Penatalaksanaan Patent Ductus Arteriosus
Penatalaksanaan patent ductus arteriosus atau PDA bertujuan untuk menutup ductus arteriosus sehingga meminimalisir gejala yang dialami oleh pasien. Tata laksana meliputi terapi medikamentosa untuk inhibisi prostaglandin, tindakan seperti kateterisasi dan ligasi, dan terapi suportif.
Terapi Suportif
Terapi konservatif pada bayi dengan patent ductus arteriosus dilakukan sama seperti penyakit jantung bawaan lainnya, yaitu restriksi cairan, diuretik, suplementasi oksigen minimal, bantuan napas minimal, dan pemantauan kadar hematokrit.
Manajemen Cairan
Restriksi cairan dilakukan dengan target cairan harian antara 120 sampai 130 ml/kgBB sembari mempertahankan asupan nutrisi setidaknya 120 kkal/kgBB/hari. Fortifikasi susu dapat ditambahkan pada ASI untuk meningkatkan kandungan kalori.[11]
Pemberian Diuretik
Penggunaan diuretik, seperti furosemide atau diuretik loop lainnya tidak diberikan pada bayi umur 1 atau 2 minggu pertama karena merangsang sintesis prostaglandin E2 ginjal, suatu vasodilator kuat yang mempertahankan patensi duktus arteriosus (DA).[11]
Meskipun demikian, penggunaan diuretik telah terbukti meningkatkan fungsi mekanik paru jangka pendek, dan pada jangka panjang ada sedikit bukti meningkatkan luaran klinis bayi dengan PDA. Terapi diuretik yang sering disarankan adalah thiazide seperti chlorothiazide.[11]
Oksigenasi
Bantuan napas minimal dilakukan untuk memperbaiki oksigenasi dengan target saturasi pada 90% sampai 95% dan hiperkapnia permisif dengan target PaCO2 pada 50 sampai 55 mmHg selama pH darah masih dalam batas normal.
Positive end-expiratory pressure (PEEP) pada pasien dengan ventilasi mekanik diberikan pada 5 sampai 7 cmH2O. Selain itu, kadar hematokrit perlu dijaga agar berada pada 35% sampai 40% untuk membantu mengurangi shunting arteri pulmonalis.[2,3,6]
Medikamentosa
Medikamentosa merupakan tata laksana utama pada PDA, dengan tujuan untuk menekan prostaglandin. Penekanan prostaglandin dilakukan dengan non-selective cyclooxygenase inhibitor, seperti indomethacin, ibuprofen, dan paracetamol. Bayi dengan berat >1.000 gram biasanya tidak memerlukan terapi medikamentosa karena walaupun tidak secepat pada bayi lahir aterm, ductus arteriosus cenderung menutup sendiri.[3,6,14]
Sebuah tinjauan dilakukan oleh Peter, et al., terhadap 14 randomized controlled trials (RCT) yang meneliti penggunaan indomethacin dalam tata laksana PDA terhadap 880 bayi preterm. Pemberian indomethacin dikaitkan dengan penurunan risiko kegagalan penutupan ductus arteriosus dalam 1 minggu pemberian dosis pertama bila dibandingkan dengan pemberian plasebo atau tidak diberikan tata laksana sama sekali.[9]
Ibuprofen
Dosis standar ibuprofen yang diberikan secara oral dan intravena untuk penutupan PDA adalah dosis awal 10 mg/kgBB diikuti 2 dosis tambahan 5 mg/kgBB dengan interval 24 jam.
Di negara yang maju, pemberian ibuprofen biasanya lewat sediaan intravena (IV). Di Indonesia, karena sediaan IV mahal, ibuprofen diberikan secara oral. Dalam tinjauan Cochrane, tampak bahwa pemberian ibuprofen oral lebih efektif daripada pemberian IV dengan bukti klinis moderat.[3,20]
Indomethacin
Dosis indomethacin bervariasi di berbagai fasilitas neonatal, yaitu 0,1–0,2 mg/kgBB per dosis yang diberikan pada interval 12 hingga 24 jam. Jika penyempitan berkelanjutan, pemberian dosis akan lebih dari satu dosis.
Dalam penelitian yang sudah di publikasi, jadwal pemberian dosis yang paling umum adalah 3 dosis (0,2 mg/kgBB per dosis) dengan interval 12 jam. Jadwal pemberian dosis alternatif untuk 3 dosis yang diberikan ditentukan oleh usia pascakelahiran pasien dan pengaruhnya terhadap farmakokinetik obat serum:
- Neonatus <48 jam diberikan terapi inisial 0,2 mg/kgBB, diikuti 0,1 mg/kgBB untuk 2 dosis setelahnya
- Neonatus usia 2-7 hari diberikan terapi inisial 0,2 mg/kgBB, yang diikuti 0,2 mg/kgBB untuk 2 dosis setelahnya
- Neonatus usia >7 hari diberikan terapi inisial 0,2 mg/kgBB, yang diikuti 0,25 mg/kgBB untuk 2 dosis setelahnya
Dosis tambahan dapat diberikan jika duktus arteriosus terbuka kembali atau terdapat bukti kekambuhan signifikan. Jika neonatus tidak responsif setelah 2 kali pemberian dosis tambahan, tindakan operatif harus dipertimbangkan.[3,9]
Paracetamol
Paracetamol diberikan untuk PDA dengan dosis 15 mg/kgBB per dosis PO atau IV setiap 6 jam selama 3–7 hari. Paracetamol dapat direkomendasikan pada bayi yang kontraindikasi atau tidak memberikan respons terhadap tata laksana dengan inhibitor COX. Berdasarkan tinjauan Cochrane, pemberian paracetamol cukup aman dan mungkin memiliki efikasi yang menyerupai indomethacin dan ibuprofen.[14,19]
Pembedahan
Tindakan pembedahan merupakan pilihan tata laksana pada PDA yang tidak responsif terhadap teta laksana medikamentosa dan berat badan bayi prematur ≥700 gram.[2,3,6,10,14]
Ligasi PDA
Ligasi PDA merupakan tindakan pembedahan pada pasien PDA dengan gangguan hemodinamik yang menyebabkan disfungsi jantung, gagal ginjal, atau gangguan nafas. Ligasi biasanya dilakukan melalui bedah thorax terbuka. Tindakan ligasi yang terlalu cepat dilakukan dikaitkan dengan kejadian displasia bronkopulmoner dan gangguan neurodevelopmental bayi.
Pada pasien yang menerima tindakan ligasi, perawatan postoperatif perlu segera dilakukan. Perawatan ini termasuk pemantauan jantung berkelanjutan, serta penggunaan support volume dan inotropik untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi yang adekuat.[2,3,6]
Penutupan PDA Perkutan
Penutupan PDA telah dilakukan pada bayi cukup bulan dan bayi prematur, termasuk beberapa pasien dengan berat badan <1000 g. Pada tahun 2019, FDA menyetujui oklusi untuk digunakan pada bayi >700 g dan >3 hari kehidupan.
Akan tetapi, masih belum diketahui apakah intervensi ini efektif dan aman seperti ligasi, terutama pada bayi yang sangat prematur. Selain itu, prosedur ini memerlukan operator yang berpengalaman, dan hanya bisa dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.[3,10]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli