Penatalaksanaan Penyakit Kawasaki
Penatalaksanaan utama penyakit Kawasaki adalah imunoglobulin intravena (IVIG) single dose, karena berhubungan dengan penurunan komplikasi aneurisma arteri koroner. Pemberian kortikosteroid pada fase akut dapat dipertimbangkan, terutama bila IVIG tidak tersedia. Tujuan tata laksana penyakit Kawasaki adalah mengontrol inflamasi akut dan gejalanya, mencegah terjadi sekuele jangka panjang, termasuk abnormalitas arteri koroner.[5]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada penyakit Kawasaki meliputi imunoglobulin intravena (IVIG), aspirin, dan glukokortikoid.
Imunoglobulin Intravena
Imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan produk biologis yang dikumpulkan dari plasma donor. Pemberian IVIG bertujuan untuk mengurangi risiko aneurisma arteri koroner dan mempercepat resolusi gejala, seperti demam dan miokarditis limfositik. Pemberian IVIG juga berhubungan dengan penurunan C-reactive protein (CRP) dan fibrinogen.
Mekanisme kerja IVIG secara pasti belum diketahui, tetapi IVIG diduga memodulasi sistem imun dan produksi sitokin. IVIG juga diduga meningkatkan aktivitas suppressor T-cell, menurunkan sintesis antibodi, dan menyediakan antibodi antiidiotipik.[17,20,23]
Dosis IVIG yang direkomendasikan adalah 2 g/kgBB single dose (maksimum 100–140 gram) yang diberikan dalam 8 hingga 12 jam. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association merekomendasikan pemberian IVIG dan aspirin tidak melewati 10 hari dari onset gejala, bila memungkinkan dalam 7 hari pertama. Hal ini untuk mengurangi risiko aneurisma arteri koroner.
Demam biasanya turun setelah pemberian IVIG. Bila demam tinggi tetap ada, pasien dapat dicurigai resisten IVIG. Pada kondisi ini, kombinasi dengan kortikosteroid atau terapi imunomodulator nonkortikosteroid dapat dipertimbangkan.[17,20,23]
Kortikosteroid
Kortikosteroid yang direkomendasikan adalah prednison 2 mg/kg/hari intravena (IV) selama 5 hari. Kemudian diganti dengan dosis oral 2 mg/kg/hari selama 5 hari, lalu 1 mg/kg/hari selama 5 hari, dan terakhir dengan dosis 0,5 mg/kg/hari selama 5 hari atau sampai bebas demam.
Penyakit kawasaki yang berisiko tinggi mengalami aneurisma arteri koroner direkomendasikan untuk mendapat kombinasi IVIG dan kortikosteroid dengan dosis yang sama. Kelompok yang berisiko tinggi adalah Z score untuk arteri desendens anterior sinistra atau arteri koroner kanan ≥2,5 pada pemeriksaan echocardiography dan berusia <6 bulan.[17,20,23]
Selain itu, pemberian kortikosteroid disarankan bagi penderita penyakit Kawasaki keturunan Jepang yang resisten IVIG, yaitu dengan skor Kobayashi ≥5 poin. Poin penilaian dalam skor Kobayashi adalah:
- Natrium ≤133 mmol/L: 2 poin
- SGOT ≥100 IU/L: 2 poin
- CRP ≥10 mg/dL (≥100 mg/L): 1 poin
- Neutrofil ≥80% dari hitung diferensial sel darah putih: 2 poin
- Hitung trombosit ≤300.000/mm3: 1 poin
- Diagnosis awal dengan terapi pertama kali pada atau sebelum hari ke-4 terjangkit penyakit: 2 poin
- Usia ≤12 bulan: 1 poin[21]
Selain itu, terdapat pula skor prediksi aneurisma arteri koroner pada keturunan non Jepang, yaitu:
- Skor-Z left anterior descending atau right coronary artery ≥ 2,0: 2 poin
- Usia < 6 bulan: 1 poin
- Keturunan Asia: 1 poin
- CRP >13 mg/dL: 1 poin
Interpretasi skor ini adalah:
- 0-1 poin: risiko rendah
- 2 poin: risiko sedang
- 3-5 poin: risiko tinggi[22]
Aspirin
Aspirin memiliki efek antiinflamasi dan antiplatelet, sehingga dapat mengurangi reaksi inflamasi dan risiko trombosis. Dosis aspirin dalam tata laksana penyakit Kawasaki dibagi menjadi dosis tinggi (80–100 mg/kgBB/hari); dosis sedang 30–50 mg/kgBB/hari; atau dosis rendah 3–5 mg/kgBB/hari.
Mengenai pemilihan dosis ini, pedoman terdahulu menggunakan dosis tinggi pada fase akut kemudian perlahan diturunkan setelah fase akut. Akan tetapi, pemberian aspirin dosis tinggi dikaitkan dengan sindrom Reye, sedangkan dosis rendah dinyatakan tidak berhubungan dengan sindrom Reye. Selain itu, belum ada bukti kuat bahwa dosis tinggi lebih superior dari dosis rendah untuk mencegah komplikasi, seperti trombosis arteri koroner.[4,5,17,23]
Penggunaan aspirin dosis rendah dilanjutkan hingga penanda inflamasi normal kembali, kecuali kalau ditemukan kelainan arteri koroner pada echocardiography. Jika pasien memiliki alergi terhadap aspirin, maka dapat diganti dengan antiplatelet lain, seperti dipyridamole.[20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli