. Bila terjadi keadaan trombositopenia pada anemia hemolitik, patut dicurigai adanya penyakit lupus eritematosus sistemik, leukemia limfositik kronik, dan microangiopathic hemolytic anemia. [1]
Indeks Sel Darah Merah
Pada indeks sel darah merah, nilai mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) yang rendah sesuai dengan pola microcytic hypochromic anemia akibat defisiensi besi yang dapat terjadi pada hemolisis intravaskular kronik.
Nilai MCV yang tinggi sesuai dengan keadaan anemia makrositik. Cadangan folat yang dikonsumsi oleh tubuh selama perjalanan kronik anemia hemolitik dapat menyebabkan keadaan megaloblastik dan nilai MCV yang tinggi. Nilai MCH dan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) yang tinggi juga menandakan sferositosis. [1]
Apusan Darah Tepi
Apusan darah tepi dapat mengidentifikasi adanya parasit yang menyebabkan hemolisis (seperti anemia) dan juga kelainan bentuk sel darah merah. Pada malaria, apusan darah tepi dengan pewarnaan Wright-Giemsa akan menunjukkan trofozoit atau skizon parasit malaria.
Gambaran apusan darah tepi berupa jumlah limfosit kecil dan smudge cells mengindikasikan adanya leukemia. Polikromasia menandakan bahwa sel darah merah yang beredar adalah sel darah merah imatur. Sferosit menandakan adanya congenital spherocytosis atau autoimmune hemolytic anemia (AIHA). Skistosit menandakan penyakit Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic Uremic Syndrome, atau kerusakan sel darah merah akibat mekanik. [1,2]
Direct Antiglobulin Test (DAT)
DAT dahulunya disebut sebagai tes Coomb direk. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui apakah sel darah merah diselimuti oleh imunoglobulin atau komplemen in vivo atau tidak. Tes ini dapat mengidentifikasi keterlibatan imun dalam proses hemolisis, misalnya pada anemia hemolitik autoimun. [3]
Laktat Dehidrogenase (LDH)
Peningkatan serum LDH merupakan salah satu kriteria diagnostik anemia hemolitik. Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik karena kadar LDH juga dapat meningkat akibat adanya sel kanker atau kerusakan organ lain. Penurunan kadar LDH dapat dijadikan sebagai pengukuran keberhasilan terapi. [1,7]
Hitung Retikulosit
Peningkatan hitung jumlah retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah merah sebagai respon sumsum tulang terhadap anemia. [2]
Serum Haptoglobin
Kadar Serum haptoglobin yang rendah adalah tanda telah terjadi hemolisis sedang sampai berat pada pasien. Penurunan kadar serum haptoglobin lebih umum ditemui pada keadaan hemolitik intravaskular karena isi sel yang seluruhnya dilepaskan ke plasma. Akan tetapi, kadar serum haptoglobin dapat tetap normal atau tinggi pada anemia hemolitik akibat infeksi dan keadaan reaktif lainnya. [1]
Bilirubin Indirek
Peningkatan kadar unconjugated bilirubin atau bilirubin indirek akan ditemukan pada pasien dengan anemia hemolitik. Namun, kadar bilirubin indirek biasanya tidak akan lebih dari 3 mg/dL. [1]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Berikut beberapa jenis pemeriksaan khusus yang diperlukan untuk menentukan etiologi anemia hemolitik:
- Pemeriksaan hemoglobin bebas di urin
- Pemeriksaan hemosiderin urin
- Pemeriksaan daya tahan sel darah merah
- Cold agglutinin titer
- Skrining Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
- Skrining sel sabit [1-3]