Penatalaksaan Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik sangat tergantung pada etiologi yang mendasarinya. Tujuan utama dari terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. [1]
Kortikosteroid
Kortikosteroid diindikasikan pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor imunitas. Terutama pada anemia hemolitik autoimun (AIHA). Pada tahap awal dapat diberikan prednison oral 1–2 mg/kg/hari. Bila respon terapi per oral kurang adekuat, maka dapat diberikan methylprednisolone intravena dengan dosis 0,8–1,6 mg/kg/hari. Penurunan dosis steroid harus dilakukan dengan perlahan. [1,8]
Erythropoietin
Erythropoietin (EPO) digunakan untuk mengurangi kebutuhan transfusi. Keadaan dimana terapi EPO dapat mengurangi kebutuhan transfusi antara lain:
- Anak-anak dengan gagal ginjal kronik
- Anemia hemolitik autoimun yang berhubungan dengan retikulositopenia
- Pasien sickle cell anemia yang menjalani hemodialisis karena gagal ginjal
- Bayi dengan hereditary spherocytosis
Akan tetapi kemampuan EPO untuk mengurangi transfusi pada bayi baru lahir dengan hereditary spherocytosis dan pada post-diarrheal hemolytic uremic syndrome masih belum jelas. Metode terapi ini masih membutuhkan studi lebih lanjut. [1]
Tranfusi Darah
Terapi anemia hemolitik dengan transfusi darah sebaiknya dihindari kecuali dinilai sangat perlu. Transfusi dapat dilakukan pada pasien dengan angina atau pasien dengan keadaan kompensasi kardiopulmonal berat. Kelebihan besi karena riwayat transfusi berkali-kali pada anemia kronik (contohnya pada thalassemia dan sickle cell anemia) dapat diterapi dengan kelasi besi. [1]
Intravenous Immunoglobulin G (IVIG)
Intravenous immunoglobulin (IVIG) dapat digunakan sebagai terapi pasien AIHA. Tetapi modalitas tata laksana ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut karena tidak semua pasien berespon terhadap pemberian IVIG. Penelitian lanjutan mengenai efikasi dan populasi target masih dibutuhkan. [9]
Intravenous immunoglobulin dapat diberikan dengan dosis 0,4–0,5 g/kg selama 5 hari. Terapi ini biasanya diindikasikan sebagai terapi adjuvan steroid pada kasus anemia hemolitik terkait imun yang berat. [8]
Asam folat
Pemberian profilaksis asam folat diindikasikan karena hemolisis aktif dapat menurunkan kadar folat serum dan menyebabkan megaloblastosis. [1]
Rituximab
Rituximab adalah chimeric monoclonal antibody yang menargetkan diri pada antigen CD20 limfosit B yang umumnya dipergunakan sebagai terapi pada non-Hodgkin’s lymphomas, leukemia limfositik kronik dan rheumatoid arthritis berat. Rituximab digunakan sebagai terapi off label pada AIHA dengan dosis 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu. [8]
Terapi Bedah
Splenektomi merupakan pilihan utama terapi pada anemia hemolitik akibat keadaan tertentu, seperti hereditary spherocytosis. Pada kasus lain, seperti AIHA, splenektomi direkomendasikan ketika modalitas terapi lainnya telah gagal.
Splenektomi tidak direkomendasikan pada intravaskular hemolisis. Sepsis berat pada pasien pasca operasi splenektomi adalah kasus yang jarang, tapi merupakan keadaan yang fatal. [1,10]
Tata Laksana Lainnya
Tata laksana anemia hemolitik lain dilakukan sesuai penyebab spesifik. Jika anemia hemolitik diduga terkait dengan obat, maka penggunaan obat yang bisa menginduksi hemolisis harus dihentikan segera. Jika hemolisis dicurigai disebabkan oleh malaria, maka dapat diberikan obat antimalaria.