Penatalaksanaan Angina Pektoris
Tujuan penatalaksanaan angina pektoris adalah mencegah kematian dan terjadinya infark jantung. Terapi juga bertujuan untuk mengontrol serangan angina sehingga kualitas hidup pasien dapat diperbaiki. Penatalaksanaan angina pektoris terdiri atas terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologis, termasuk tindakan revaskularisasi pembuluh koroner.[17,18]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis untuk angina pektoris meliputi pemberian obat vasodilator untuk pemenuhan kebutuhan oksigen, dan beberapa obat yang berperan untuk menurunkan kebutuhan oksigen. Obat antiagregasi trombosit juga telah terbukti bermanfaat dalam penanganan angina pektoris.[17,18,23-25]
Nitrat
Nitrat atau bekerja sebagai vasodilator pembuluh vena dan arteri perifer, sehingga preload dan afterload berkurang yang akan menyebabkan wall stress dan kebutuhan oksigen (oxygen demand) menurun. Nitrat juga dapat menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral.[23-25]
Jenis obat nitrat yang sering digunakan adalah:
Isosorbide dinitrate: dosis 5 mg setiap 5 menit, maksimal 3 kali/hari
Nitrogliserin sublingual: efektif untuk meredakan nyeri pada saat episode akut angina, dengan dosis 0,3‒1,5 mg setiap 5 menit, maksimal 3 kali/hari[23-25]
Namun, hilangnya nyeri dada setelah nitrogliserin tidak berkorelasi dengan coronary artery disease.[31]
Beta Bloker
Beta bloker dapat menurunkan kebutuhan oksigen pada miokardium, melalui penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa beta bloker dapat memperbaiki morbiditas dan menurunkan mortalitas pasien dengan infark miokard sebesar 13%.[18,23-25]
Penyekat beta yang dapat menjadi pilihan dalam penatalaksanaan angina pektoris adalah propranolol, metoprolol, dan atenolol. Terapi penyekat beta harus segera dimulai dalam 24 jam pertama pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi penyekat beta yaitu bradiaritmia.[18,23-25]
Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker)
Pemberian verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki angka kesintasan dan mengurangi infark pada pasien angina pektoris dan sindrom koroner akut. Pemilihan jenis obat antagonis kalsium yang hendak digunakan pada pasien dengan angina lebih didasarkan pada perbedaan interaksi obat dan efek samping, karena jenis obat dalam golongan antagonis kalsium memiliki efikasi yang sebanding.[23-25]
Dihidropiridin sebagai antagonis kalsium menjadi pilihan untuk pasien dengan gangguan konduksi jantung (sinus bradikardi atau gangguan konduksi atrioventrikular). Sementara, penggunaan pada pasien stenosis aorta perlu dilakukan secara hati-hati.[23-25]
Antagonis kalsium tidak dapat diberikan secara rutin pada pasien dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan pasien dengan gagal jantung. Hal ini akibat efek poten dari antagonis kalsium dalam menghambat kontraktilitas jantung.[23-25]
Obat Antiagregasi Trombosit
Obat antiagregasi trombosit menjadi pilihan dalam penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil maupun NSTEMI. Aspirin merupakan obat antiagregasi trombosit yang sering digunakan dalam penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.[18,23-25]
Beberapa studi telah melaporkan bahwa aspirin dapat mengurangi mortalitas dan infark fatal maupun non fatal, sampai 72%, pada pasien angina pektoris tidak stabil. Aspirin dapat diberikan dengan dosis awal 160 mg/hari, dan dosis selanjutnya 80‒325 mg/hari.[18,23-25]
Obat antiagregasi lainnya adalah clopidogrel, yang juga terbukti dalam mengurangi infark dan kematian sindrom koroner akut. Clopidogrel dapat menjadi pilihan pada pasien yang tidak dapat menerima aspirin. Dosis awal clopidogrel pada angina pektoris tidak stabil (NSTEMI) adalah 75 mg/hari, sementara untuk dosis loading sebesar 300 mg.[18,23-25]
Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner dapat dilakukan pada pasien yang mengalami iskemia berat atau refrakter dengan terapi medikamentosa. Revaskularisasi tidak direkomendasikan pada kasus penyakit arteri koroner yang stabil.[17,18,23-25]
Percutaneous coronary intervention (PCI) menjadi pilihan utama pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik, dengan penyempitan pada 1‒2 pembuluh darah, serta tidak memiliki kontraindikasi untuk dilakukannya PCI.[17,18,23-25]
Pasien yang mengalami stenosis di left main atau stenosis pada 3 pembuluh darah, dan disertai dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, maka coronary artery bypass graft (CABG) dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan angka kesintasan hidup.[17,18,23-25]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita