Penatalaksanaan Keracunan Merkuri
Penatalaksanaan awal dari keracunan merkuri adalah menghentikan paparan terhadap merkuri secara segera. Klinisi perlu mengetahui apakah pasien mengalami paparan akut atau kronis. Lakukan dekontaminasi pada pasien, termasuk menyingkirkan pakaian atau sumber merkuri lainnya.
Pada kasus paparan terhadap kulit, cuci dengan air dan sabun. Apabila merkuri mengenai mata, maka bilas dengan air mengalir. Penatalaksanaan lain yang dilakukan adalah penanganan suportif, terapi kelasi, dan rehabilitasi.[5,18,23]
Terapi Suportif
Setelah pasien dan tenaga medis sudah aman dari sumber merkuri, maka penatalaksanaan akan bersifat suportif. Penilaian awal pasien mencakup airway, breathing, circulation (ABC). Klinisi perlu memastikan patensi jalan napas pasien, dan memberikan oksigenasi bila perlu. Pasang akses vena. Apabila ada indikasi gangguan hemodinamik, maka berikan cairan intravena.[3,5]
Bilas lambung dapat bermanfaat mengurangi ingesti merkuri, namun harus dilakukan secara hati-hati karena ada risiko perforasi gaster. Tidak disarankan untuk menginduksi refleks muntah karena akan menyebabkan iritasi mukosa saluran cerna semakin parah. Karbon aktif juga tidak efektif dalam kasus keracunan merkuri.[3-5]
Selanjutnya, pantau komplikasi dari keracunan merkuri, seperti gangguan pernapasan, perdarahan saluran cerna, dan tanda kerusakan ginjal seperti oligouria atau anuria. Anak dengan stridor dapat diberikan nebulisasi epinefrin 0,25-0,75 ml dalam 2,5 ml air dan dapat diulang dalam 20 menit.[3,5]
Terapi Kelasi
Terapi kelasi hanya diberikan pada pasien dengan riwayat keracunan merkuri yang jelas dan bergejala. Karena risiko efek samping yang menimbulkan ketidaknyamanan, pemberian agen kelasi sebaiknya dilakukan tenaga medis terlatih.
Agen kelasi perlu diberikan sedini mungkin untuk mengikat merkuri dan mengurang efek toksik pada organ. Pada kasus dimana pasien menunjukkan gejala signifikan dan dugaan kuat bersumber dari keracunan merkuri, klinisi dapat memberikan agen kelasi sebelum mendapatkan konfirmasi laboratorium.[4,5]
Pilihan Agen Kelasi Merkuri
Agen kelasi mengandung thiol yang akan terikat kepada merkuri. Agen kelasi yang diberikan untuk keracunan merkuri anorganik adalah dimercaprol (DAL), D-penicillamine (DPCN), dimercaptopropane sulfonate (DMPS), dan succimer (DMSA). Untuk keracunan merkuri organik, sejauh ini belum ada agen khelasi yang disetujui, dan DAL dikontraindikasikan karena dapat memperburuk toksisitas neurologi.
DAL memiliki jendela terapeutik yang sempit dan menimbulkan nyeri ketika diinjeksi melalui intramuskuler, sehingga membatasi penggunaannya. Dewasa ini, penanganan keracunan merkuri lebih sering menggunakan DMSA dan DMPS, karena dapat diberikan secara oral, intravena, rektal dan perkutan.[4,5]
Succimer (DMSA):
Dosis pemberian DMSA adalah 10 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari. Kemudian 10 mg/kg setiap 12 jam selama 14 hari secara oral.
DMSA meningkatkan ekskresi urine terhadap metilmerkuri dan merkuri anorganik. Efek samping yang umum dari obat ini adalah keluhan gastrointestinal, yang membaik ketika terapi dihentikan.[4,5]
Dimercaptopropane Sulfonate (DMPS):
DMPS diberikan dalam dosis 5 mg/kg selama 6-8 jam melalui rute oral, intravena, intramuskular, atau perkutan. Pada anak, dosisnya 200-400 mg/m2 per hari selama 5 hari.
Laju absorbsi DMPS lebih baik dibandingkan dengan DMSA dan cenderung lebih stabil, sehingga sering digunakan sebagai terapi lini awal pada keracunan merkuri. Efek samping yang dapat ditemukan setelah pemberian DMPS adalah nyeri punggung, keluhan gastrointestinal, dan reaksi hipersensitivitas.[4,5]
D-penicillamine (DPCN):
DPCN adalah derivat dari penisilin. Dosis DPCN adalah 250 mg, 4 kali sehari selama 1-2 minggu secara oral. Pada anak, dosis DPCN adalah 20-30 mg/kg dengan dosis maksimal 250 mg per dosis sehari terbagi dalam 4 dosis.
Efek samping dari DPCN paling tampak dibandingkan dengan agen kelasi lain, meliputi leukopenia, anemia aplastik, hematemesis, dan sindrom nefrotik, sehingga membatasi penggunaannya.[4,5]