Pendahuluan Kernikterus
Kernikterus atau ensefalopati bilirubin yang dikenal pula dengan bilirubin induced encephalopathy (BIE) adalah kerusakan neurologis di otak yang diinduksi bilirubin, terutama pada kadar bilirubin indirek serum >25 mg/dL. Keadaan ini banyak ditemukan pada bayi. Regio otak yang paling terpengaruh adalah ganglia basal, hipokampus atau hippocampus, corpus geniculatum, dan nukleus saraf kranial.[1,2]
Etiologi kernikterus adalah berbagai keadaan klinis yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam serum, yaitu peningkatan produksi atau penurunan klirens bilirubin indirek oleh hepar. Keadaan tersebut antara lain hemolisis, inkompatibilitas rhesus, defisiensi glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD), sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar.[1–3,13]
Manifestasi klinis utama kernikterus adalah gangguan motorik, gangguan auditori (auditory neuropathy spectrum disorder/ANSD dengan atau tanpa hilangnya fungsi pendengaran), gangguan visual, dan abnormalitas gigi.
Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis kernikterus adalah magnetic resonance imaging (MRI) otak yang memberikan gambaran hiperintens pada gelombang T2 bagian globus pallidus dan nukleus subtalamikus. Pemeriksaan brainstem auditory evoked response (BAER) juga akan menunjukkan hasil abnormal, dengan emisi otoakustik pada awal pemeriksaan normal dan kemudian menghilang seiring waktu.[1–3]
Penatalaksanaan kernikterus meliputi terapi suportif sekuele neurologis akibat efek neurotoksik bilirubin. Penatalaksanaan ini mencakup terapi fisik, terapi bicara, dan penggunaan alat bantu dengar.
Terapi medikamentosa seperti trihexyphenidyl, baclofen, dan injeksi botulinum dapat dipertimbangkan untuk mengurangi gejala distonia. Tata laksana suportif lain yaitu pemberian dukungan nutrisi, karena anak berisiko mengalami malnutrisi.[1–3]
Pencegahan terbaik kernikterus adalah dengan mengenali bayi yang berisiko mengalami hiperbilirubinemia berat dan neurotoksisitas. Selanjutnya dilakukan evaluasi, diagnosis, serta tata laksana hiperbilirubinemia yang sesuai, efektif, dan tepat waktu, sehingga anak tidak sampai mengalami ensefalopati.[1–3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli