Prognosis Anemia Sel Sabit
Prognosis anemia sel sabit, atau sickle cell anemia, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi hand-foot syndrome, kadar Hb darah, leukositosis, dan adanya komplikasi. Dalam hal ini, pemberian terapi anemia sel sabit adalah menjaga pasien agar bisa memiliki kesintasan yang tinggi dan morbiditas minimal.[4,5]
Komplikasi
Komplikasi akibat penyakit sel sabit dapat berbeda pada tiap pasiennya dan dapat bersifat ringan hingga berat. Berdasarkan onset munculnya, komplikasi anemia sel sabit dibedakan menjadi komplikasi akut dan kronik.[4,5]
Komplikasi Akut
Komplikasi anemia sel sabit yang bersifat akut antara lain kejadian vasooklusif, acute chest syndrome, stroke akut, dan acute splenic sequestration.
Krisis Vasooklusif:
Vasooklusi merupakan penyebab morbiditas tersering pada pasien anak dan dewasa penderita anemia sel sabit. Kondisi ini menyebabkan nyeri bersifat intermiten yang dapat dirasakan di berbagai tempat, sesuai dengan terjadinya penyumbatan.
Salah satu tanda umum yang umum disebabkan oleh vasooklusi adalah daktilitis atau disebut hand-foot syndrome. Gejalanya berupa pembengkakan dan nyeri pada jari-jari tangan dan kaki yang episodenya dapat dialami sejak anak berusia 6 bulan.
Kondisi vasooklusi juga memicu komplikasi organ serius yang dapat menyebabkan disabilitas sepanjang hidup atau kematian prematur. Pencetus nyeri vasooklusif umumnya adalah dehidrasi, infeksi, suhu ekstrim, dan stres emosional.[4,5,9]
Bakteremia:
Anak dengan penyakit sel sabit memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami bakteremia yang dapat menyebabkan sepsis. Hal ini bisa berujung kematian, umumnya akibat asplenia fungsional yang dialami pasien. Berdasarkan hasil studi di negara berkembang, organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah Streptococcus pneumoniae, Salmonella sp, dan Haemophilus influenzae.[1,4,5]
Acute Chest Syndrome:
Acute chest syndrome (ACS) adalah kegawatdaruratan yang timbul akibat infark pada iga, menyebabkan splinting dada dan atelektasis. Pada anak, manifestasi dapat berupa nyeri dada, demam, batuk, takipnea, leukositosis, dan infiltrat pulmonal. Pasien dewasa biasanya afebris dengan dyspnea, nyeri dada, dan infiltrat multilobus. Jika tidak diobati, ACS dapat berkembang menjadi acute respiratory distress syndrome.[1,4,16]
Stroke:
Stroke dapat muncul pada 10% kasus penyakit sel sabit dan biasanya mengenai pembuluh darah serebral yang besar dan mengenai regio otak secara luas. Tanpa terapi, rekurensi berisiko tinggi untuk terjadi. Dengan terapi transfusi darah, risiko rekurensi berkisar 22%.[1,11,25]
Komplikasi Kronik
Komplikasi anemia sel sabit yang bersifat kronik mencakup nyeri kronik, hipertensi pulmonal, retinopati, avascular necrosis pada persendian, leg ulcers, dan gagal ginjal.
Nyeri Kronik:
Nyeri kronik pada pasien anemia sel sabit dapat berlangsung seumur hidup dan mulai muncul sejak tahun pertama usia kehidupan pasien. Prevalensi nyeri kronik meningkat seiring peningkatan usia. Sebanyak 30–40% pasien usia anemia sel sabit usia dewasa dilaporkan mengalami nyeri kronik. Nyeri kronik dapat disebabkan oleh cedera reperfusi hipoksia, inflamasi, peningkatan adhesitas sel darah merah, dan sensitisasi sel saraf.[4,5]
Avascular Necrosis (AVN):
AVN atau osteonekrosis diartikan sebagai nekrosis masif dari tulang dan sumsum tulang. Pada pasien anemia sel sabit, kondisi ini disebabkan oleh perubahan pada sel darah merah yang berdampak pada kerusakan pembuluh darah jaringan dan cedera osteoartikular. AVN dapat menyebabkan nyeri kronik, terutama di area femur, humerus, dan persendian pinggul. Sebanyak 40–80 % kasus AVN pada pinggul terjadi secara bilateral.
Leg Ulcers:
Leg ulcers merupakan komplikasi kutaneus yang paling umum dialami oleh pasien anemia sel sabit. Leg ulcers diakibatkan oleh kerusakan vena kronik yang mana onsetnya lebih sering terjadi pada pasien berusia 10–25 tahun. Kondisi ini sering kali berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien hingga menyebabkan depresi.[4,5]
Hipertensi Pulmonal:
Angka kejadian hipertensi pulmonal pada pasien dewasa dengan penyakit sel sabit berkisar antara 25-32%. Echocardiogram disarankan sebagai pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya high tricuspid regurgitant velocity sebagai penanda meningkatnya tekanan arteri sistolik pulmonal.[2,4,5]
Gangguan Ginjal:
Kerusakan ginjal dapat terjadi akibat hiperfiltrasi glomerular, peningkatan beban kerja tubular, serta kerusakan jaringan akibat episode berulang dari pembentukan sel sabit dan proses vasooklusi. Albuminuria merupakan gejala yang paling umum muncul dan dapat memberat seiring bertambahnya usia. Skrining proteinuria setiap tahun di mulai saat pasien berusia 10 tahun dapat membantu deteksi dini adanya kerusakan ginjal.[4,5]
Komplikasi Oftalmologi:
Infark fasial paraorbital dapat menyebabkan ptosis. Perubahan vaskular retina dapat menyebabkan neovaskularisasi dan retinopati. Retinitis proliferatif bisa ditemukan pada penyakit sel sabit dan bisa menimbulkan kebutaan.[4,5]
Prognosis
Prognosis anemia sel sabit dapat berbeda pada tiap pasien namun akan memburuk jika terdapat kondisi berikut, yakni daktilitis pada infant berusia <1 tahun, kadar hemoglobin <7 g/dl, leukositosis tanpa adanya infeksi.
Anemia sel sabit dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Episode berulang krisis vasooklusi menyebabkan nyeri kronik dan fatigue yang mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Adanya berbagai komplikasi berat juga dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien. Penyebab kematian pada orang dengan penyakit sel sabit umumnya meliputi infeksi, hipertensi pulmonal, gagal ginjal, acute chest syndrome, dan stroke.[3,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda