Diagnosis Anemia Megaloblastik
Diagnosis anemia megaloblastik perlu dicurigai pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, abnormalitas neurologi, dan faktor risiko defisiensi vitamin B12 atau asam folat. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan darah tepi yang menunjukkan adanya megaloblast dan neutrofil hipersegmentasi.
Anamnesis
Pasien anemia megaloblastik sering kali tidak merasakan keluhan apa-apa hingga kondisi sudah cukup berat. Keluhan yang dapat muncul pada pasien anemia megaloblastik adalah pucat, rasa lemas, ikterus, penurunan berat badan, dan ikterus.
Beberapa pasien dapat mengeluhkan gejala saluran cerna seperti mual, konstipasi, canker sores, dan penurunan nafsu makan. Pasien juga bisa mengalami perubahan status mental, mulai dari perubahan kepribadian hingga psikosis. Kelainan neurologi juga bisa muncul berupa kesemutan, nyeri, baal, dan rasa terbakar di tangan atau kaki.
Selain dari gejala tersebut, faktor risiko yang berkaitan dengan defisiensi vitamin B12 dan asam folat juga perlu ditanyakan, misalnya gaya hidup vegan, malnutrisi, hamil, menyusui, dan riwayat gastrektomi. Riwayat penggunaan obat yang dapat mengganggu pembentukan eritrosit di sumsum tulang maupun gangguan absorpsi vitamin B12 maupun asam folat perlu ditanyakan.[1,2,4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda anemia, seperti konjungtiva anemis dan kulit atau mukosa bibir pucat. Pasien juga bisa mengalami splenomegali, hepatomegali, ikterus, glositis, dan hiperpigmentasi.
Kelainan neurologis juga bisa ditemukan pada pasien dengan defisiensi besi. Kelainan dapat berupa gangguan gait, keseimbangan, wicara, dan hilangnya sensasi proprioseptif.[1,2,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding anemia megaloblastik adalah anemia makrositik non megaloblastik, dan anemia hemolitik.
Anemia Non Megaloblastik
Anemia makrositik non megaloblastik dapat disebabkan oleh disfungsi hepar, alcohol use disorder, sindrom myelodisplasia, dan hipotiroidisme. Sama dengan anemia megaloblastik, pemeriksaan darah akan menunjukkan sel darah merah makrositik. Namun, pada anemia non megaloblastik tidak terjadi defisiensi vitamin B12 dan asam folat, serta jumlah retikulosit tidak akan melebihi 100.000/mcl.
Pada apusan darah tepi akan ditemukan makrosit bulat, eritrosit ternukleasi, sel teardrop, penurunan trombosit, dan sel trombosit yang besar.[1]
Anemia Hemolitik
Hemolisis merupakan destruksi prematur eritrosit. Anemia hemolitik yang cukup serius dapat menimbulkan kelelahan, pusing, palpitasi, pucat, ikterus, hepatosplenomegali, nyeri punggung dan abdomen, bahkan syok. Anemia hemolitik terjadi pada penyakit sickle cell, thalassemia, atau anemia hemolitik autoimun.[12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berperan penting dalam diagnosis anemia megaloblastik. Berikut adalah pemeriksaan yang dilakukan dan hasil yang mungkin didapatkan pada anemia megaloblastik.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pasien dengan anemia megaloblastik, dapatditemukan penurunan kadar hemoglobin dan makrositosis sel darah merah yang ditandai dengan peningkatan MCV (mean corpuscular volume). Pada keadaan kronis dapat ditemukan adanya neutropenia dan trombositopenia.[1,2,4]
Pemeriksaan Darah Tepi
Berdasarkan analisis mikroskopis apus darah tepi, dapat ditemukan megaloblast, neutrofil hipersegmentasi dengan 6 atau lebih lobus, dan dapat ditemukan badan Howell-Jolly, anisositosis, atau poikilositosis. Contoh temuan neutrofil hipersegmentasi pada Gambar 1.[1,3,4]
Gambar 1. Neutrofil Hipersegmentasi. Sumber: Ed Uthman, Wikimedia Commons, 2013.
Tes Schilling
Tes Schilling dilakukan untuk mendeteksi kecepatan absorpsi vitamin B12. Pasien diberikan vitamin B12 per oral dan dilakukan pemeriksaan kadar urine 24 jam untuk melihat kandungan kobalamin.[13]
Apusan Sumsum Tulang
Pemeriksaan apusan sumsum tulang jarang dilakukan. Namun, dapat ditemukan megaloblast, mitotic figures, metamyelosit, dan Perl’s stain.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja