Diagnosis Ruptur Limpa
Diagnosis ruptur limpa (spleen rupture) atau ruptur lien yang adekuat sangat penting karena kondisi ini bisa menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Ruptur limpa adalah salah satu trauma organ yang paling banyak terjadi, utamanya disebabkan oleh trauma seperti kecelakaan lalu lintas dan trauma tumpul abdomen. Meski demikian, ruptur limpa juga dapat disebabkan oleh kondisi nontrauma atau idiopatik.[1,2]
Diagnosis ruptur limpa dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan radiologi. CT Scan masih menjadi pilihan pemeriksaan untuk pasien dengan ruptur limpa yang stabil karena dapat membantu menilai derajat keparahan dan memeriksa keterlibatan organ intraabdomen lainnya. USG abdomen dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal, namun memiliki keterbatasan antara lain tidak dapat mendeteksi perdarahan aktif, pseudoaneurisma, dan tahap awal saat perdarahan masih sedikit.[1,2]
Anamnesis
Ruptur limpa sering berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas. Pada kasus ini, pasien bisa saja datang dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat cedera neurologi ataupun intoksikasi. Dalam keadaan tersebut, anamnesis dilakukan pada keluarga pasien ataupun saksi mata.
Pada pasien yang dicurigai mengalami ruptur limpa, riwayat trauma perlu ditanyakan karena merupakan penyebab tersering. Riwayat trauma, khususnya trauma tumpul yang melibatkan kuadran kiri atas abdomen, tulang iga kiri, dan bagian lateral kiri dari abdomen, seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya ruptur limpa. Mekanisme trauma dapat berupa kecelakaan kendaraan bermotor, pukulan langsung pada abdomen, jatuh, atau kecelakaan akibat olahraga yang melibatkan kontak fisik.
Apabila pasien tidak memiliki riwayat trauma, perlu ditanyakan riwayat kondisi medis tertentu atau riwayat pengobatan yang dapat menyebabkan ruptur limpa. Penyebab ruptur limpa nontraumatik dapat mencakup infeksi mononukleosis, demam dengue, malaria, toxoplasmosis, pankreatitis, leukemia, kista limpa, hipertensi portal, dan limfoma. Pada kasus yang lebih jarang, ruptur limpa dapat disebabkan oleh obat seperti filgrastim atau tindakan medis seperti kolonoskopi.
Beberapa aspek lain yang perlu ditanyakan antara lain riwayat penyakit hati, kondisi kelainan darah, serta riwayat operasi untuk menyingkirkan kemungkinan cedera iatrogenik. Perlu diingat bahwa limpa merupakan organ yang memiliki banyak pembuluh darah, sehingga pasien bisa datang dengan kondisi syok hipovolemik, peritonitis, hingga penurunan kesadaran. Pada keadaan dimana terjadi instabilitas hemodinamik, maka stabilisasi dan resusitasi harus diutamakan.[1,2,11]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan ruptur limpa traumatik dapat ditemukan jejas trauma berupa laserasi, luka lecet, seatbelt sign, dan kontusio. Selain itu, pasien dapat mengeluhkan nyeri pada kuadran kiri atas abdomen hingga nyeri pada bahu kiri (Kehr sign).
Pasien yang mengalami ruptur limpa akan mengalami perdarahan intraperitoneal, sehingga dapat ditemukan nyeri abdomen difus, peritonitis, distensi abdomen, dan rebound tenderness. Tanda-tanda syok seperti takikardia, hipotensi, takipnea, gelisah, penurunan kesadaran, dan pucat dapat dialami pasien ruptur limpa dengan instabilitas hemodinamik.[1,2,11,13]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ruptur limpa adalah laserasi hepar, perdarahan retroperitoneal, dan trauma pankreas. Pasien dengan trauma abdomen dapat mengalami cedera atau ruptur pada lebih dari satu organ.
Trauma Hepar
Pada laserasi dan trauma hepar, umumnya riwayat trauma terjadi pada dinding anterior, lateral, atau torakoabdominal. Ruptur hepar dapat bermanifestasi mulai dari laserasi kapsular minor hingga kerusakan berat pada kedua lobus. Ruptur hepar juga sering berkaitan dengan cedera vena porta, vena hepatika, atau vena cava. Gejala yang muncul adalah nyeri abdomen akut, distensi abdomen, muntah, dan syok. Pemeriksaan radiologi, seperti CT-Scan, dapat membantu mengonfirmasi organ spesifik yang mengalami cedera.[1,14]
Perdarahan Retroperitoneal
Pada kasus perdarahan retroperitoneal, pasien akan mengalami nyeri abdomen disertai syok hemoragik. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan sindrom Wunderlich yaitu nyeri abdomen, punggung, atau pinggang, disertai massa abdomen yang teraba dan syok. Pemeriksaan radiologi tetap diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis dan sumber perdarahan.[15]
Trauma Pankreas
Untuk kasus trauma pankreas, gejala yang dapat dialami pasien adalah nyeri epigastrik yang menjalar hingga ke punggung, mual, dan muntah, hingga perdarahan aktif. Pemeriksaan penunjang radiologi CT-scan masih menjadi pilihan untuk mengidentifikasi cedera pankreas termasuk tanda laserasi, pembesaran, dan perdarahan.[16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ruptur limpa dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Focused assessment with sonography for trauma (FAST) adalah pemeriksaan paling awal yang dilakukan di Unit Gawat Darurat karena bisa dengan cepat mendeteksi adanya cairan di peritoneum.[2]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap pada pasien ruptur limpa bermanfaat menilai beratnya perdarahan, perencanaan resusitasi, dan transfusi darah apabila diperlukan. Umumnya pasien dengan perdarahan aktif akan mengalami penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit.[2,17]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan focused assessment with sonography for trauma (FAST) merupakan salah satu pemeriksaan cepat yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya cairan intraperitoneal di abdomen. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama dalam mengevaluasi pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil. Akan tetapi, pemeriksaan FAST tidak cukup spesifik dalam mengkonfirmasi organ yang mengalami ruptur. Pemeriksaan FAST memiliki sensitivitas mencapai 63-100% dan spesifisitas 95-100%.
Pemeriksaan CT scan abdomen merupakan baku emas untuk mengevaluasi adanya cedera pada organ padat abdomen dengan spesifisitas dan sensitivitas mencapai 100%. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi derajat keparahan cedera limpa, adanya hematoma di sekitarnya, perdarahan intra abdomen, serta mengevaluasi organ-organ abdomen lain. CT scan kontras dapat dilakukan untuk membedakan densitas antara parenkim limpa dan hematoma. Akurasi dari CT scan dengan kontras dalam mendiagnosis ruptur limpa traumatik dikatakan mencapai 100%.[2,8,11,17,18]
Derajat Cedera Limpa
Penentuan derajat cedera limpa yang paling umum digunakan adalah berdasarkan The American Association for The Surgery of Trauma (AAST). Klasifikasi derajat cedera menurut AAST ditentukan berdasarkan temuan CT scan, operatif, dan patologi.[1,18]
Tabel 1. Derajat Cedera Limpa
Derajat | Kriteria CT scan | Kriteria Operatif | Kriteria Patologi |
I | Hematoma Subkapsular <10% area permukaan | Hematoma Subkapsular <10% area permukaan | Hematoma Subkapsular <10% area permukaan |
Laserasi parenkim kedalaman < 1 cm | Laserasi parenkim kedalaman < 1 cm | Laserasi parenkim kedalaman < 1 cm | |
Robekan kapsular | Robekan kapsular | Robekan kapsular | |
II | Hematoma subkapsular 10-50% area permukaan ; hematoma intraparenkim < 5 cm | Hematoma subkapsular 10-50% area permukaan ; hematoma intraparenkim < 5 cm | Hematoma subkapsular 10-50% area permukaan ; hematoma intraparenkim < 5 cm |
Laserasi parenkim 1-3 cm | Laserasi parenkim 1-3 cm | Laserasi parenkim 1-3 cm | |
III | Hematoma subkapsular > 50% area permukaan ; ruptur subkapsular atau hematoma intraparenkim >5 cm | Hematoma subkapsular >50% area permukaan atau lebih; ruptur subkapsular atau hematoma intraparenkim > 5 cm | Hematoma subkapsular >50% area permukaan; ruptur subkapsular atau hematoma intraparenkim > 5 cm |
Laserasi parenkim kedalaman > 3 cm | Laserasi parenkim kedalaman > 3 cm | Laserasi parenkim kedalaman > 3 cm | |
IV | Cedera apapun dengan adanya cedera vaskuler limpa atau perdarahan aktif dalam kapsul limpa | Laserasi parenkim melibatkan pembuluh segmental atau hilar yang menyebabkan >25% devaskularisasi | Laserasi parenkim melibatkan pembuluh segmental atau hilar yang menyebabkan >25% devaskularisasi |
Laserasi parenkim melibatkan pembuluh segmental atau hilar yang menyebabkan >25% devaskularisasi | |||
V | Cedera apapun dengan adanya cedera vaskuler dengan perdarahan aktif hingga ke peritoneum | Cedera vaskuler hilar dengan devaskularisasi limpa | Cedera vaskuler hilar dengan devaskularisasi limpa |
Limpa yang hancur | Limpa yang hancur | Limpa yang hancur |
Sumber: American Association for the Surgery of Trauma (AAST) Organ Injury Scale, 2018.[18]