Penatalaksanaan Leukopenia
Penatalaksanaan leukopenia yang utama adalah menangani penyakit yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah leukosit. Sebagai contoh, terapi dari infeksi yang mendasari leukopenia umumnya akan menyebabkan kadar leukosit kembali normal.
Prinsip Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan leukopenia dilakukan sesuai dengan penyakit etiologinya. Leukopenia bukan merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan, sehingga penegakan diagnosis menjadi bagian penting dari manajemen leukopenia sebelum tata laksana diberikan.
Leukopenia Terkait Penatalaksanaan Penyakit
Penatalaksanaan penyakit tertentu, seperti medikamentosa, kemoterapi, radioterapi, dan hemodialisis, diketahui terkait dengan kejadian leukopenia. Pada leukopenia yang disebabkan oleh medikamentosa, kemoterapi, dan radioterapi, penghentian terapi yang diduga menyebabkan leukopenia menjadi penatalaksanaan utama. Meski begitu, dokter perlu mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko dari penghentian terapi dan leukopenia yang dialami.
Secara garis besar, apabila hemodinamik dan kadar leukosit cenderung stabil (tidak mengalami penurunan aktif), maka medikamentosa yang menyebabkan leukopenia dapat dilanjutkan sembari pasien menjalani observasi. Apabila kadar leukosit menurun secara aktif, lakukan pemantauan kadar leukosit dan pertimbangkan penyesuaian dosis atau penghentian terapi.[1,2,6-9]
Hemodialisis juga dapat menyebabkan leukopenia transien yang terjadi dalam 2 sampai 15 menit pertama terapi. Kadar leukosit biasanya akan kembali meningkat menjadi normal hingga lebih tinggi setelah 1 jam terapi. Penatalaksanaan leukopenia transien akibat hemodialisis dapat dilakukan dengan mengganti dialiser, di mana insidensi leukopenia lebih rendah pada jenis dialiser berbahan polysulfone.[1,2,19]
Leukopenia Terkait Penyakit Infeksi
Leukopenia dapat terjadi akibat infeksi, baik bakteri, virus, maupun jamur. Infeksi akut perlu segera ditangani dengan antimikroba yang sesuai dengan etiologi infeksi.
Infeksi bakteri dianggap sebagai etiologi pada setiap leukopenia yang disertai dengan demam atau tanda systemic inflammatory response syndrome, di mana pemberian antibiotik empirik broad-spectrum umumnya bermanfaat. Antibiotik dapat diganti dengan jenis yang lebih spesifik terhadap bakteri etiologi infeksi bila ada hasil kultur.
Pada demam yang tidak berkurang dalam lebih dari 72 jam setelah terapi antibiotik, perlu dipertimbangkan adanya penyebab non-bakteri, superinfeksi, resistensi, tidak adekuatnya dosis antibiotik, hingga adanya sumber infeksi lokal seperti abses, kateter intravena, maupun kateter urin.
Infeksi jamur perlu dipertimbangkan pada pasien dengan demam persisten selama 3-4 hari setelah pemberian antibiotik empiris yang disertai dengan perburukan kondisi pasien. Terapi antijamur, seperti fluconazole atau posaconazole, dapat dipertimbangkan.[1,2,6-9]
Leukopenia Akibat Gangguan Pembentukan Sel Darah
Berbagai penyakit dan penatalaksanaan, seperti keganasan, kelainan genetik, kemoterapi, splenomegali, hingga malnutrisi, dapat menyebabkan penurunan kadar leukosit.
Pada kondisi gangguan pembentukan darah, pemberian terapi myeloid growth factor dengan granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dapat dilakukan. Pemberian G-CSF diindikasikan pada pasien dengan risiko neutropenia disertai demam terkait kemoterapi, riwayat infeksi pada siklus kemoterapi sebelumnya, adanya komorbiditas, atau usia lanjut lebih dari 75 tahun. Pegylated G-CSF diberikan subkutan dengan dosis 6 mg per siklus kemoterapi.
Pada kondisi malnutrisi, suplementasi mikronutrien berupa zat besi, asam folat, dan vitamin B12 perlu diberikan bersama dengan asupan makronutrien yang adekuat. Terapi pembedahan splenektomi dapat dipertimbangkan pada leukopenia dengan splenomegali yang sangat besar dan menyebabkan gejala mengganggu, seperti nyeri dan rasa penuh, sebagai tindakan paliatif.[1,2,6-9]
Profilaksis Antimikroba
Secara umum, profilaksis antibiotik dan antijamur pada leukopenia, terutama pada neutropenia tanpa demam, tidak direkomendasikan untuk diberikan secara universal pada semua pasien. Profilaksis antibiotik dengan fluorokuinolon, seperti levofloxacin dan ciprofloxacin, dapat diberikan pada pasien yang menjalani kemoterapi dengan kadar neutrofil ≤0,1 x 109/L dan diteruskan hingga kadar neutrofil >1,5 x 109/L.
Pada pasien neutropenia tanpa demam dengan risiko tinggi infeksi jamur, seperti pasca transplantasi hematopoietic stem cell, kemoterapi acute myeloid leukemia, penyakit myelodysplastic, atau riwayat infeksi jamur sebelumnya, profilaksis antijamur dapat dilakukan.[1,2,6-9]
Vaksinasi
Pencegahan infeksi penting dilakukan pada setiap pasien dengan leukopenia. Pasien neutropenia sebaiknya mendapatkan vaksinasi terhadap infeksi Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus infuenzae, terutama sebelum tindakan splenektomi.
Pada pasien dengan monositopenia, vaksinasi terhadap infeksi Human Papillomavirus (HPV) sebaiknya diberikan.[1,2,6-9]