Epidemiologi Campak
Data epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian campak atau measles atau rubeola paling tinggi terjadi pada anak berusia ≤5 tahun. Angka kejadian dan penularan campak saat ini mulai menurun dengan adanya vaksinasi campak, namun tetap terjadi pada mereka yang tidak divaksinasi, imunokompromais, dan traveller yang bepergian ke daerah endemik campak.[23]
Global
Studi epidemiologi global menunjukkan adanya penurunan insidensi campak yang konsisten dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, insidensi campak sebesar 12.806.077,45 menurun dari insidensi tahun 1990, yaitu 80.933.448,62. Angka kejadian campak paling banyak ditemukan di Afrika, Asia Timur, dan Asia Selatan.[9]
Berdasarkan usia, 80% dari seluruh insidens infeksi campak di dunia terjadi pada anak kelompok usia di bawah 5 tahun dari tahun 1990 hingga 2019. Pada tahun 2019, tercatat 85,58% dari total insidensi campak adalah anak di bawah 5 tahun.[9]
Indonesia
Data di Indonesia menunjukkan bahwa insidensi campak pada tahun 2011 hingga 2017 cenderung menunjukkan penurunan dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk. Akan tetapi, insidensi campak meningkat dari tahun 2015 sampai 2017 yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.[10]
Terdapat 18 provinsi di Indonesia, yaitu 52,9% dari seluruh provinsi, yang mengalami peningkatan kasus campak dalam kurun waktu tahun 2015-2017. Adanya peningkatan kasus campak di suatu wilayah menyebabkan daerah tersebut ditetapkan mengalami kejadian luar biasa (KLB) campak.[10]
Mortalitas
WHO menyebutkan lebih dari 140.000 jiwa meninggal oleh karena campak pada tahun 2018 dan sebagian besar merupakan anak di bawah usia 5 tahun. Anak yang malnutrisi, underweight, stunting, dan mengalami defisiensi vitamin A merupakan kelompok dengan angka mortalitas tertinggi pada infeksi campak.[3,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Amanda Sonia Arliesta