Prognosis Kernikterus
Prognosis kernikterus atau ensefalopati bilirubin yang dikenal pula dengan bilirubin induced encephalopathy (BIE) buruk bila tata laksana terlambat atau kurang tepat dengan risiko gangguan neurologis, seperti pergerakan involunter misalnya chorea, gangguan perkembangan, gangguan visual dan auditori, malnutrisi serta cerebral palsy.
Komplikasi
Anak dapat mengalami gangguan bicara, karena gejala sering juga disertai dengan gangguan pendengaran. Spasme otot faring dan pergerakan involunter lidah dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan pada saat proses makan dan menelan, sehingga anak juga berisiko untuk mengalami aspirasi dan malnutrisi. Komplikasi malnutrisi juga dikarenakan kebutuhan kalori meningkat akibat hipertonus otot dan gangguan motilitas otot saluran pencernaan.[9]
Pada studi kohort terhadap 128 anak dengan riwayat hiperbilirubinemia (kadar bilirubin >340 µmol/L atau yang memerlukan transfusi tukar) dan 82 kontrol. Pada studi didapatkan anak dengan riwayat hiperbilirubinemia berisiko hingga 4,7 kali lebih besar untuk memiliki gangguan neurobehavioral.
Pada studi, gangguan neurobehavioral yang ditemukan seperti disleksia, disabilitas perseptual, gangguan motorik, gejala psikis dan psikosomatik, serta gangguan bicara atau bahasa pada usia 9 tahun bila dibandingkan dengan kontrol.[12]
Selain itu, anak dengan riwayat hiperbilirubinemia memiliki pencapaian akademik yang lebih rendah, di mana lebih banyak yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan. Keluhan membaca, menulis, dan kesulitan berhitung pada saat anak-anak juga dapat berlanjut ke masa dewasa.
Gejala hiperaktif dan impulsif lebih banyak ditemukan pada kelompok dengan riwayat hiperbilirubinemia sebelumnya. Anak juga memiliki kepuasan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.[12]
Prognosis
Prognosis kernikterus bergantung pada beratnya penyakit dan tata laksana pada saat terjadi hiperbilirubinemia. Bila terjadi keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi, komplikasi kerusakan neurologis permanen dan disabilitas berupa gangguan motorik, auditori, dan visual dapat terjadi. Anak dengan sekuele permanen akan memerlukan rehabilitasi dalam jangka waktu yang panjang.[1,3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli