Diagnosis Kernikterus
Diagnosis kernikterus atau ensefalopati bilirubin yang dikenal pula dengan bilirubin induced encephalopathy (BIE) secara klinis didapat dari peningkatan kadar bilirubin dalam darah, albumin, rasio bilirubin/albumin, gambaran hiperintens pada MRI otak, dan dapat ditemukan gangguan pendengaran dari pemeriksaan brainstem auditory evoked response. Secara klinis dapat ditemukan penurunan penurunan kesadaran, hipotonia, serta poor feeding.[3]
Anamnesis
Anamnesis pada bayi terutama berkaitan dengan etiologi hemolisis, seperti trauma lahir, inkompatibilitas rhesus dan ABO. Selain itu riwayat keluarga yang berhubungan dengan kelainan genetik, seperti sindrom Crigler-Najjar dan sindrom Gilbert yang berhubungan dengan gangguan klirens bilirubin indirek juga perlu ditanyakan.
Terkadang gejala klinis dari anamnesis dapat tidak spesifik, seperti bayi terlihat lemas dan sulit makan. Maka dari itu, identifikasi faktor risiko dan etiologi peningkatan bilirubin indirek perlu ditanyakan. Selain itu riwayat kehamilan juga perlu digali.[1,14]
Riwayat Keluhan
Awali anamnesis dengan menanyakan awitan dan durasi ikterus. Awitan ikterus dalam 24 jam awal kehidupan selalu bersifat patologis. Selain itu, adanya keluhan neurologi seperti gangguan status mental, hipotonia, dan hiporefleks, terutama pada infant preterm, mengindikasikan kernikterus.
Pasien juga bisa mengalami keluhan nonspesifik seperti berkurangnya frekuensi menyusu dan kesulitan untuk menghisap secara efisien. Gali pula faktor risiko, seperti adanya tanda atau gejala hemolisis.[1,14]
Riwayat Keluarga
Anamnesis juga meliputi riwayat keluarga terkait anemia atau ikterus yang muncul sejak lahir untuk mendeteksi kemungkinan faktor risiko seperti sindrom Gilbert, anemia sel sabit, ataupun defisiensi glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD).
Selain itu, riwayat keluarga dengan kelainan metabolik juga perlu ditanyakan, misalnya kelainan metabolisme asam lemak, karena penyakit tersebut bisa memiliki gejala yang mirip dengan hiperbilirubinemia.[1]
Pada ibu, gali adanya riwayat keluhan yang sama dan fototerapi pada anak sebelumnya, serta tanyakan kebiasaan yang berpotensi buruk seperti alkoholisme atau penyalahgunaan obat. Lakukan juga anamnesis terkait kondisi antenatal, seperti toxoplasmosis atau diabetes mellitus.[1]
Riwayat Persalinan
Saat melakukan anamnesis riwayat persalinan, tanyakan tanda dan gejala yang berkaitan untuk mengidentifikasi adanya cedera yang menyebabkan sefalhematoma, perdarahan subgaleal, atau manifestasi perdarahan lain yang bisa menyebabkan hiperbilirubinemia.[1]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi identifikasi gangguan kesadaran pada anak/bayi. Ikterus umumnya dapat terlihat jelas pada kulit atau sklera. Pada tanda vital dapat ditemukan takikardi, dispnea, dan penurunan saturasi. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan fontanel atau evaluasi untuk menilai adanya peningkatan tekanan intrakranial, misalnya dengan menemukan setting sun sign.[1]
Gangguan Motorik
Pada pemeriksaan fisik, gangguan motorik dapat ditemukan, termasuk hipotoni, hiperrefleks, tonic neck reflex yang menetap, distonia, dan spastisitas.[1,4,6]
Gangguan Auditori
Gangguan auditori pada kernikterus, ditandai dengan anak kesulitan dalam melokalisasi sumber suara. Gangguan auditori disebabkan disfungsi pada auditory brainstem nuclei tanpa keterlibatan sel rambut.[1,3]
Gangguan Penglihatan
Gangguan visual kernikterus disebabkan gangguan okulomotor berupa upward gaze paresis. Gangguan lain berupa disfungsi horizontal gaze, yaitu gangguan pada pergerakan bola mata secara horizontal. Pada anak juga dapat ditemukan tatapan kosong yang disebabkan akibat kombinasi dari upward gaze paresis dan distonia fasial. Gangguan horizontal dan upward gaze ini dapat ditemukan bersamaan, terutama pada 2–3 minggu setelah ensefalopati bilirubin akut.[1,3,14]
Bayi dengan kernikterus dapat ditemukan adanya tanda khas Collier sign, yaitu retraksi kelopak mata dan setting-sun sign, karena adanya paresis pada upward gaze. Di bawah ini adalah gambaran khas pada bayi kernikterus.[1,3,14]
Abnormalitas Gigi
Pada kernikterus dapat ditemukan abnormalitas gigi seperti hipoplasia/displasia enamel gigi desidua, dan gigi berwarna kehijauan.[3,6]
Bilirubin Induced Neurological Dysfunction
Bilirubin induced neurological dysfunction (BIND) atau subtle kernicterus, merupakan spektrum kernikterus yang tidak memiliki temuan klinis klasik kernikterus. BIND ditandai dengan disabilitas neurologis dan perkembangan yang tidak dapat dijelaskan etiologinya, dengan riwayat hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin akut sebelumnya.
Gejala klinis yang mungkin dijumpai pada BIND antara lain hilangnya pendengaran ringan yang tidak sesuai dengan kriteria auditory neuropathy spectrum disorder (ANSD), atau gangguan motorik ringan. Pada beberapa kasus BIND, juga dapat ditemukan manifestasi klinis klasik kernikterus.[3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kernikterus, yaitu kondisi lain yang dapat menyebabkan timbulnya ikterus dan gejala neurologis pada bayi, seperti cerebral palsy, hipotiroid kongenital, dan sepsis neonatorum.
Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah sekelompok gangguan perkembangan, pergerakan, dan postur yang bersifat permanen, sehingga menyebabkan terbatasnya aktivitas. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan nonprogresif pada saat perkembangan otak janin. Gejala cerebral palsy dapat menyerupai kernikterus, yaitu adanya distonia dan atethosis, tetapi dapat dibedakan dari kadar bilirubin serta identifikasi etiologi dan faktor risiko kernikterus.[9]
Hipotiroid Kongenital
Hipotiroid dapat menyebabkan ikterus melalui mekanisme penurunan ikatan bilirubin. Manifestasi klinis anak dengan hipotiroid kongenital umumnya muncul dalam waktu 6 minggu pertama kehidupan.
Gejala klinis dapat berupa letargi, hipotoni, fontanel anterior dan posterior melebar, kesulitan makan, ikterus, konstipasi, dan hipotermi. Manifestasi klinis lebih lanjut berupa makroglosia, kutis marmorata, kulit kering, distensi abdomen, hernia umbilikalis, hiporefleks, hipotensi, bradikardia, anemia, dan terdapat tampilan wajah khas (muka sembab, bibir tebal, dan hidung pesek). Pada pemeriksaan penunjang, akan didapatkan kelainan kadar tiroid.[10]
Sepsis Neonatal
Diagnosis sepsis perlu dieksklusi pada bayi dengan ikterus. Bayi dengan sepsis memiliki tanda dan gejala yang tidak spesifik. Manifestasi klinis awal yaitu iritabilitas, letargi, dan poor feeding. Gejala lain adalah hipotermi, demam, sesak, dan syok.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan hiperglikemia, hipoglikemia, asidosis, dan hiperbilirubinemia. Ditemukan pula peningkatan biomarker infeksi seperti peningkatan c-reactive protein (CRP), peningkatan rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total, dan neutropenia. Bila terdapat kecurigaan terhadap sepsis, dapat dilakukan pemeriksaan kultur.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang kernikterus antara lain pemeriksaan hematologi, MRI, dan brainstem auditory evoked response.
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kadar bilirubin total serum atau bilirubin transkutaneus, serta pemeriksaan golongan darah bayi dan tes Coombs yang bertujuan untuk mengevaluasi inkompatibilitas Rhesus dan ABO.
Apusan darah tepi bertujuan untuk membantu mengevaluasi penyebab hemolisis. Hitung retikulosit digunakan untuk menilai hemolisis, anemia, dan hematopoiesis. Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sepsis.[1,6]
Rasio bilirubin/albumin dapat dijadikan penanda bilirubin bebas dalam darah yang dapat masuk ke dalam sawar darah otak. Rasio bilirubin/albumin yang tinggi berhubungan dengan disfungsi neurologis.[3,5]
Brainstem Auditory Evoked Response
Brainstem auditory evoked response merupakan alat skrining untuk mendeteksi gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kernikterus. Pemeriksaan ini dapat digunakan pada neonatus untuk memprediksi impending ensefalopati dan subtle ensefalopati, karena sistem auditori merupakan yang paling sensitif terhadap terjadinya toksisitas bilirubin.
Pada kasus neurotoksisitas bilirubin, akan didapatkan brainstem auditory evoked response abnormal atau absen (interval antar gelombang memanjang atau amplitudo menghilang), yang menandakan adanya kerusakan saraf auditori.[1,3]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) otak tidak rutin dilakukan dan diindikasikan bila hasil laboratorium tidak konklusif. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan ensefalopati yang disebabkan oleh penyebab lain.
Pada fase akut ensefalopati, MRI memberikan gambaran hiperintens pada sekuens T1 yang bersifat simetris pada bilateral globus pallidus dan nukleus subthalamik. Pada kasus kernikterus, peningkatan sinyal intensitas ditemukan pada sekuens T2. Pada beberapa kasus, hasil pemeriksaan MRI dapat memberikan hasil yang tidak sesuai dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium.[1,3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli