Diagnosis Fistula Ani
Diagnosis fistula ani ditegakkan melalui anamnesis adanya discharge perianal, nyeri, atau perdarahan pada kulit sekitar anus. Pada pemeriksaan fisik, orificium eksternal atau sinus tampak terbuka di sekitar anus. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis adalah anoskopi, fistulografi, USG endoanal atau endorektal, MRI perianal, dan manometri anal.
Anamnesis
Keluhan pasien dapat berupa discharge perianal, nyeri, perdarahan, luka, dan edema pada daerah kulit sekitar anus. Hal ini biasanya disertai riwayat nyeri, bengkak, dan drainase secara sengaja maupun spontan dari abses perianal sebelumnya.[3,7,12]
Tanyakan kondisi medis pasien yang dapat menjadi faktor risiko fistula ani, seperti penyakit Crohn, divertikulitis, tuberkulosis, HIV, riwayat terapi kortikosteroid, ataupun riwayat terapi radiasi untuk kanker rektum atau kanker prostat. Faktor risiko gaya hidup juga perlu ditanyakan kepada pasien, seperti riwayat merokok, konsumsi alkohol, duduk terlalu lama di toilet, riwayat diet tinggi garam, dan berat badan berlebih.[3,7,12]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi bagian perineum, untuk mencari adanya orificium eksternal atau sinus yang terbuka, atau adanya jaringan granulasi di sekitar anus. Dokter dapat melihat discharge berupa pus atau darah dari orificium eksternal secara langsung atau saat pemeriksaan colok dubur.[7,12,13]
Pemeriksaan colok dubur bisa dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk pemeriksa. Apabila ada kecurigaan fistula ani, lakukan evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan anoskopi.[7,12,13]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding fistula ani yang perlu dipikirkan adalah proktitis akut, abses anorektal, divertikulitis kolon, dan inflammatory bowel disease.
Proktitis Akut
Proktitis akut merupakan inflamasi pada daerah mukosa rektum. Kondisi ini disebabkan oleh terapi radiasi, antibiotik, atau infeksi menular seksual yang disebarkan melalui hubungan anal. Proktitis disertai keluhan nyeri pada daerah anus dan rektum, rasa penuh di sekitar rektum, diare, dan perdarahan pada daerah anus.[14]
Abses Anorektal
Abses anorektal merupakan infeksi dengan benjolan berisi nanah di sekitar anus dan rektum. Abses ini menimbulkan rasa nyeri saat buang air besar dan saat duduk.[3]
Divertikulitis Kolon
Divertikulitis kolon merupakan radang divertikulum di dinding usus besar. Divertikulitis dapat menyebabkan nyeri perut, mual, muntah, konstipasi, demam, dan distensi.[15]
Inflammatory Bowel Disease
Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit inflamasi usus idiopatik yang disebabkan oleh gangguan respons imun terhadap mikrobiota usus. Penyakit ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Inflamasi bisa menyebabkan seluruh dinding usus mengalami ulserasi dan abses yang akhirnya dapat menyebabkan fistula. Sekitar 1 dari 3 pasien penyakit Crohn berisiko mengalami fistula ani.[12,16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis fistula ani adalah anoskopi dan pemeriksaan radiologi seperti fistulografi, USG endoanal atau endorektal.
Anoskopi
Dokter dapat mengevaluasi fistula ani dengan melakukan anoskopi. Anoskopi dapat melihat orificium internal dari sfingter anal dan rektum distal. Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi untuk lesi anorektal, seperti fistula, laserasi, ulkus, dan massa.[17]
Pemeriksaan Radiologi
Terdapat beberapa alternatif pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien dengan fistula ani, seperti fistulografi, USG endoanal atau endorektal, MRI, dan manometri anal.
Fistulografi:
Fistulografi merupakan teknik injeksi kontras melalui orificium eksternal. Pencitraan ini dilakukan dari sisi anteroposterior, lateral, dan oblik untuk melihat traktus fistula. Saat pemeriksaan, pasien sebaiknya diberikan anestesi karena akan mengalami nyeri ketika injeksi kontras.[12,18]
Ultrasonografi Endoanal atau Endorektal:
USG endoanal atau endorektal dilakukan untuk melihat anatomi muskular dan membedakan lesi transsfingterik dengan lesi intersfingterik. Pemeriksaan ini dapat membantu bila pada pemeriksaan fisik lokasi sfingter internal sulit ditentukan. Namun, pemeriksaan ini bukan menjadi pemeriksaan yang rutin dilakukan dalam evaluasi klinis. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada tipe fistula yang kompleks seperti kecurigaan fistula recto-vaginal.[12]
MRI Kanalis Anal:
Pemeriksaan MRI daerah kanalis anal biasanya menjadi pilihan untuk evaluasi fistula yang kompleks atau berulang. Pemeriksaan MRI dapat mengidentifikasi lokasi primer traktus fistula dan ekstensi ke otot sekitar (ischiorectal).[12]
Manometri Anal:
Manometri anal merupakan pemeriksaan untuk menilai fungsi anorektal. Pemeriksaan ini dapat menilai kuantitas tonus sfingter, respons sensori anorektal, refleks anorektal, komplians rektal, dan fungsi defekasi. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dalam evaluasi fistula ani, tetapi dapat dilakukan untuk membantu pasien yang akan dioperasi.[10]
Bila tekanan tonus sfingter menurun, tindakan operasi yang melibatkan sfingter harus dihindari. Pasien yang biasanya menjalani pemeriksaan ini adalah pasien dengan penurunan tonus otot sfingter ani, riwayat fistulotomi sebelumnya, trauma obstetrik, dan usia geriatri.[10]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien fistula ani tidak ada yang spesifik. Pemeriksaan darah berkala dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat anemia.[12]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur