Epidemiologi Ventricular Extrasystole
Epidemiologi ventricular extrasystole (VES) berhubungan langsung dengan populasi penelitian, metode deteksi, dan lama observasi. VES dideteksi pada 1% populasi normal yang menjalani pemeriksaan elektrokardiografi standar (EKG) dan sebanyak 40–75% yang dideteksi dalam 24–48 jam pemantauan Holter.[1,3]
Global
Ventricular extrasystole dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung. VES lebih banyak terdeteksi pada pasien dengan usia yang lebih tua, pasien dengan komorbiditas lebih, dan pasien yang dipantau untuk jangka waktu yang lebih lama.
Pada studi kohort multietnis ARIC (Atherosclerosis Risk in Communities) yang mengevaluasi pria dan wanita berusia 45–64 tahun, ditemukan bahwa setidaknya ada 1 kejadian VES pada 252 hasil EKG (1,8%) dari total 14.000 EKG konvensional 10 detik yang diperiksa pada subjek tanpa gagal jantung. Pada populasi yang sama, pemeriksaan EKG selama 2 menit menunjukkan VES yang terjadi pada 5,5% populasi.[3,11]
Pada Cardiovascular Health Study yang meneliti populasi di atas 65 tahun, didapatkan bahwa 243 dari 4.710 (5,2%) subjek tanpa gagal jantung menunjukkan morfologi ventricular extrasystole pada pemeriksaan EKG 10 detik.[12]
Indonesia
Belum terdapat studi besar atau data epidemiologi nasional mengenai ventricular extrasystole di Indonesia.
Mortalitas
Beberapa studi menyebutkan bahwa mortalitas meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi ventricular extrasystole. Pada studi ARIC, terdapatnya VES pada 2 menit EKG berkorelasi dengan peningkatan risiko kematian dan penyakit jantung iskemik.
Pada populasi umum, VES dengan frekuensi sering yang didefinisikan dengan 1 gambaran VES dalam 12 lead EKG atau VES >30 denyut per jam berasosiasi dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan kematian. Sebuah studi di Taiwan juga menyebutkan bahwa pasien dengan VES >12 denyut per menit mempunyai peningkatan risiko kematian akibat gagal jantung dan kematian jantung mendadak.[4,13]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini