Patofisiologi Campak
Patofisiologi campak atau measles atau rubeola diawali oleh penularan virus campak secara airborne melalui droplet ke saluran pernapasan atau mukosa konjungtiva kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, di tempat tertutup, droplet nuclei yang mengandung virus campak dapat menular ke orang lain hingga 2 jam setelah penderita campak berada di tempat tersebut.[5,6]
Fase infeksi campak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium inkubasi, prodromal, exanthema, dan penyembuhan.[23]
Fase Inkubasi
Periode inkubasi campak diawali dengan masuknya virus lewat saluran napas atau konjungtiva. Lokasi infeksi utama campak adalah makrofag alveolus atau sel dendritik. Sekitar 2 sampai 3 hari setelah virus bereplikasi di paru-paru, virus kemudian tersebar ke jaringan limfonodi regional, lalu ke pembuluh darah. Keadaan ini dikenal dengan viremia primer.[3,5,8]
Pada periode inkubasi ini, pasien seringkali asimtomatik atau tanpa gejala, namun dapat pula ditemukan adanya demam, gejala saluran napas seperti batuk, dan ruam.[23]
Fase Prodromal
Durasi gejala prodromal adalah 2 sampai 3 hari. Pada fase prodromal, muncul berbagai gejala klinis khas infeksi campak, seperti demam, batuk, coryza, dan konjungtivitis. Sel-sel imun yang telah terinfeksi, yaitu sel B, CD4+, sel T memori CD8+, dan monosit, kemudian masuk ke sirkulasi dan menyebarkan virus ke organ-organ limfoid maupun non-limfoid.[3,5,8]
Organ limfoid adalah lien, timus dan limfonodi, sedangkan organ non-limfoid meliputi kulit, konjungtiva, ginjal, paru-paru, dan hepar. Pada organ-organ limfoid dan non-limfoid ini, virus akan bereplikasi di sel endothelial, epitel, limfosit, dan makrofag. Fase ini dikenal dengan viremia sekunder yang terjadi sekitar 5 sampai 7 hari setelah paparan.[3,5,8]
Respon imun memegang peranan penting dalam fase replikasi dan fase laten infeksi campak. Respon imun bawaan atau innate untuk menginduksi produksi interferon (IFN) terhambat oleh virus campak, sehingga virus dapat bereplikasi dan menyebar pada fase laten selama 10 sampai 14 hari.[8]
Fase Exanthema
Fase exanthema ini terjadi setelah gejala prodromal muncul dan dikarakterisasi dengan munculnya ruam makulopapular khas yang menyebar dari wajah dan badan menuju ekstremitas. Munculnya rash merupakan manifestasi respon imun seluler adaptif spesifik virus campak yang bersamaan dengan clearance virus.[8]
Ruam ini muncul dari muka atau belakang telinga, lalu menyebar secara sefalokaudal ke leher, dada, abdomen, lalu ke ekstremitas. Pada saat awal muncul, ruam ini dapat hilang bila ditekan.[9,23]
Pada fase ini, demam, faringitis, dan konjungtivitis dapat tetap muncul. Selain itu, gejala klinis lain yang dapat muncul pada fase ini adalah petechiae, limfadenopati dan splenomegali.[9,23]
Setelah 3 sampai 4 hari, ruam akan menjadi gelap kemudian akan kulit akan mengelupas. Ruam akan hilang nantinya sesuai urutan dari bagian tubuh awal munculnya ruam.[23]
Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan ini terjadi clearance RNA dan terbentuk imunitas terhadap virus campak. Clearance RNA virus dari darah dan jaringan lebih lambat, yaitu beberapa minggu hingga bulan setelah rash membaik. Imunitas yang terbentuk pada infeksi campak biasanya bertahan sangat lama sampai seumur hidup dan hanya sedikit orang yang mengalami reinfeksi.[8,23]
Penulisan pertama oleh: dr. Amanda Sonia Arliesta