Diagnosis Croup
Diagnosis croup umumnya ditegakkan secara klinis, dengan temuan khas berupa batuk menggonggong atau "seal-like barking" cough, stridor, dan retraksi dinding dada. Pemeriksaan laboratorium atau antigen virus tidak secara rutin dilakukan. Pada kasus yang atipikal, pemeriksaan penunjang dapat dipertimbangkan untuk menyingkirkan diagnosis banding.[1,5]
Anamnesis
Gambaran klinis croup dapat berkisar dari gejala ringan hingga ancaman gagal napas. Keluhan awal yang dapat dijumpai berupa gejala pernapasan nonspesifik seperti rhinorrhea, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas, dan demam.[1-3]
Dalam rentang 1-2 hari setelahnya, akan muncul manifestasi tipikal dari croup, antara lain batuk menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, serta berbagai derajat distres napas. Keluhan lain yang juga dapat muncul adalah sulit menelan, nyeri menelan, dan drooling.
Pada kebanyakan kasus, croup membaik dalam 3-7 hari. Tetapi, ada pula beberapa kasus lain dimana gejala berlangsung selama 14 hari, dengan puncak gejala berat pada hari ke 3-4 dan gejala memburuk pada malam hari.[1-3,5,6]
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan mengenai faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya croup. Ini mencakup adanya riwayat keluarga dengan croup, riwayat intubasi sebelumnya, adanya kelainan pada jalan napas bagian atas, serta kondisi medis yang menjadi predisposisi gagal napas seperti gangguan neuromuskular).[1,5,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada croup bertujuan untuk menilai derajat keparahan obstruksi saluran napas atas dan menyingkirkan kemungkinan lain penyebab infeksi dan noninfeksi dari obstruksi saluran napas atas. Pada pemeriksaan awal, dapat dilakukan penilaian tanda vital, keadaan umum, dan pengukuran antropometri. Pasien croup dapat mengalami demam, peningkatan laju nadi dan napas, serta kadar oksigen yang rendah.
Beberapa aspek pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk menilai derajat keparahan croup, antara lain:
- Inspeksi: tingkat kesadaran, nyaman, interaktif, agitas
- Kualitas suara: suara serak, tangisan berkurang, suara muffled "hot potato"
- Pernapasan: ekspansi dada, retraksi dinding dada, napas cuping hidung, sianosis
- Auskultasi: stridor inspirasi, wheezing, dan ronki.[1-3,6]
Selain itu, pemeriksaan fisik lain yang perlu dilakukan adalah penilaian status hidrasi. Penurunan asupan oral dan kehilangan cairan akibat demam dan peningkatan laju napas dapat menyebabkan dehidrasi.[1,3,6]
Sistem Skoring Westley Croup
Derajat keparahan dari croup dapat dinilai menggunakan sistem skoring Westley Croup, mulai dari derajat ringan sampai gagal napas mengancam. Terdapat 5 komponen yang dievaluasi, yaitu tingkat kesadaran, sianosis, stridor, inspirasi, dan retraksi.[1,2]
Tabel 1. Derajat Keparahan Croup Berdasarkan Skor Westley.
Indikator | Skor |
Tingkat kesadaran | |
Normal | 0 |
Disorientasi | 5 |
Sianosis | |
Tidak ada | 0 |
Saat agitasi | 4 |
Saat istirahat | 5 |
Stridor | |
Tidak ada | 0 |
Saat agitasi | 1 |
Saat istirahat | 2 |
Udara masuk | |
Normal | 0 |
Berkurang | 1 |
Sangat berkurang | 2 |
Retraksi | |
Tidak ada | 0 |
Ringan | 1 |
Sedang | 2 |
Berat | 3 |
Sumber: dr. Karina, Alomedika. 2022.[1,2,13]
Interpretasi:
- Ringan (skor ≤2): Temuan klinis mencakup batuk menggonggong sesekali, tidak ada stridor saat istirahat, ringan atau tidak ada retraksi.
- Sedang (skor 3-7): Temuan klinis mencakup batuk menggonggong sering, stridor saat istirahat, retraksi ringan sampai sedang, tetapi tidak ada atau sedikit distress atau agitasi.
- Berat (skor 8-11): Temuan klinis mencakup batuk menggonggong sering, stridor saat istirahat, retraksi nyata yang signifikan saat distres dan agitasi.
- Gagal napas mengancam (skor ≥12): Temuan klinis mencakup penurunan tingkat kesadaran, stridor saat istirahat, retraksi berat, aliran udara masuk buruk, serta sianosis atau pucat.[2,13]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari croup diperlukan pada pasien dengan gejala atipikal. Pada pasien dengan gejala tipikal, umumnya diagnosis croup mudah dikenali.[1,3]
Trakeitis Bakterial
Trakeitis bakterial juga paling banyak mempengaruhi anak usia di bawah 6 tahun. Pasien juga mengalami batuk menggonggong dan demam.
Untuk membedakan dengan croup, trakeitis bakterial tidak respon dengan nebulisasi epinefrin (adrenalin). Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kultur bakteri dari sekret trakea, dimana umumnya ditemukan bakteri Staphylococcus aureus, group A streptococcus, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan organisme anaerob. Jika dilakukan pemeriksaan bronkoskopi pada waktu intubasi, dapat ditemukan mukosa trakea eritematosa dengan sekret yang purulen dan tebal.[1,3,5,14]
Epiglotitis
Epiglotitis dapat dibedakan dari croup dengan tidak adanya batuk menggonggong. Pada pasien epiglotitis yang disertai bakteremia, dapat muncul beberapa keluhan serupa dengan croup seperti sulit menelan, sering mengeluarkan air liur, tampak pucat, dan demam. Pada epiglottitis, umumnya anak akan lebih senang postur duduk dengan kepala esktensi.[1,5,6,15]
Pada pemeriksaan visualisasi sebelum dilakukan intubasi endotrakeal, pasien epiglotitis akan menunjukkan adanya edema epiglotis, eritematosa, dan seringkali menghalangi pita suara.[5,6]
Benda Asing di Saluran Napas Bagian Atas
Adanya benda asing pada saluran napas bagian atas, terutama laring, dapat menunjukkan gambaran klinis serupa croup, seperti suara serak dan stridor. Perbedaan dengan croup adalah adanya riwayat inhalasi benda asing, tidak ada gejala prodromal, dan tidak demam.[2,5,6,16]
Apabila benda asing tersangkut pada esofagus bagian atas, dapat terjadi distorsi trakea ekstratorakal sehingga menimbulkan gejala batuk menggonggong dan stridor inspirasi. Visualisasi langsung diikuti ekstraksi benda asing dapat membantu konfirmasi diagnosis.[2,5,6]
Abses Retrofaring dan Peritonsilar
Abses retrofaring dan peritonsilar memiliki gambaran klinis serupa croup, seperti disfagia, drooling, stridor, dyspnea, dan demam. Beberapa gejala yang membedakan adalah tidak terdapat batuk menggonggong, kaku leher, dan adenopati servikal unilateral. Pada pemeriksaan radiologi abses retrofaring, akan ditemukan retrofleksi vertebra servikal dan edema faring posterior.[1,5,6,17]
Difteri Laring
Difteri laring memiliki beberapa kesamaan klinis dengan croup, seperti demam ringan, suara serak, potensi batuk menggonggong, disfagia, dan stridor inspirasi. Namun, pada difteri laring ditemukan riwayat imunisasi tidak memadai dan gambaran faringitis membranosa pada pemeriksaan fisik.[5,6,18,19]
Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat dibedakan dari croup dengan adanya riwayat alergi sebelumnya, paparan alergen dan riwayat alergi dalam keluarga. Reaksi alergi juga umumnya memiliki manifestasi kulit, seperti ruam dan urtikaria. Pasien juga bisa berada pada usia berapapun. Pemeriksaan alergi, seperti skin prick, dapat dilakukan untuk memastikan etiologi.[1,5,6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada croup diperlukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan, gambaran klinis atipikal, dan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya.[1,2,6]
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium jarang berkontribusi untuk menegakkan diagnosis croup. Pemeriksaan hitung darah lengkap dapat membantu membedakan kemungkinan etiologi virus dari bakteri, namun tidak spesifik. Pemeriksaan antigen atau kultur virus juga jarang dilakukan karena tidak memberi efek bermakna pada terapi, sehingga hanya dipertimbangkan pada pasien dengan pengobatan awal yang tidak efektif.[1-3]
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan juga tidak diindikasikan secara rutin pada croup. Adanya gambaran “steeple sign” pada pemeriksaan radiografi anteroposterior (AP) pada jaringan lunak servikal menunjukkan penyempitan glotis dan subglotis, namun tidak spesifik ataupun sensitif untuk croup. Pemeriksaan CT Scan servikal dapat dipertimbangkan untuk kasus dugaan abses, tumor, atau aspirasi benda asing.[1,2,6]
Prosedur Laringoskopi
Laringoskopi hanya diindikasikan pada kasus atipikal atau untuk pengambilan biakan untuk penyesuaian antibiotik.[1,3]
Penulisan pertama: dr. Khrisna Rangga Permana