Penatalaksanaan Down Syndrome
Penatalaksanaan Down syndrome bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengoptimalkan potensi, serta menangani kelainan sistem organ yang dialami pasien. Dibutuhkan keterlibatan berbagai bidang disiplin ilmu dalam menangani Down syndrome.[7-9]
Medikamentosa diberikan sesuai keluhan dan gangguan organ yang dialami pasien. Pembedahan dilakukan jika ada kelainan organik yang muncul, misalnya penyakit jantung bawaan. Terapi suportif juga perlu dilakukan, seperti intervensi tumbuh kembang, fisioterapi, terapi okupasional, serta konseling psikologi dan pendidikan.[1-3,7-9]
Vaksinasi pneumokokus dan influenza rutin disarankan bagi pasien Down syndrome dikarenakan tingginya risiko infeksi saluran pernapasan.[1,10,30]
Konseling Genetik
Konseling genetik terkait Down syndrome diberikan kepada orang tua setelah diagnosis ditegakkan. Konseling genetik Down syndrome merupakan komunikasi yang diberikan terkait dengan penyakit genetik dalam keluarga. Tujuan konseling genetik untuk pemberian pemahaman komprehensif pada orang tua atau keluarga pasien Down syndrome tentang semua implikasi terkait dengan penyakit Down syndrome, pemberian obat dan terapi yang berguna untuk mengobati kondisi medis yang muncul, serta terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup.[48,49]
Medikamentosa
Pemberian medikamentosa pada Down syndrome bertujuan untuk mengobati penyakit yang menyertai Down syndrome. Misalnya pasien Down syndrome yang mengalami konstipasi kronik, diare intermiten, atau diabetes tipe 1. Penanganan penyakit penyerta ini berguna untuk meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien.
Patobiologi kompleks pada Down syndrome dapat mengubah disposisi dan respon obat dalam beberapa kasus. Perlu diperhatikan adanya peningkatan risiko efek samping. Adanya disabilitas intelektual pada pasien Down syndrome juga dapat berdampak pada kepatuhan terhadap regimen pengobatan.[3,50]
Pembedahan
Pembedahan pada Down syndrome dilakukan untuk memperbaiki defek kongenital, mencegah terjadinya komplikasi, dan menekan angka mortalitas karena defek tersebut. Intervensi bedah pada Down syndrome memiliki risiko komplikasi yang tinggi, terutama terkait infeksi dan penyembuhan luka.
Kehati-hatian manajemen jalan napas saat anestesi diperlukan karena risiko terkait ketidakstabilan atlantoaksial. Evaluasi praoperasi untuk anestesi harus mencakup evaluasi yang memadai dari jalan napas dan status neurologis pasien. Saat intubasi untuk proses anestesi, posisi leher perlu dipertahankan dalam posisi netral (tidak hiperekstensi).
Pembedahan untuk mengoreksi penyakit jantung bawaan perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi dan mengurangi mortalitas. Anomali pada saluran pencernaan seperti atresia duodenum dan penyakit Hirschsprung juga memerlukan terapi pembedahan segera.
Terapi pembedahan adenotonsilektomi dapat dilakukan pada kasus obstructive sleep apnea (OSA) pasien Down syndrome. Kasus katarak kongenital juga memerlukan penanganan sedini mungkin untuk mencegah ambliopia.[3,8]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada Down syndrome terkait dengan intervensi dini. Bentuk terapi suportif yang dapat dilakukan pada anak dengan Down syndrome diantaranya terapi gizi, fisioterapi, terapi wicara, terapi okupasi, dan terapi psikologi. Terapi-terapi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengoptimalkan bakat yang ada pada anak dengan Down syndrome.[3,10]
Intervensi Dini
Intervensi dini pada Down syndrome diberikan pada bayi baru lahir hingga usia 3 tahun. Intervensi dini dirancang untuk memantau perkembangan dengan berfokus pada pemberian makan, serta perkembangan motorik kasar dan halus, bahasa, pribadi, dan sosial. Tujuan utama intervensi dini adalah memaksimalkan kompetensi pasien di seluruh domain perkembangan serta untuk mencegah dan meminimalkan keterlambatan.[3,10,51]
Intervensi Gizi
Intervensi gizi pada Down syndrome sangat diperlukan terutama untuk mencegah risiko kekurangan gizi di tahun pertama kehidupan dan mencegah obesitas di tahun berikutnya. Pasien Down syndrome juga sering mengalami kondisi penyerta yang memerlukan intervensi nutrisi, seperti konstipasi, gastroesophageal reflux disease, masalah gigi, atau kesulitan makan.
Intervensi gizi meliputi pendidikan parenting sejak dini dan pemberian air susu ibu (ASI), makanan pendamping ASI, intervensi perilaku dan kebiasaan makan, pendidikan gizi, serta pemberian nutrisi selama fase pemulihan dari tindakan pembedahan. Intervensi gizi yang diberikan sedini mungkin dilaporkan secara signifikan meningkatkan perkembangan anak dengan Down syndrome.[52-55]
Pendekatan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pendekatan kedokteran fisik dan rehabilitasi pada Down syndrome meliputi pengelolaan kognisi, komunikasi, motorik, perkembangan emosi dan sosial, serta pola asuh. Oleh karena itu, rehabilitasi umumnya mencakup fisioterapi, terapi okupasi, prostesis ortotik, terapi wicara, serta terapi psikologis dan kedokteran sosial.[1,3,10,56]
Pendekatan multidisipliner kedokteran fisik dan rehabilitasi pada anak Down syndrome meliputi:
- Fisioterapis: berfokus pada perkembangan motorik dan hipotonia dengan tujuan meningkatkan tonus otot
- Terapis okupasi: berfokus pada penanganan keterlambatan dan ketrampilan adaptif serta kemandirian, dengan mengajarkan ketrampilan perawatan diri serta keterampilan motorik halus dan kasar
- Terapis wicara: berfokus pada ketrampilan komunikasi dan latihan oromotor karena pada Down syndrome sering terjadi kesulitan bicara akibat anomali pada anatomi mulut, lidah, dan rahang
- Psikologi: berfokus pada motivasi kepada orang tua dalam membina, melatih, dan membesarkan anak Down syndrome
- Pekerja sosial: berfokus pada praktik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk penyandang disabilitas dalam keluarga dan lembaga sosial lainnya, seperti sekolah, sistem kesehatan, dan sistem kesejahteraan
- Prostesis dan orthotik: prostesis dan ortosis berfokus pada penyediaan alat bantu (seperti orthopaedic insoles dan plantar supports) dan alat ganti (seperti dental implant) agar pasien Down syndrome dapat lebih produktif dan memiliki kualitas hidup yang baik[56-59]
Follow-up
Follow up pada Down syndrome sangat diperlukan terutama untuk memantau tumbuh kembang dan deteksi dini komplikasi. Follow-up yang dilakukan pada Down syndrome antara lain:
- Pemantauan berat badan dan tinggi badan setiap bulan hingga masa sekolah
- Pemantauan perkembangan (milestone) setiap bulan hingga memasuki masa dewasa
- Pemantauan fungsi tiroid harus dilakukan pada saat bayi baru lahir, usia 6 bulan, usia 12 bulan, dan setiap tahun sesudahnya
- Pemantauan fungsi pendengaran pada usia 6 bulan, 1 tahun, dan setiap tahun sesudahnya
- Pemantauan fungsi penglihatan setiap 3-6 bulan untuk anak di bawah usia 2 tahun, serta setiap 6 bulan untuk anak usia 2-5 tahun, kemudian setiap tahun setelahnya
- Pemeriksaan hematologi dilakukan setiap tahun
- Pemantuan pasca pembedahan dilakukan setiap kali kunjungan dan setiap tahun saat kondisi stabil
- Pemeriksaan radiologi leher dilakukan ketika usia 3 dan 5 tahun[3,60-62]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani