Diagnosis Neutropenia
Diagnosis neutropenia sangat bergantung pada anamnesis yang mendalam mengenai riwayat perjalanan penyakit pasien. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien bergantung pada lokasi infeksi. Pemeriksaan penunjang hitung sel darah putih merupakan penanda utama diagnosis neutropenia.
Anamnesis
Pada pasien dengan Neutropenia, dari anamnesis dan riwayat perjalanan penyakit dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Pasien sering mengalami sakit, yang ditandai dengan seringnya pasien berobat, dengan berbagai macam jenis infeksi
- Bila ada hasil hitung sel darah putih serial pasien, perlu ditentukan apakah kondisi neutropenia bersifat akut (hitungan hari hingga minggu) atau kronik (hitungan bulan hingga tahun)
- Ditemukan adanya infeksi oportunistik pada kondisi pasien, atau ditemukan infeksi bakteri dan atau jamur yang jarang dijumpai dalam praktek sehari-hari.
- Akibat infeksi yang dialami, pasien memiliki riwayat konsumsi antibiotik dan antijamur jangka panjang.
- Pasien memiliki riwayat keluarga yang memiliki keluhan serupa atau telah terdiagnosis memiliki penyakit herediter dengan manifestasi neutropenia
- Pasien memiliki riwayat tumor atau sedang menjalani kemoterapi
- Pasien sedang mengonsumsi obat-obatan dengan efek samping neutropenia dalam jangka waktu yang lama Contohnya rituximab, clozapine, dapsone, methimazole, quinidine, aminopyrine, sefalosporin, sulfonamid, hydralazine dan penicillin[1,13]
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik, akan ditemukan tanda infeksi pada bagian tubuh pasien, seperti
- Demam
- Ronga Mulut: gingivitis, tonsillitis rekuren, faring hiperemis, stomatitis aftosa
- Abdomen: peritonitis, splenomegali
- Panca indra: otitis media, konjungtivitis purulenta
- Sendi: arthritis
- Kulit: pyodermitis, abses rekuren, vasculitis, candidiasis mukokutan, granuloma[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding neutropenia antara lain adalah:
Neutropenia Akut
Neutropenia akut didefinisikan sebagai neutropenia yang hanya terjadi pada rentang waktu harian hingga mingguan. Neutropenia akut atau biasa dikenal dengan neutropenia transien berdasarkan etiologinya dapat dibagi menjadi infeksius dan noninfeksius. Neutropenia akut yang disebabkan oleh infeksi terutama disebabkan oleh infeksi virus. Dengan tiga virus tersering adalah Epstein-Barr virus, human immunodeficiency virus (HIV), dan influenza. Namun neutropenia juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur.[2,13,14]
Neutropenia noninfeksius selanjutnya dapat dibagi menjadi neutropenia akibat inflamatorik dan induksi obat sekaligus autoimun. Obat-obatan tertentu selain secara langsung berinteraksi dengan menekan prekursor myeloid di sumsum tulang atau menghambat granulopoiesis, juga berinteraksi dengan sistem imun (sebagai hapten). Umumnya terjadi dalam beberapa jam setelah konsumsi obat, menyebabkan terbentuknya formasi antibodi yang menghancurkan neutrofil di dalam darah. Contohnya adalah obat golongan penicillin[14]
Neutropenia Kronik
Neutropenia kronik didefinisikan sebagai neutropenia yang menetap selama lebih dari tiga bulan. Pada anak dan dewasa, penyebab tersering neutropenia kronik adalah kondisi autoimun atau idiopatik. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya neutropenia kronik antara lain adalah defisiensi vitamin mineral, autoimun, sindroma neutropenik herediter, myelodisplasia, kegagalan sumsum tulang baik didapat maupun yang bersifat kongenital serta idiopatik.[2]
Pada anak-anak, kondisi neutropenia kronik yang berat dapat dibagi menjadi neutropenia kongenital, neutropenia siklikal, neutropenia idiopatik, neonatal alloimmune neutropenia dan Primary autoimmune neutropenia.[4]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan modalitas utama penentu diagnosa neutropenia serta etiologi yang mendasarinya. Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami neutropenia:
Pemeriksaan Darah Perifer
Dari pemeriksaan darah perifer, dapat ditentukan ada tidaknya neutropenia berdasarkan nilai pemeriksaan hitung sel darah putih. Diagnosa neutropenia dapat ditegakkan bila hitung sel neutrofil kurang dari 1.5 x 10/L. Bila hitung sel neutrofil mencapai kurang dari 0.5 x 10/L, maka kondisi ini disebut sebagai neutropenia berat dan pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami infeksi rekuren dengan prognosis yang lebih buruk.[1,13]
Bila kondisi neutropenia disertai dengan anemia dan trombositopenia, perlu dicurigai adanya kondisi autoimmune atau penyakit infeksi atau bisa juga terjadi generalized marrow failure disorder. Apabila dari hasil hitung sel darah putih ditemukan kondisi neutropenia ringan dan limfositopenia secara bersamaan, hal ini dapat terjadi akibat penyakit autoimmune dan neutropenia idiopatik. Pada kondisi neutropenia berat yang disertai limfositopenia, perlu dicurigai kondisi mengarah pada WHIM syndrome.[13]
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang terutama untuk melihat ada tidaknya abnormalitas proses myelopoiesis pada pasien neutropenia. Pemeriksaan ini penting terutama bila terdapat kecurigaan adanya sindrom mielodisplasia atau leukemia myeloblastik akut. Pemeriksaan sumsum tulang juga diindikasikan pada bayi dengan kondisi neutropenia kongenital berat. Pemeriksaan apusan sumsum tulang dapat membantu penilaian derajat beratnya defek proses myelopoiesis yang terjadi di sumsum tulang.[2]
Pemeriksaan Antibodi dan Antigen Neutrofil
Pemeriksaan antigen dan antibodi ini dilakukan dengan metode imunofluoresensi, aglutinasi atau pemeriksaan flowsitometri. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan diagnosa neutropenia autoimun, namun tetap harus melihat manifestasi klinis yang ditemukan serta gambaran sumsum tulang pada pemeriksaan sumsum tulang karena masih tingginya angka positif palsu dan negatif palsu.[2,15]
Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan genetik berguna untuk menentukan diagnosa pada Neutropenia kongenital maupun herediter. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya perburukan penyakit, seperti sindrom mielodisplasia ataupun aplasia darah. Hasil pemeriksaan ini juga dapat menjadi dasar untuk pemberian konseling genetik pada keluarga dengan faktor genetik bawaan.[2]