Edukasi dan Promosi Kesehatan Keracunan Arsenik
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien keracunan arsenik berguna untuk mencegah pasien terpapar arsenik kembali, misalnya akibat makanan atau minuman, maupun pekerjaan. Pedoman keselamatan kerja yang memadai perlu diterapkan untuk mencegah keracunan arsenik sebagai bahaya keselamatan kerja (occupational hazard).[2,4]
Selain itu, penting bagi pasien untuk mengenali gejala keracunan, seperti mual, muntah, dan sakit perut, lalu mencari pertolongan jika kembali mengalami gejala-gejala tersebut. Dokter perlu menyampaikan bahwa keracunan arsenik berpotensi mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan segera.[3,4]
Edukasi Pasien
Dalam upaya memberikan edukasi pasien keracunan arsenik, dokter sebaiknya menjelaskan bahwa arsenik adalah senyawa metaloid alami, terdapat di seluruh dunia. Arsenik bersifat toksik dalam bentuk zat terlarut maupun sebagai gas. Edukasi menekankan potensi dan pentingnya menghindari paparan arsenik. Misalnya, akibat air minum yang terkontaminasi maupun karena risiko pekerjaan.[3,4]
Arsenik sebagai zat terlarut hampir tidak berasa dan dapat hadir dalam air minum yang terkontaminasi. Tanda-tanda pertama keracunan arsenik adalah diare "air beras" dalam jumlah besar yang mungkin disertai darah, serta mual, muntah, dan sakit perut.[3,4]
Arsine adalah gas yang tidak menyebabkan iritasi, tidak berwarna dan hampir tidak berasa. Arsine merupakan produk sampingan dari proses penambangan, dan digunakan dalam produksi semikonduktor. Gas ini sangat mematikan, meskipun pada dosis rendah, dan individu yang terkena mungkin tidak menyadari toksisitas sampai beberapa jam setelah terpapar. Gejala klasik keracunan arsine termasuk sakit kepala, mual, muntah, diare, urin berwarna "port wine" dan jaundice.[3,4]
Pasien harus segera mendapatkan pertolongan medis. Hubungi rumah sakit atau sistem gawat darurat terdekat bila merasa atau menemukan seseorang dengan kecurigaan kuat terpapar arsenik.[3,4]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan dan pengendalian keracunan arsenik terutama ditujukan pada pencegahan atau meminimalkan paparan arsenik.[2,7]
Pada tahun 2016, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menetapkan nilai ambang batas (NAB) arsenik dalam lingkungan kerja adalah 10 mcg/m3 untuk lama kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.[22]
Pencegahan juga meliputi upaya meminimalisir kontaminasi arsenik pada air minum dan menghindari minum air yang terkontaminasi. Batas kadar arsenik yang diizinkan oleh World Health Organization (WHO) dalam air minum adalah 10 mcg/L.[13]
Saat ini terdapat beberapa metode yang efektif untuk memurnikan air minum dari arsenik, sayangnya metode ini belum tersedia di negara berkembang karena biaya yang mahal dan persoalan teknis.[7]
Bahaya Keselamatan Kerja akibat Arsenik
Paparan terhadap arsenik di tempat kerja merupakan bahaya keselamatan kerja (occupational hazard). Pekerja pada sektor pertambangan, pembuatan kaca dekoratif, pertanian yang memakai pestisida atau herbisida mengandung arsenik, smelting, metalurgi, produksi semikonduktor, dan pemrosesan kayu dengan pengawet chromium copper-arsenate berisiko terpapar arsenik di lingkungan kerja.[3,4]
Pada pasien yang berisiko terpapar arsenik akibat pekerjaan, berikan edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri yang memadai, misalnya sarung tangan, kacamata (eye goggles), dan alat pelindung pernapasan. Pasien juga sebaiknya tidak merokok, serta menghindari paparan sinar matahari berlebihan dan menggunakan tabir surya untuk menurunkan risiko terkena kanker.[9]