Edukasi dan Promosi Kesehatan Anafilaksis
Edukasi pasien anafilaksis adalah mengenali dan menghindari faktor yang bisa mencetuskan reaksi alergi. Pasien yang terpapar dengan alergen yang diketahui perlu memeriksakan diri bila merasa bergejala. Promosi kesehatan anafilaksis mencakup mencegah paparan terhadap alergen spesifik, memperhatikan komposisi dari makanan, dan menggunakan penanda seperti kalung untuk mempermudah tenaga medis atau orang sekitar dalam mengidentifikasi masalah.
Edukasi Pasien
Edukasi pasien anafilaksis adalah menghindari paparan terhadap alergen. Apabila telah mengalami paparan alergen yang diketahui, pasien diminta mengingat pencetus tersebut dan diedukasi untuk menghindarinya. Secara umum, alergi makanan lebih banyak terjadi pada anak-anak, sehingga orang tua dapat diedukasi untuk mengevaluasi diet anaknya dan menghindari bahan makanan yang dicurigai mencetuskan reaksi alergi, misalnya telur, makanan laut, susu, atau kacang.
Pasien dengan hipersensitivitas terhadap obat harus diedukasi untuk memberikan informasi tersebut kepada tenaga medis. Mortalitas pada anafilaksis terjadi ketika pasien terlambat dibawa berobat dan diberikan penanganan yang cepat.[1,8]
Setelah pulang dari rumah sakit, pasien dianjurkan untuk kontrol kepada ahli imunologi untuk menemukan agen pencetus dan mencegah serangan di masa depan. Pasien diedukasi untuk memakai identifikasi berupa kalung atau sejenisnya sehingga orang sekitar dapat menolong ketika terjadi serangan. Untuk hasil yang optimal, uji sensitivitas sebaiknya dilakukan setidaknya setelah 4 minggu setelah reaksi anafilaksis. Antihistamin atau terapi lain dihentikan 4 hari sebelum melakukan pemeriksaan.[1,14]
Self-injectible Epinefrin
Pasien dan keluarganya perlu diedukasi bahwa terapi awal untuk anafilaksis yang utama adalah epinefrin. Epinefrin harus diberikan segera setelah reaksi muncul.
Pasien juga perlu diedukasi untuk memiliki autoinjector epinefrin yang terisi dan bisa digunakan sewaktu-waktu. Reaksi anafilaksis berisiko mengalami serangan bifasik, dan autoinjector dapat digunakan sebagai penanganan awal sebelum datang ke rumah sakit. Sampaikan pada pasien bahwa pemberian epinefrin efektif ketika dilakukan sedini mungkin sebelum gejala memberat. Katakan bahwa tidak ada kontraindikasi dari pemakaian epinefrin pada anafilaksis, dan tidak dianjurkan menggunakan obat lain dengan tujuan menggantikan epinefrin.[1,4,5]
Upaya Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Patogenesis reaksi anafilaksis melibatkan faktor genetik dan eksternal (lingkungan). Faktor eksternal merupakan faktor yang bisa dimodifikasi dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.
Makanan
Anafilaksis pada pasien usia sekolah sering terjadi akibat makanan. Oleh karena itu mungkin diperlukan penyuluhan pada sekolah-sekolah untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi untuk mengenali gejala serta penanganan awal anafilaksis. Alergi makanan banyak terjadi pada anak-anak. Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap makanan tidak boleh mengonsumsi produk yang mengandung makanan tersebut, dengan membaca cermat komposisi produk dan menanyakan isi dari suatu masakan. Makanan yang umum menyebabkan anafilaksis antara lain makanan laut, susu, kacang, kerang-kerangan, dan telur.[2,8]
Sengatan Serangga
Pasien yang sensitif dapat melakukan beberapa hal untuk mencegah sengatan serangga. Sebaiknya pasien menghindari pemakaian parfum atau produk yang bisa menarik binatang, terutama yang berbau tumbuhan. Hindari berada pada dekat sarang binatang atau mengganggu integritas sarang tersebut. Baju berwarna cerah dapat menarik lebah atau sejenisnya.[2,14]
Pada pasien dengan riwayat anafilaksis serius sebelumnya dari sengatan serangga, intervensi khusus untuk mengurangi atau mencegah terulangnya anafilaksis direkomendasikan. Bagi mereka yang mengalami anafilaksis dari serangga penyengat seperti lebah dan tawon, dapat dilakukan imunoterapi venom.[5,14,22]
Obat
Pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap obat tertentu harus memakai kalung identifikasi medis atau sejenisnya. Ketika terjadi serangan berat yang membatasi kemampuan bicara, orang sekitar atau tenaga medis dapat dengan mudah mengidentifikasi masalah dan memberikan penanganan.[2,4]
Anafilaksis Akibat Vaksinasi:
Jika pasien bertanya, dokter perlu mematahkan mitos tentang frekuensi anafilaksis dalam vaksinasi. Edukasi pasien bahwa anafilaksis terhadap vaksin untuk pencegahan penyakit menular jarang terjadi. Ketika terjadi, biasanya reaksi disebabkan oleh konstituen vaksin, seperti gelatin, telur, lateks, atau ragi.[23,24]
Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana