Diagnosis Cor Pulmonale
Diagnosis cor pulmonale sulit ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, sehingga pemeriksaan penunjang seperti echocardiography umumnya diperlukan. Kateterisasi jantung kanan sebenarnya merupakan metode diagnosis cor pulmonale yang paling akurat. Namun, metode ini bersifat paling invasif, sehingga lebih jarang dilakukan.
Anamnesis
Gejala cor pulmonale adalah gabungan antara gejala gagal jantung kanan dan penyakit paru primer yang mendasarinya. Pasien dengan cor pulmonale dapat datang dengan keluhan sesak napas atau hilang kesadaran saat beraktivitas. Gejala lain yang dapat dirasakan adalah nyeri dada, bengkak pada kaki atau pada pergelangan kaki, perut membesar akibat ascites, dan sianosis pada bibir dan jari tangan.[6,10]
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik cor pulmonale biasanya baru muncul ketika penyakit sudah berkembang ke tahap lanjut. Temuan pemeriksaan fisik pada cor pulmonale dapat berupa distensi vena jugular, regurgitasi trikuspid, edema perifer, iktus kordis teraba, dan kelainan bunyi jantung seperti splitting S2, murmur holosistolik trikuspid, atau bunyi gallop. Pada regio abdomen, dokter mungkin menemukan hepatomegali dan ascites.[9]
Diagnosis Banding
Pada dasarnya, cor pulmonale merupakan gangguan struktur maupun fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh penyakit primer pada sistem respirasi. Kondisi ini harus dibedakan dari disfungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh disfungsi ventrikel kiri.[5]
Cor pulmonale juga perlu dibedakan dari gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, gangguan struktur dan fungsi terjadi pada ventrikel kiri dengan atau tanpa keterlibatan ventrikel kanan. Faktor risiko yang paling umum untuk kasus gagal jantung kongestif adalah hipertensi yang tidak terkontrol.[5,6]
Diagnosis banding lain yang juga harus disingkirkan adalah gagal jantung kanan akibat infark miokard ventrikel kanan. Pada keadaan ini, tidak ditemukan penyakit primer pada paru. Kondisi ini berbeda dengan cor pulmonale yang disebabkan oleh penyakit primer pada sistem pernapasan.[5,6]
Pemeriksaan Penunjang
Kateterisasi jantung kanan adalah pemeriksaan penunjang yang paling akurat tetapi jarang dilakukan karena bersifat paling invasif. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis cor pulmonale adalah echocardiography, EKG, dan pemeriksaan radiologi.
Echocardiography
Saat ini, pemeriksaan noninvasif yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis cor pulmonale adalah echocardiography. Pada echocardiography, dokter bisa menemukan tanda overload tekanan pada ventrikel kanan. Seiring dengan berlanjutnya overload ini, ketebalan ventrikel kanan juga bertambah, yang disertai dengan gerakan paradoks septum interventrikular saat diastol.[5,9]
Pada tahap lanjutan, dokter akan menemukan dilatasi ventrikel kanan dan septum akan menunjukkan flattening diastolik abnormal. Echocardiography juga bisa dipakai untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan insufisiensi trikuspid yang sering ditemukan pada hipertensi pulmonal.[5,9]
EKG
Pemeriksaan EKG pada cor pulmonale akan menunjukkan tanda pembesaran ventrikel kanan. Dokter dapat melihat deviasi aksis ke kanan dan rasio R/S lebih dari 1 pada lead I atau melihat peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (P pulmonal).[6]
Pemeriksaan Radiologi
Sensitivitas dan spesifisitas rontgen toraks dalam mendiagnosis hipertensi pulmonal dan cor pulmonale sangat rendah. Pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk membantu evaluasi struktur dan fungsi ventrikel kanan. CT angiografi toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan tromboembolisme paru sebagai penyebab cor pulmonale.[1,5,9]
Kateterisasi Jantung Kanan
Kateterisasi jantung kanan adalah baku emas diagnosis cor pulmonale. Akan tetapi, tindakan ini jarang dilakukan karena bersifat invasif. Pada kateterisasi jantung kanan, dokter dapat menemukan tanda disfungsi jantung kanan, yaitu mean pulmonary artery pressure lebih dari 25 mmHg tanpa disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, dokter juga bisa menemukan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) di bawah 15 mmHg.[1,9]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur