Etiologi Kardiomiopati Takotsubo
Etiologi kardiomiopati takotsubo berkaitan dengan stres psikologis atau fisik. Kondisi ini dapat terjadi secara berulang pada beberapa orang, terutama yang rentan terhadap stres. Kardiomiopati takotsubo terbagi menjadi 2, yakni primer dan sekunder.
Kardiomiopati Takotsubo Primer
Kardiomiopati takotsubo dapat digolongkan sebagai primer bila gejala spesifik yang ditemukan merupakan gejala utama fase akut, yang menjadi alasan pasien datang ke fasilitas Kesehatan. Pemicu stres terkadang tidak dapat diidentifikasi. Faktor komorbid dapat menjadi faktor risiko kondisi ini, walaupun bukan merupakan penyebab utama peningkatan katekolamin.
Pada kardiomiopati takotsubo primer, pasien sering dirawat di rumah sakit dengan fasilitas spesialis jantung dan diterapi aspirin dan antikoagulan. Terapi lainnya yang diberikan bersifat suportif.[4,6]
Kardiomiopati Takotsubo Sekunder
Kardiomiopati takotsubo dapat terjadi secara sekunder akibat aktivasi sistem saraf simpatis mendadak atau peningkatan katekolamin pada pasien yang telah dirawat akibat penyebab lain, seperti operasi, anestesi, obstetrik, atau psikiatri. Kardiomiopati takotsubo pada kondisi ini muncul sebagai komplikasi penyakit yang mendasari.
Pada kardiomiopati takotsubo sekunder, gejala klinis yang tampak dapat berupa aritmia, hipotensi, edema paru, kelainan gambaran EKG, atau elevasi kadar troponin. Keadaan ini sering tidak terdiagnosis, kecuali terdapat kecurigaan yang tinggi. Hal ini menyebabkan terapi sering kali tidak sesuai. Terapi terhadap penyakit dasar sebagai pemicu juga diperlukan.[4,6]
Faktor Risiko
Insidensi kardiomiopati takotsubo ditemukan berkaitan dengan orang yang rentan terhadap stres. Beberapa faktor risiko kardiomiopati takotsubo, antara lain faktor hormonal, faktor genetik, serta penyakit psikiatri dan neurologi.
Faktor Hormonal
Pasien tipikal kardiomiopati takotsubo merupakan wanita pascamenopause yang mengalami stres emosional selama 1–5 hari terakhir. Sebagian besar kasus kardiomiopati takotsubo yang mengenai wanita postmenopause menunjukkan bahwa terdapat faktor hormonal yang memengaruhi. Estrogen memengaruhi tonus vasomotor melalui upregulation dari sintase nitrous oxide (NO).
Selain itu, estrogen diketahui dapat mengurangi vasokonstriksi yang dimediasi oleh katekolamin dan mengurangi respons simpatetik terhadap stres pada wanita perimenopause. Kadar estradiol yang rendah meningkatkan risiko abnormalitas dinding ventrikel kiri pada wanita dengan perdarahan subaraknoid.
Pada tikus yang dilakukan oovariektomi, didapatkan abnormalitas EKG dan kontraktilitas jantung yang dapat diperbaiki dengan suplementasi estrogen.[4,5]
Faktor Genetik
Polimorfisme gen adrenergik memengaruhi fungsi reseptor dan signalling, memungkinkan adanya perbedaan distribusi pada pasien kardiomiopati takotsubo. Prevalensi kejadian kardiomiopati takotsubo yang tidak mengenai semua orang dengan tingkat stres yang sama menimbulkan hipotesis bahwa faktor genetik juga berperan dalam kerentanan penyakit. Faktor genetik berinteraksi dengan faktor lingkungan diduga meningkatkan risiko kardiomiopati takotsubo.[5,9]
Penyakit Psikiatri dan Neurologis
Prevalensi penyakit psikiatri dan neurologis ditemukan cukup tinggi pada pasien dengan kardiomiopati takotsubo. 27% memiliki riwayat penyakit neurologis baik akut, lampau, atau kronis, dan 42% pasien didiagnosis dengan penyakit psikiatri.
Prevalensi gangguan cemas dan depresi didapatkan lebih tinggi pada kardiomiopati takotsubo daripada sindrom koroner akut (SKA). Sebagian besar pasien kardiomiopati takotsubo memiliki kepribadian tipe D, yakni memiliki emosi negatif dan inhibisi sosial, yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.[5]
Pasien depresi memiliki respons norepinefrin yang berlebihan terhadap stres emosional, dan pada beberapa pasien didapatkan penurunan reuptake norepinefrin. Obat-obatan antidepresan, seperti selective norepinephrine reuptake inhibitor (SSRI), misalnya fluoxetine, meningkatkan kadar katekolamin lokal yang dapat berkontribusi pada myocardial stunning.
Pada pasien dengan gangguan panik dan gangguan cemas, didapatkan penurunan reuptake katekolamin akibat gangguan transporter reuptake norepinefrin.[5]
Penyakit neurologis seperti stroke, pendarahan subarachnoid, dan kejang dilaporkan sering muncul bersamaan dengan kardiomiopati takotsubo. Dari hasil otopsi pasien yang meninggal mendadak akibat kejang, didapatkan adanya contraction band necrosis, yang juga ditemukan pada pasien kardiomiopati takotsubo.[5]
Diabetes Mellitus
Beberapa studi menyatakan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor protektif terkait penurunan respons sekresi katekolamin akibat disfungsi saraf otonom. Namun, beberapa studi lainnya menyatakan bahwa diabetes mellitus menyebabkan upregulation neuropeptide vasoaktif yang meningkatkan kerentanan terhadap stres.[2,9,13]
Pemicu Kardiomiopati Takotsubo
Stres emosional dan fisik dapat memicu kardiomiopati takotsubo. Pemicu fisik lebih banyak ditemukan daripada psikologis, dan lebih banyak berpengaruh pada pria. Walaupun demikian, pada sepertiga kasus kardiomiopati takotsubo, tidak ditemukan adanya pemicu.[4-5]
Stres Emosional
Pemicu stres emosional dapat bermacam-macam:
- Dukacita: kematian anggota keluarga, teman, binatang peliharaan
- Konflik interpersonal: perceraian, kerenggangan rumah tangga, permasalahan di pengadilan
- Ketakutan dan panik: perampokan, penyerangan, public speaking
- Kemarahan: bertengkar dengan keluarga atau teman
- Kecemasan
- Masalah keuangan/pekerjaan: kehilangan uang dalam jumlah besar
- Rasa malu: kekalahan dalam kompetisi
- Bencana alam
- Pindah rumah
Pemicu emosional tidak selalu bersifat negatif, beberapa pemicu dapat bersifat positif, seperti kejutan pesta ulang tahun, memenangkan lotre, dan pekerjaan. Kardiomiopati yang disebabkan hal tersebut dapat disebut sebagai happy heart syndrome.[1,4-5,12]
Stres Fisik
Beberapa stres fisik yang pernah dilaporkan memicu kardiomiopati takotsubo, antara lain:
- Penyakit kritis akut
- Pembedahan mayor
- Nyeri derajat berat
- Sepsis
- Eksaserbasi akut dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau asma
- Penyakit sistem saraf pusat, seperti kejang, stroke iskemik atau hemoragik, transient ischemic attack, ensefalitis/meningitis, trauma kepala, sindrom ensefalopati posterior reversibel, sklerosis lateral akut, migrain
- Aktivitas fisik/olahraga berat
- Infeksi seperti pancreatitis, kolesistitis
- Pneumothorax
- Tirotoksikosis, pheochromocytoma
- Keganasan, kemoterapi, radioterapi
- Kehamilan, sectio caesarea
- Tersambar petir
- Tenggelam
- Hipotermia
Penggunaan kokain, penggunaan alkohol, dan sindrom putus obat opiat
- Keracunan karbon monoksida
- Obat-obatan simpatomimetik dan beta agonis
- Prosedur pemeriksaan yang menggunakan obat-obatan simpatomimetik, seperti dobutamine stress testing, electrophysiological testing (dengan isoproterenol atau epinefrin)
- Sindrom koroner akut[1,4-5]