Penatalaksanaan Syok Hemoragik
Penatalaksanaan syok hemoragik yang utama adalah mengatasi sumber perdarahan dan mengganti volume intravaskular yang hilang. Ini dapat dilakukan dengan resusitasi cairan ataupun transfusi darah. Tujuannya adalah mengatasi kegawatdaruratan, mengontrol sumber perdarahan, dan menyelamatkan organ vital.[3,12]
Penatalaksanaan Awal
Penatalaksanaan awal pada syok hemoragik mencakup survey primer yang dilakukan secara simultan dengan resusitasi dengan urutan A, B, C, D, dan E.[11,13]
Airway dan Breathing
Pasang collar neck sampai terbukti tidak ada trauma servikal. Menjaga patensi jalan napas dengan ventilasi adekuat dan oksigenasi. Pemberian oksigen tambahan untuk menjaga saturasi oksigen lebih besar dari 95% diikuti pemasangan saturasi oksigen. Bila Glasgow coma scale < 8 pertimbangkan untuk melakukan intubasi endotrakeal.[11,13]
Circulation
Melakukan kontrol perdarahan eksternal dengan balut tekan, mencari akses intravena yang adekuat dan menilai perfusi jaringan. Terapi dengan hipotensi permisif dapat dipertimbangkan. Pasang kateter urin untuk menilai keberhasilan resusitasi. Temukan lokasi perdarahan untuk menentukan tindakan selanjutnya.[11,13]
Disability
Melakukan pemeriksaan neurologis secara singkat dalam menentukan tingkat kesadaran pasien untuk menilai perfusi otak. Adanya perubahan dalam fungsi SSP pada syok hipovolemik tidak selalu karena adanya cedera intrakranial langsung karena kemungkinan perfusi yang tidak memadai sehingga perlu diulangi evaluasi neurologis setelah perfusi dan oksigenasi.[11,13]
Exposure
Memberikan penghangat untuk mencegah hipotermia saat melakukan exposure untuk mencari cedera lainnya. Hipotermia pada keadaan syok hemoragik dapat menyebabkan asidosis memburuk dan terjadinya koagulopati.[11,13]
Resusitasi Cairan pada Syok Hemoragik
Pada pasien syok hemoragik perlu dilakukan pemasangan 2 kateter intravena perifer berkaliber besar. Jika tidak memungkinkan juga, akses sentral seperti vena femoral, jugularis, atau subklavia dapat menjadi pilihan tetapi resusitasi tidak dapat diberikan dengan volume besar melalui akses sentral.
Setelah mendapatkan akses intravena, ambil sampel darah untuk crossmatch golongan darah serta pemeriksaan penunjang yang diinginkan. Pasang kateter urin untuk menilai keberhasilan resusitasi. Pasang monitor dan saturasi oksigen untuk memantau tanda vital pasien.[11,13]
Pilihan Cairan
Cairan yang direkomendasikan adalah cairan normal salin atau ringer laktat. Perlu diperhatikan bahwa cairan normal salin dapat menyebabkan asidosis metabolik karena kadar klorida, sedangkan ringer laktat dapat menyebabkan alkalosis metabolik karena metabolisme laktat diregenerasi menjadi bikarbonat.[3,14]
Volume Cairan
Berikan bolus cairan isotonik yang dihangatkan sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 20 mL/kg untuk anak-anak dengan berat <40 kg. Volume absolut cairan resusitasi diberikan berdasarkan respons terhadap pemberian cairan.
Perlu diingat, jumlah cairan awal ini termasuk cairan apapun yang diberikan selama prehospital. Resusitasi awal dengan darah dan produk darah dipertimbangkan pada syok hemoragik kelas III dan IV.[11,13]
Pemeliharaan dan Penilaian Respon Resusitasi
Pada pasien yang stabil setelah mendapat resusitasi awal, pemberian cairan diturunkan menjadi dosis pemeliharaan. Pada kelompok ini tidak diindikasikan tambahan cairan bolus atau pemberian darah segera.
Respons sementara umumnya terjadi pada syok hemoragik kelas II dan III. Terjadinya penurunan perfusi saat pemberian cairan diperlambat ke tingkat pemeliharaan menunjukkan kehilangan darah sedang berlangsung atau resusitasi tidak memadai.
Pada kelompok respon minimal atau tidak respons terhadap cairan umumnya terjadi pada syok hemoragik kelas IV. Gagal dalam merespons pemberian cairan kristaloid dan darah menentukan kebutuhan untuk segera dilakukannya intervensi definitif seperti operasi atau angioembolisasi untuk mengontrol perdarahan.[11,13]
Transfusi Darah pada Syok Hemoragik
Pemberian transfusi darah dipertimbangkan berdasarkan respons terhadap resusitasi cairan. Pada kelompok respons sementara dan minimal atau tidak respons, dibutuhkan transfusi sel darah merah, plasma, atau trombosit.
Sebagian kecil kasus syok hemoragik memerlukan transfusi darah masif, yakni pemberian >10 unit sel darah merah dalam 24 jam pertama atau >4 unit dalam 1 jam. Pemberian awal sel darah merah, plasma dan trombosit dalam rasio seimbang dapat meminimalkan pemberian kristaloid yang berlebihan.
Satu unit packed red blood cell (pRBC) diperkirakan meningkatkan kadar hemoglobin pasien sebesar 1g / dL. Tujuan akhir dari transfusi darah adalah untuk mengembalikan volume dan perfusi jaringan (suplai oksigen ke jaringan).[11]
Pemantauan
Pada pasien syok hemoragik, pemantauan ketat harus dilakukan. Penilaian secara berkala dilakukan pada tanda vital pasien, serta urine output untuk menilai keberhasilan resusitasi. Selain itu, pemeriksaan fisik terhadap sirkulasi juga perlu dilakukan secara berkala.
Ketika kondisi vital pasien mengalami penurunan secara mendadak maupun gradual, lakukan kembali survey primer, pertimbangkan pemeriksaan penunjang, serta persiapkan untuk tindakan operasi segera dengan target mengontrol perdarahan.[11]
Penatalaksanaan Lanjutan
Tata laksana lanjutan berupa prosedur operatif dapat dilakukan setelah pasien stabil dan terdapat fasilitas yang dapat melakukan prosedur operatif. Prosedur operatif bergantung pada jenis trauma pada pasien dan prioritas organ atau anggota tubuh yang dapat diselamatkan.[11]
Distensi gaster sering terjadi pada pasien trauma, terutama anak, dan dapat menyebabkan hipotensi, disritmia jantung, dan bradikardia dari stimulasi vagal yang berlebihan. Pada kondisi tidak sadar, distensi gaster dapat meningkatkan risiko aspirasi isi lambung yang berpotensi fatal. Dekompresi gaster juga bertujuan mengevaluasi perdarahan pada lambung.
Pada perdarahan gastrointestinal bagian atas dapat dilakukan tindakan endoscopy band ligation (EBL) pada kasus yang gagal dengan kauterisasi dan pemberian epinefrin. Perdarahan pervaginam akibat ruptur kehamilan ektopik memerlukan tindakan laparotomi, sedangkan ruptur uterus memerlukan tindakan histerektomi.[1,3,6,11,12]
Penatalaksanaan Berdasarkan Klasifikasi Syok Hemoragik
Terdapat 4 klasifikasi syok hemoragik yang menguraikan perkiraan persentase kehilangan darah serta tanda dan gejala lainnya di setiap klasifikasi syok hemoragik.[1,3,12]
Kelas I (Kehilangan Volume Darah <15%)
Pada syok hemoragik kelas I terjadi perdarahan minimal. Mekanisme kompensasi akan mengembalikan volume darah dalam waktu 24 jam sehingga umumnya tidak perlu transfusi darah.[1,3,12]
Kelas II (Kehilangan Volume Darah 15-30%)
Beberapa pasien dalam kelas ini mungkin membutuhkan transfusi darah, namun sebagian besar dapat stabil dengan pemberian cairan kristaloid.[1,3,12]
Kelas III (Kehilangan Volume Darah 31-40%)
Penatalaksanaan awal pada syok hemoragik kelas III adalah menghentikan perdarahan yang dapat dilakukan dengan operasi darurat atau embolisasi jika perlu. Umumnya, dalam syok hemoragik kelas III dibutuhkan transfusi sel darah merah (pRBC) dan produk darah untuk mengembalikan kondisi syok.[1,3,12]
Kelas IV (Kehilangan Volume Darah >40%)
Syok hemoragik kelas IV sangat mengancam jiwa. Penatalaksanaan pada syok hemoragik kelas IV membutuhkan transfusi cepat dan intervensi bedah.
Pada pasien yang lebih stabil dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan bila terdapat kecurigaan seperti trauma kepala atau indikasi lain. Pada perdarahan gastrointestinal dapat dilakukan esophagogastroduodenoscopy atau kolonoskopi.
Pemeriksaan laboratorium seperti Analisis Gas Darah (AGD) dapat membantu melihat apakah pasien dalam kondisi asidosis. Hal ini akan sangat membantu pada pasien syok berat atau pasien yang tidak diketahui onset riwayat trauma.
Pemeriksaan darah rutin dan koagulasi dapat membantu untuk mendapatkan data awal serta respon terhadap resusitasi. Pemeriksaan kimia klinik juga dapat membantu analisa apakah terjadi asidosis pada pasien.[1,3,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto