Penatalaksanaan Fistula Ani
Penatalaksanaan fistula ani biasanya membutuhkan bedah, misalnya fistulotomi, seton, mucosal advancement flap, dan ligation of the intersphincteric fistula tract atau LIFT. Prosedur bedah bertujuan untuk memperbaiki fistula ani atau memotong orificium fistula. Pilihan bedah ditentukan berdasarkan jenis fistula ani.
Fistulotomi
Fistulotomi merupakan teknik yang paling sering dilakukan untuk menangani fistula ani, yaitu sebesar 85–95% dari pasien fistula ani. Fistulotomi dilakukan dengan cara memasukkan probe ke dalam orificium eksternal dan melakukan pemotongan dengan pisau atau elektrokauter untuk memisahkan kulit, jaringan subkutan, dan otot sfingter internal. Fistulotomi merupakan tata laksana standar untuk fistula ani submukosal karena memiliki risiko rekurensi rendah.[10,12]
Seton
Seton merupakan benang sederhana yang diletakkan di sepanjang traktus fistula dan diikat untuk membentuk lingkaran antara orificium internal dan eksternal. Tindakan ini biasanya dilakukan pada fistula transsfingter yang lokasinya tinggi. Seton bisa menjaga patensi traktus fistula dan mencegah sepsis.[10,12]
Peletakkan seton merupakan tata laksana awal dalam terapi fistula ani yang kompleks. Setelah inflamasi berkurang, dokter biasanya akan melakukan tindakan selanjutnya untuk menutup traktus tersebut.[10,12]
Mucosal Advancement Flap
Mucosal advancement flap merupakan metode yang dilakukan pada pasien dengan fistula kronis yang berlokasi tinggi. Metode ini memiliki angka kesuksesan yang rendah pada pasien penyakit Crohn atau infeksi akut. Prosedur ini melibatkan fistulektomi total dengan membuang traktus primer dan sekunder serta eksisi total orificium internal.[12]
Prosedur LIFT
Prosedur LIFT (ligation of the intersphincteric fistula tract) merupakan prosedur yang diindikasikan untuk fistula transsfingterik. Prosedur ini baru ditemukan tahun 2007. Prosedur ini dilakukan dengan membuang jaringan kriptoglandular yang terinfeksi dan menutup orificium internal dengan aman.[12,18]
Perawatan Pascaoperasi
Sebagian besar pasien dapat menjalani rawat jalan dengan monitoring luka internal untuk memastikan bahwa luka tertutup dengan baik dan tidak terjadi fistula berulang. Pasien akan diberikan sitz baths, analgesik, dan agen pencahar.[12]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien adalah sitz baths dan analgesik untuk mengurangi nyeri. Sitz baths juga dinilai dapat mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi inflamasi. Agen pencahar diberikan agar pasien tidak perlu mengejan saat buang air besar dan tidak memberi tekanan pada daerah perianal.[19,20]
Antibiotik dapat diberikan pada pasien mengalami keluhan sistemik dan juga sebagai terapi profilaksis pascaoperasi yang diberikan selama 7–10 hari. Contohnya adalah ciprofloxacin atau metronidazole.[19,20]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur